TRIBUNTRENDS.COM - Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dilaporkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kolusi dan nepotisme, Senin (23/10/2023).
Laporan itu, buntut putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres dan cawapres minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah.
Lantas, bagaimana respons Jokowi, Gibran dan Anwar Usman?
Baca juga: Gibran Rakabuming Cawapres, Jokowi Bakal Tinggalkan PDIP? Pengamat: Pastinya Total Mendukung Anak
Dalam salah satu kesempatan, Jokowi dan Gibran menanggapi santai laporan ke KPK terkait dugaan kolusi dan nepotisme.
Jokowi menilai, hal itu merupakan bagian dari proses demokrasi di bidang hukum.
Ia pun mengaku tak mempermasalahkan laporan tersebut.
"Ya kita hormati semua proses itu," kata Jokowi di Senayan, Jakarta Selatan, pada Selasa (24/10/2023) dikutip dari YouTube KompasTV.
Senada dengan Jokowi, Gibran juga tampak menanggapi tudingan tersebut dengan santai.
Wali Kota Solo itu mengatakan, menyerahkan semua masalah ke KPK untuk ditindaklanjuti.
"Nanti biar ditindaklanjuti KPK, monggo silakan," ucapnya, Selasa (24/10/2023) dikutip dari YouTube KompasTV.
Gibran juga tidak ambil pusing soal adanya pro kontra terkait dirinya yang maju sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.
Ia mengaku menyerahkan kepada masyarakat agar menilai sendiri.
"Saya kembalikan lagi ke warga," tuturnya.
KPK membenarkan telah menerima laporan terkait dugaan kolusi dan nepotisme dalam putusan MK ihwal batas usia minimal capres-cawapres.
"Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud. Namun tentu kami tidak bisa menyampaikan materi maupun pihak pelapornya."
"Berikutnya sesuai ketentuan kami lakukan tindak lanjut atas laporan masyarakat dengan analisis dan verifikasi untuk memastikan apakah memenuhi syarat dan menjadi kewenangan KPK," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (23/10/2023).
Baca juga: PDIP Tak Mau Buru-buru Pecat Gibran: Bisa Saja Batal Jadi Cawapres Prabowo, Tunggu 25 Oktober
Ali mengatakan, peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan, di antaranya melaporkan dugaan korupsi yang ada di sekitarnya.
Laporan tentunya diharuskan didukung data awal sebagai bahan telaah dan analisis lanjutan oleh KPK.
Adapun terlapor dalam hal ini antara lain Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua MK Anwar Usman, putra sulung Jokowi sekaligus Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Laporan itu buntut putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres dan cawapres minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah.
Putusan itu menuai kontroversi, karena seolah memberikan jalan ke Gibran untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Pasalnya, Ketua MK Anwar Usman yang memutuskan gugatan syarat capres dan cawapres itu, merupakan adik ipar Jokowi dan paman dari Gibran.
"Melaporkan dugaan adanya tadi kolusi, nepotisme," kata Koordinator TPDI Erick S Paat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2023).
Baca juga: Profil Erick S Paat, Koordinator TPDI yang Laporkan Jokowi, Gibran, Kaesang dan Anwar Usman ke KPK
Erick menduga, terdapat konflik kepentingan dalam putusan uji materi UU Pemilu 7/2017 terkait batas minimal usia capres-cawapres.
"Kaitannya bahwa Presiden dengan Anwar itu ipar, karena dia menikah dengan adiknya presiden Jokowi."
"Nah kemudian Gibran anaknya, berarti dengan ketua MK hubungannya sebagai paman dengan ponakan. Kemudian PSI, Kaesang keponakan dengan paman," jelas Erick.
Ia memandang, putusan MK adalah kesengajaan.
"Seolah-olah ada unsur kesengajaan yang dibiarkan, dalam penanganan perkara ini."
"Itu yang kami lihat adalah dugaan kolusi nepotismenya antara ketua MK sebagai ketua majelis hakim dengan Presiden Jokowi, dengan keponakannya Gibran, dengan Kaesang," kata Erick.
Erick mengharapkan KPK menerima laporannya dan menindaklanjuti.
Profil Erick S Paat
Profil Erick S Paat, koordinator Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang melaporkan Jokowi, Gibran Rakbuming Raka, Kaesang Pangarep, dan Anwar Usman ke KPK dengan tuduhan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Erick S Paat merupakan seorang pengacara ternama di Indonesia pentolan Persatuan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara).
Pria kelahiran 30 Januari 1959 di Banjarmasin ini memulai kariernya di Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1991.
Lalu kemudian Erick S Paat membuka kantor hukum dengan nama Erick S.Paat dan Rekan.
Erick S Paat merupakan sarjana hukum dari Universitas Kristen Indonesia.
Dirinya sempat terlibat terlibat dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia yang mengadvokasi kasus penyerangan Kantor PDI di Jalan Dipenogoro No 58, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1996.
Baca juga: Gibran Rakabuming hingga Jokowi Dilaporkan ke KPK, Prabowo: Politik Indonesia Kadang Tidak Fair
Selain itu, Erick S Paat juga sempat menjadi kuasa hukum dari salah satu politisi PDIP terjerat kasus narkoba.
Kala itu Erick S Paat membela sosok Emir Moeis yang tersandung kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan lampung.
Lampung. Kasus yang menyeret politisi PDIP itu mulai disidangkan 28 November 2013.
Itulah profil singkat dari Erick S Paat.
***
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com