TRIBUNTRENDS.COM - Sosok Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), yakni Anwar Usman akhir-akhir ini sedang menjadi sorotan karena dianggap melanggar kode etik.
Hal ini bermula setelah dirinya mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.
Dalam putusan tersebut, kepala daerah di bawah usia 40 tahun bisa mengajukan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden dengan syarat sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah.
Karena keputusan itu membuat Gibran Rangkabuming berhasil maju sebagai calon wakil presiden dampingi Prabowo Subianto.
Baca juga: KARIER Ketua MK Anwar Usman Terancam, Jika Terbukti Langgar Kode Etik Bisa Diberhentikan Tak Hormat
Semenjak saat itu, Anwar Usman dianggap tidak netral dalam membuat keputusan.
Apalagi Anwar Usman merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan karena ini, muncul meme yang menyebut MK adalah singkatan Mahkamah Keluarga bukan Mahkamah Konstitusi.
Lantas, bagaimana respon Anwar Usman mengenai nama MK yang diplesetkan menjadi mahkamah keluarga?
Alih-alih menampik sindiran tersebut, Anwar Usman justru membenarkan kalau MK adalah Mahkamah Keluarga.
Dengan nada bergurau Anwar Usman mengatakan bahwa itu adalah benar “keluarga bangsa Indonesia”
Lontaran canda itu disampaikan Anwar Usman dihadapan awak media usai jalani sidang etik Majelis Kehormatan MK, Selasa (31/10/2023).
"Benar, keluarga bangsa Indonesia gitu lho," ujar Anwar Usman.
Dilansir dari Kompas TV sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar persidangan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman secara tertutup.
Dalam persidangan tersebut, para pelapor menuntut Anwar Usman diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat.
Karier Anwar Usman Terancam
Sementara itu di lain sisi, nasib ketua MK Anwar Usman kini makin terjepit. Karier ipar Jokowi terancam hancur.
Pakar Hukum Tata Negara Prof Juanda menegaskan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie harus tegas memeriksa kasus yang tengah menjerat ketua MK Anwar Usman.
Menurutnya apabila Ketua MK Anwar Usman terbukti melanggar kode etik maka harus diberhentikan secara tidak hormat.
Baca juga: Keputusannya Dicap Untungkan Gibran, Hakim Anwar Usman Santai Didesak Mundur: Yang Menentukan Allah
"Kalau ditemukan ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua MK maka di sini ajang pembuktian sikap objektif Prof Jimly harus menjatuhkan putusan tegas.
Mari kita menunggu bagaimana putusan MKMK," jelas Juanda dalam keterangannya, Rabu (1/11/2023).
Menurut Dosen Hukum di Universitas Bhayangkara Jakarta ini, putusan MK No 90 PUU-XX/2023 merupakan titik awal dugaan pelanggaran konstitusi.
Dari putusan ini bisa dipakai untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran kode etik.
"Saya berharap MKMK ini tidak bermain di dalam ranah politik.
Tidak mencoba berselingkuh dengan kekuatan politik tertentu.
Kecuali hanya fokus konsisten pada penegakan hukum yg obyektif," jelas dia.
Dia menaruh harapan besar terhadap sosok Jimly Asshiddiqie bisa memberikan putusan yang kuat dengan melakukan wewenangnya juga secara kuat.
Sebab, kata Juanda, kalau soal pelanggaran etik ini tidak dibasmi dulu di sidang etik maka berpotensi kepada kepercayaan masyarakat atas hasil pemilu 2024, dimana nanti akan ada sengketa pemilu.
"Kalau sidang MKMK tidak tegas maka bisa jadi nanti Ketua MK lagi-lagi berpihak kepada salah satu pasangan tertentu," kata dia.
Menurut Juanda, Jimly mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai hakim MKMK untuk negara.
"Saya berharap tidak ada goyangan atau godaan dari kekuatan politik apapun terhadap Jimly Asshiddiqie.
Sebab kalau putusan tidak sesuai harapan masyarakat maka muaranya ke pemilu 2024.
Bakal ada sengeketa pemilu yang ditangani MK.
Nantinya masyarakat tidak percaya terhadap MK," jelasnya.
Baca juga: Denny Indrayana Sebut Pernikahan Ketua MK Anwar Usman dengan Adik Jokowi Picu MK Tak Independen
Juanda menyatakan, putusan yang dijatuhkan MKMK harus tegas dan jangan memutuskan putusan yang abu-abu.
Sebab, dalam putusan MKMK itu ada yang terbukti berat, rendah dan ringan.
Kalau ditemukan ada perselingkuhan politik Ketua MK dan terbukti maka Ketua MK harus diberhentikan dengan tidak hormat dan ketua MK harus legowo mundur.
Sebab, kata Juanda, pernah ada putusan MKMK terbukti pelanggaran etik besar tapi sanksinya hanya ringan.
Dia juga sarankan sidang kode etik MKMK ini digelar terbuka umum.
Juanda berharap Jimly tegak lurus menegakkan dan menjaga Konstitusi.
Jimly harus bisa memastikan ada atau tidak pembuktian yang bisa membuktikan ada perselingkuhan ketua MK.
"Sebenarnya ini mudah dilihat sebab dalam gugatan disebut nama Gibran dan hasil dari putusan MK itu Gibran kini jadi cawapres," ungkapnya.
Seperti diketahui, Ketua MK Anwar Usman disidang oleh MKMK, Selasa (31/10/2023). Adik ipar Presiden Joko Widodo itu diperiksa seorang diri.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, Anwar Usman akan menjadi satu-satunya hakim konstitusi yang diperiksa dua kali sebelum MKMK membuat putusan.
Baca juga: Susul Jokowi, Maruf Amin Undang 3 Cawapres Makan Siang, Cak Imin, Mahfud MD & Gibran Siap Hadir
Menurut rencana, MKMK akan membuat keputusan terkait dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya paling lambat pada 7 November 2023.
Hal itu dimaksudkan agar putusan etik itu tidak melebihi tenggat pengusulan bakal calon presiden-wakil presiden pengganti yang dijadwalkan KPU RI, yakni paling lambat 8 November 2023.
Jimly Asshiddiqie menyampaikan bahwa pihaknya memang menerima permintaan dari pelapor supaya dapat memutus perkara etik ini secara cepat, sebab proses pencalonan presiden-wakil presiden di KPU RI masih bergulir.
"Kami mendiskusikannya. Kesimpulannya adalah kita penuhi permintaan itu.
Maka kita rancang putusan ini harus sudah selesai tanggal 7 (November)," ujar Jimly.
"Kenapa tanggal 7, karena kita ingin memastikan jangan sampai timbul kesan, misalnya, ada orang menganggap sengaja ini dimolor-molorin, padahal sebetulnya ini sudah terlalu cepat ini bekerjanya," katanya lagi.
Sebagai informasi, menurut Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023, sebetulnya MKMK memiliki waktu kerja 30 hari.
Namun, Jimly meyakini bahwa mereka dapat tetap bekerja dengan teliti dan cermat dalam kurun waktu yang lebih cepat dalam sepekan ke depan.
"Ini juga untuk keperluan memastikan supaya masyarakat politik kita ini mendapatkan kepastian hukum dan keadilan," ujar Jimly.
***
Artikel ini diolah dari wartakota