“Saya pikir karean pembentukan otot perut, jadi biasa sakit begitu, saya ngegym lagi,” kata Irwan Chandra.
Sayangnya, rasa nyeri itu semakin menjadi sampai Irwan Chandra mengalami demam dan kesulitan buang air dan angin.
Irwan Chandra sempat mengonsumsi obat warung, dan berharap rasa sakit yang dialaminya bisa hilang.
“Saya meriang, saya minum obat warung, saya minum obat maag, sempat ke klinik juga, dibilang demam dan asam lambung,” kata Irwan.
Namun nahas, rasa nyeri dan demam luar biasa itu tak kunjung pergi.
Ia pun langsung memutuskan ke rumah sakit dan ternyata kondisinya darurat.
“Ke rumah sakit, dibilang dokter ini usus buntu, ternyata ini usus buntunya pecah,” kata Irwan meniru ucapan dokter.
Perjuangannya pun tidak berhenti sampai situ.
Ekonominya yang sedang sulit, ia pun memutuskan untuk berobat melalui jalur BPJS.
Ketika itu dokter menyarankannya untuk langsung operasi.
Akan tetapi, ia perlu persetujuan keluarga sebagaimana persyaratan pasien BPJS.
Ia mengatakan dirinya hidup sendiri dan tidak ada keluarga.
“Saya kan hidup sendiri, gak ada keluarga, ya gak bisa tindakan,” kata Irwan.
“Akhirnya saya telepon teman baik saya, baru bisa tindakan keesokan harinya, saya masuk Jumat malam, baru bisa tindakan Sabtu,” kata Irwan.
“Harus nunggu (antre) tindakan karena saya antre BPJS kan,” katanya.
Selama dua jam lamanya, Irwan Chandra berada di ruang operasi, dan beruntung karena operasi berjalan lancar.
“Usus saya dicuci semua dikeluarkan dan dimasukkan lagi, 5 hari saya gak bisa bangun dari kasur. Ada 15 jahitan,” katanya.
Setelah menjalani operasi, Irwan pun disarankan untuk beristirahat selama sebulan.
Namun demi biaya hidup, ia pun langgar anjuran dokter.
“Seharusnya bedrest 1 bulan, karena belum 2 minggu saya harus jalan (kerja) karena harus cari uang yah,” katanya.
Tribuntrends/Kompas.com/TribunJabar