TRIBUNTRENDS.COM - Israel dan Hamas Palestina sepakat untuk menghentikan perang di Gaza.
Kurang lebih perang di Gaza akan berhenti selama 4 hari ini.
Sebab pada Rabu (22/11/2023), telah terjadi kesepakatan gencatan senjata antara kedua belah pihak.
Adanya gencatan senjata ini membuat angin segar setelah kedua belah pihak perang terbuka sekitar 7 minggu.
Tak hanya itu dalam gencatan senjata ini disepati kedua belah pihak akan membebaskan para sandera mereka.
Baca juga: Noor Ahmed Bayi 6 Bulan dari Gaza, Selamat setelah 3 Kali Kena Bom, Semua Keluarganya Mati Syahid
Kabinet Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyetujui kesepakatan tersebut setelah pertemuan yang berlangsung hampir sepanjang malam.
Dalam pertemuan itu, Netanyahu sempat mengatakan kepada para menterinya yang hadir bahwa ini adalah keputusan yang sulit namun merupakan keputusan yang tepat.
Seorang juru bicara pemerintah mengatakan kepada Kantor berita AFP, bahwa di bawah perjanjian tersebut setidaknya 50 sandera perempuan dan anak-anak asal Israel maupun warga negara asing akan dibebaskan, sebagai imbalan atas "jeda" selama empat hari dalam operasi militer.
Disebutkan, untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan, akan ada satu hari gencatan senjata tambahan.
Hamas merilis sebuah pernyataan yang menyambut baik 'gencatan senjata kemanusiaan', yang dikatakan juga akan membebaskan 150 warga Palestina dari penjara Israel.
Gencatan senjata ini memberikan penduduk Gaza sebuah kesempatan yang sangat mereka inginkan, meskipun hanya sebentar, setelah hampir tujuh minggu berperang.
Sumber-sumber dari Hamas dan Jihad Islam, kelompok militan lainnya, sebelumnya mengatakan kepada AFP bahwa gencatan senjata tersebut akan mencakup gencatan senjata di darat dan jeda dalam operasi udara Israel di Gaza selatan.
Baca juga: 44 Hari Israel Serang Gaza: 13.300 Warga Gugur, 30 Ribu Orang Terluka, Puluhan Rumah Ibadah Hancur
Persetujuan kabinet Israel merupakan salah satu batu sandungan terakhir untuk memberlakukan perjanjian tersebut.
Qatar telah membantu menengahi perundingan tersebut.
Hamas sampai saat ini terhitung telah membebaskan empat tawanan, di antaranya yakni warga negara AS Judith Raanan (59), dan putrinya, Natalie Raanan (17) pada 20 Oktober, dengan alasan kemanusiaan, serta perempuan Israel Nurit Cooper (79) dan Yocheved Lifshitz (85) pada 23 Oktober.
44 Hari Israel Serang Gaza: 13.300 Warga Gugur, 30 Ribu Orang Terluka
Korban tewas warga Palestina di Gaza melonjak menjadi lebih dari 13.300 orang.
Korban tewas termasuk 5.600 anak-anak, 3.550 wanita, menurut kantor media pemerintah yang berbasis di Gaza
Pihak berwenang di Gaza pada hari Senin mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza sejak 7 Oktober telah melonjak menjadi lebih dari 13.300 orang.
Dalam sebuah pernyataan, kantor media pemerintah yang berbasis di Gaza mengatakan jumlah korban tewas mencakup 5.600 anak-anak dan 3.550 perempuan seperti dilaporkan Anadolu Ajansı.
Ditambahkannya, korban tewas juga mencakup 201 staf medis, 22 anggota tim penyelamat pertahanan sipil, dan 60 jurnalis.
Baca juga: Israel Menyerang, 200 Pasien Dievakuasi dari RS Indonesia di Gaza, Takut Senasib dengan Al-Shifa
Sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober, Israel terus melancarkan serangan udara dan darat di Jalur Gaza.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid, dan gereja, juga rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Sementara itu, korban tewas di Israel adalah sekitar 1.200 orang, menurut angka resmi.
Kantor Penerangan mengatakan dalam konferensi pers pada Minggu malam, pada hari Ke-44, serangan militer Israel di Jalur Gaza masih terus berlanjut.
Militer Israel menyasar beberapa rumah sakit.
Jumlah korban tenaga medis bertambah menjadi 201 orang, termasuk dokter, perawat, dan paramedis.
Sebanyak 60 jurnalis juga telah gugur, termasuk Bilal Jadallah, salah satu jurnalis terakhir yang tercatat gugur.
Baca juga: RS Indonesia di Gaza Diserang Israel, 3 WNI Hilang Kontak, Kemenlu Tak Tinggal Diam
Jumlah mereka yang terluka telah melampaui 30.000, lebih dari 75 persen di antaranya adalah anak-anak dan perempuan.
Selain itu, kerusakan bangunan kantor yang hancur mencapai 97 unit kantor, dan 262 gedung sekolah hancur, termasuk 65 sekolah yang kini tidak berfungsi.
Disebutkan jumlah masjid yang hancur total mencapai 83 masjid, dan jumlah masjid yang hancur sebagian mencapai 166 masjid, selain itu 3 gereja juga dihancurkan.
Jumlah unit rumah yang hancur total berjumlah 43.000 unit rumah, ditambah 225.000 unit rumah rusak sebagian.
Artinya, sekitar 60 persen unit pemukiman di Jalur Gaza terkena dampak agresi tersebut, mulai dari rusak total, tidak layak huni, dan rusak sebagian.
Sebanyak 25 rumah sakit dan 52 pusat kesehatan tidak berfungsi, dan Zionis Israel juga menargetkan 55 ambulans, dan puluhan ambulans tidak berfungsi karena kehabisan bahan bakar.
Bagaimana Cara menghitung Jumlah Korban Tewas?
Mengutip dari BBC, Pejabat Kementerian Kesehatan mengatakan angka kematian tersebut dicatat oleh para profesional medis sebelum diteruskan kepada mereka dan angka tersebut hanya mencakup orang yang tercatat meninggal di rumah sakit.
Angka-angka tersebut tidak memisahkan korban jiwa dari militer dan warga sipil.
Dan, karena data tersebut tidak memperhitungkan korban tewas di lokasi ledakan yang jenazahnya belum ditemukan, atau segera dikuburkan, jumlah yang ada saat ini kemungkinan di bawah angka yang sebenarnya, kata pejabat Gaza.
“Jujur saja, menurut kami angkanya sangat tinggi,” kata Barbara Leaf, asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat, kepada Komite Urusan Luar Negeri DPR, “dan bisa jadi angkanya bahkan lebih tinggi dari yang disebutkan.”
Baca juga: Albert Eisntein: Israel Terbentuk dari Laras Senjata, Dinamit dan Darah Orang-orang Palestina
Jenazah Dibawa ke Rumah Sakit
Petugas medis seperti Dr Ghassan Abu-Sittah, seorang ahli bedah plastik Médecins Sans Frontières yang berbasis di London dan telah merawat orang-orang di rumah sakit di Kota Gaza, berperan penting dalam mencatat angka-angka tersebut.
Dia mengatakan kamar mayat rumah sakit mencatat kematian setelah mengkonfirmasi identitas orang yang meninggal dengan kerabatnya.
Jumlah kematian yang tercatat sejauh ini, menurutnya, jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah kematian yang sebenarnya terjadi.
“Sebagian besar kematian terjadi di rumah,” katanya.
“Yang tidak dapat kami identifikasi, tidak kami catat.”
Namun, begitu jenazah ditemukan, jenazah tersebut “harus dibawa ke rumah sakit untuk dicatat”, kata juru bicara Bulan Sabit Merah Palestina.
***
Artikel ini diolah dari Tribunnews