TRIBUNTRENDS.COM - Ketua MK Anwar Usman jawab tudingan dirinya berbohong soal alasan mangkir saat putus perkara.
Diketahui sebelumnya Anwar Usman mangkir saat majelis hakim konstitusi memutus gugatan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Mangkirnya Anwar Usman ini disebut lantaran menghindari konlik kepentingan.
Namun alasan tersebut dibantah oleh adik ipar Presiden Jokowi ini.
Baca juga: 3 Temuan Ganjil MKMK, dari Gugatan Tak Bertanda Tangan, Dugaan Kebohongan Anwar Usman Hingga CCTV MK
Anwar Usman mengaku saat itu ia mangkir lantaran sedang sakit.
Ia menegaskan bahwa dirinya sedang sakit walau tetap berkantor.
Namun, tidak ikut memutus di dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) karena tertidur akibat minum obat.
"Saya sakit tetapi tetap masuk. Saya minum obat.
Saya ketiduran," ujar Anwar Usman setelah diperiksa Majelis Kehormatan MK (MKMK) untuk kali kedua, Jumat (3/11/2023).
Jawaban itu dilontarkannya ketika Kompas.com bertanya perihal keberadaan surat keterangan sakit sebagai bukti.
Anwar juga membantah kabar bahwa ketika itu dirinya tak ikut memutus perkara karena ingin menghindari konflik kepentingan.
"Saya bersumpah, demi Allah, saya sumpah lagi, saya memang sakit," katanya.
"Saya ini sudah jadi hakim dari tahun 1985, alhamdulillah.
Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang menyebabkan saya berurusan seperti ini," ujar Anwar lagi.
Sebelumnya, dugaan kebohongan perihal alasan Anwar Usman tidak ikut RPH untuk memutus tiga perkara diperoleh MKMK setelah menerima informasi dari para pelapor dan kemudian dikonfirmasi terhadap para hakim konstitusi yang diperiksa hingga Rabu (1/11/2023).
Saat itu, MKMK telah memeriksa enam hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.
"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit.
Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, Rabu (1/11/2023) sore.
Baca juga: Bungkam Nyinyiran, Begini Respon Anwar Usman Soal MK Disebut Mahkamah Keluarga: Memang Benar
Kronologi mengenai mangkirnya Anwar Usman dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) putusan 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat pendapat berbeda (dissenting opinion) putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/20243.
Arief mengatakan, pada 19 September 2023, delapan dari sembilan majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 yang juga berkenaan dengan gugatan usia minimum capres-cawapres.
"RPH dipimpin oleh Wakil Ketua (Saldi Isra) dan saya menanyakan mengapa ketua tidak hadir.
Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat.
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," ujarnya lagi.
Tanpa Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah).
MK pun menolak gugatan yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan para kepala daerah itu.
Namun, menurut Arief, Anwar ikut serta dalam RPH berikutnya yang juga sama-sama membahas gugatan usia minimal capres-cawapres pada perkara nomor 90.
Ketika ditanya Arief, Anwar menjelaskan bahwa ia tak ikut memutus perkara PSI, Garuda, dan para kepala daerah sebelumnya karena alasan kesehatan.
"Bukan untuk menghindari konflik kepentingan (conflict of interest) sebagaimana disampaikan Wakil Ketua pada RPH terdahulu," kata Arief Hidayat dalam pendapat berbedanya.
Dengan kehadiran Anwar Usman, sikap MK mendadak berbalik dan menyatakan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Kemudian, atas dasar putusan MK itu diketahui bahwa putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bisa mengikuti Pilpres 2024 walaupun usianya belum mencapai 40 tahun tetapi berbekal pengalaman menjabat sebagai Wali Kota Solo selama hampir tiga tahun.
Artikel ini diolah dari Kompas.com