Pilpres 2024

SINDIR Jokowi Tak Konsisten, PDIP Ungkit Pernyataan Presiden Soal Pemimpin Berambut Putih: Dicatat!

Editor: Monalisa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jokowi kena sindir PDIP, pertemuan dengan Megawati diungkit

TRIBUNTRENDS.COM - PDIP sindir Jokowi tak konsisten, ungkit pernyataan sang presiden soal ciri pemimpin berambut putih.

Imbas Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto, Presiden Jokowi kini dapat sindiran pedas dari pihak PDIP.

Presiden Jokowi dituding tak konsisten.

PDIP menyebut sebelumnya Presiden Jokowi bersama Megawati sudah sepakat mengusung Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.

Baca juga: 5 Menteri Jokowi Ini Nyatakan Dukungan untuk Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, Ada Erick Thohir

Jokowi dan Megawati. Politikus PDI-P, Yasonna Laoly, mengatakan hubungan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo masih baik. Hubungan keduanya, kata Yasonna, tidak terpengaruh majunya anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. (Foto: Sekretariat Presiden)

Dijelaskan Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP, kesepakatan itu terjadi dalam pertemuan Jokowi dengan Megawati pada 18 Maret 2023 lalu.

Pada tanggal 18 Maret kalau tidak salah, ada pertemuan tiga jam, dua jam dengan Bu Mega, satu jam kami ikut mendapingi bersama Mas Pramono Anung.

Di situ sebenarnya sudah disepakati untuk mencalonkan Pak Ganjar Pranowo," kata Hasto di Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Hasto memastikan jika Jokowi terlibat dalam proses pencalonan Ganjar sebagai bakal capres.

Dirinya kemudian mengungkit soal pernyataan Jokowi yang pernah menyebut sosok berambut putih sebagai ciri-ciri pemimpin yang memikirkan rakyat.

"Yang mengatakan rambut putih siapa? Kan itu dicatat oleh rakyat, tetapi seseorang bisa berubah," ujar Hasto.

Hasto juga mengklaim jika Megawati dan PDIP konsisten terhadap pilihan politik.

"Konsistensi itulah yang ditangkap juga oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dan kami semua sebagai karakter dari bangsa ini.

Bangsa kita enggak pernah berubah-ubah Ketika ada yang berubah pasti ada tanda tanya," kata Hasto.

Adapun Hasto mengungkapkan hal itu merespons pernyataan Ketua Umum Partai Gelora Anies Matta yang menyebut PDIP sempat diajak untuk bergabung ke Koalisi Besar bersama partai politik pendukung Jokowi.

Baca juga: 3 Temuan Ganjil MKMK, dari Gugatan Tak Bertanda Tangan, Dugaan Kebohongan Anwar Usman Hingga CCTV MK

Tetapi Koalisi Besar itu akhirnya bubar setelah PDIP mendeklarasikan Ganjar sebagai bakal capres secara mendadak.

Dalam pernyataannya, Hasto mengatakan PDIP memprioritaskan sosok yang dapat menjawab persoalan bangsa dan negara, bukan mengenai bergabung ke koalisi besar atau tidak.

"Betul-betul Bu Mega berkontemplasi dan berdialog sehingga lahirlah Pak Ganjar dan Pak Prof Mahfud MD, itu semua demi kepentingan bangsa dan negara," ujar Hasto.

MKMK Klaim Sudah Kantongi Cukup Bukti, Gibran Terancam Batal jadi Cawapres? 'Melanggar Kode Etik'

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengklaim sudah mengantongi bukti kuat dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.

Seperti yang diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan 90/2023) terkait batas usia capres dan cawapres menimbulkan kegaduhan.

Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan SH MH menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan MK nomor 90 tahun 2023.

"Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik," kata Fauzan dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (2/11).

Atas putusan yang telah diambil lanjut Fauzan maka ada beberapa kemungkinan, pertama tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku), kedua perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas, jika ini yang menjadi pertimbangan, bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat.

Baca juga: Gibran Diminta Mundur dari PDIP, Kaesang Ajak Masuk PSI, Bocorkan Jawaban Sang Kakak: Ya Begitulah

"Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," kata Fauzan.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini juga menjelaskan apabila merujuk pada hukum tata negara positif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, maka apapun keputusan MK termasuk di dalamnya Putusan Nomor 90 tahun 2023 terlepas suka atau tidak, maka sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, maka putusan tersebut langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.

Akan tetapi kata Fauzan terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.

"MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik, dan perlu diketahui bahwa tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK.

Itulah sebabnya perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat, ke depan menurut saya jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik.

Maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan, dan pembatalannya ada dua cara, pertama oleh MK sendiri atas perintah MKMK atau oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik," kata Fauzan.

Sementara itu Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie bukti-bukti yang dibutuhkan MKMK dalam mengungkap kasus dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim sudah lengkap.

"Itu kan sudah saya bilang waktu di sidang. Kami sebenarnya sudah lengkap, bukti-bukti sudah lengkap," ucap Jimly.

Meski demikian, kata Jimly, Majelis Kehormatan tetap harus mengadakan sidang, meski bukti-bukti sudah lengkap.

Ia menjelaskan, tidak menutup kemungkinan ada temuan-temuan baru terkait dengan dugaan pelanggaran etik berkenaan putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas minimal usia capres-cawapres.

"Cuma kan kita tidak bisa menghindar dari memeriksa, mengadakan sidang untuk para pelapor yang belum kita dengar," kata Jimly.

"Siapa tahu ada hal-hal baru," tuturnya.

Baca juga: Surat untuk Gibran, Diminta Mundur dan Kembalikan KTA PDIP, Putra Jokowi Jawab Santai: Nanti Ya

Gibran (KompasTV)

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menemukan adanya dugaan kebohongan Ketua MK Anwar Usman.

Temuan dugaan itu, jelas Jimly, terkait Anwar Usman yang berbohong soal alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.

"Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru," kata Jimly Asshiddiqie.

"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," sambungnya.

Kronologi mangkirnya Anwar Usman dalam RPH putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat dissenting opinion.

Ketika itu, 19 September 2023, 8 dari 9 majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.

Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini. RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK dan Arief. Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.

"Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting-nya.

"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," tambah Arief.

Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah). MK pun menolak ketiga gugatan itu.

Namun, dalam RPH berikutnya dalam perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan ia tak ikut memutus perkara karena alasan kesehatan.

Dengan kehadiran Anwar dalam RPH kali ini sikap MK mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.

Sejauh ini, MKMK telah memeriksa 6 hakim: Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih kemarin, serta Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.

Dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kamera Closed Circuit Television (CCTV) turut diperiksa.

Adapun tampilan CCTV itu berkaitan dengan proses penarikan pencabutan dan permohonan yang kemudian diajukan kembali oleh pemohon Almas Tsaqibbirru.

"CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana kan belum tentu salah juga," ujar Jimly.

Almas merupakan pemohon yang mengaku merupakan fans dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

Permohonan Almas dikabulkan oleh MK yang kemudian putusannya mereduksi syarat usia capres cawapres.

Sebelumnya Almas sempat mengajukan permohonan pencabutan gugatan.

Permohonan pencabutan pun sudah diterima oleh MK. Namun kemudian Almas membatalkannya.

Ia menyatakan awalnya tidak tahu pencabutan itu. Ide itu dinyatakan berasal dari kuasa hukumnya.

Anak Boyamin Saiman itu sempat disinggung oleh Ketua MK Anwar Usman tidak serius.

Artikel ini diolah dari TribunSolo.com