Pada ayat (5) dijelaskan, dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dissenting opinion diatur dalam ketentuan Pasal 30 ayat (3) dan (4) sebagai berikut:
Pasal 30 ayat (2) menggariskan, dalam musyawarah pengambilan putusan setiap Hakim Agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
Pada ayat (3) ditambahkan bahwa dalam hal musyawarah tidak dicapai mufakat bulat, pendapat Hakim Agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
Setelah menyimak apa itu dissenting opinion, kenali juga kelebihan dan kelemahannya dalam bidang hukum.
Baca juga: 6 Calon Anggota DPRD Terpilih 2024-2029 Kabupaten Ketapang Dapil 4, PDI Perjuangan Unggul, Selamat !
Kelebihan dissenting opinion
Dikutip dari jurnal Kedudukan Dissenting Opinion sebagai Upaya Kebebasan Hakim untuk Mencari Keadilan di Indonesia karya Hangga Prajatama, dissenting opinion memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
- Perwujudan nyata kebebasan individual hakim, termasuk kebebasan terhadap sesama anggota majelis atau sesama hakim
- Pranatanya mencerminkan jaminan hak berbeda pendapat serta demokrasi dalam memeriksa pemutusan perkara
- Instrumen yang dapat meningkatkan tanggung jawab individual hakim
- Instrumen yang dapat meningkatkan kualitas dan wawasan hakim
- Instrumen yang menjamin dan meningkatkan mutu putusan MK
- Instrumen yang dapat meningkatkan dinamika dan pemutakhiran pengertian hukum
- Instrumen perkembangan Ilmu Hukum.
Kelemahan dissenting opinion
Masih dilansir dari sumber yang sama, dissenting opinion juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
- Membawa konsekuensi putusan hakim ditentukan oleh suara terbanyak. Dengan demikian putusan yang benar dan adil sesuai dengan kehendak terbanyak
- Secara keilmuan maupun praktek dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena adanya perbedaan pendapat diantara anggota majelis hakim yang seharusnya memutus dengan musyawarah bersama
- Dapat mempengaruhi harmonisasi hubungan sesama hakim
- Dapat menimbulkan sifat individualis yang berlebihan. Hal ini akan terasa pada saat anggota majelis yang bersangkutan merasa lebih menguasai persoalan dibanding anggota lain.
(KOMPAS.com/Nicholas Ryan Aditya/ Alinda Hardiantoro)
Diolah dari artikel di KOMPAS.com