Berita Viral

TERLAMBAT Gegara Lift Perusahaan Macet, Gaji Karyawan Ini Malah Dipotong, Warganet Geram

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi karyawan sedih gaji dipotong

“Untuk pengawasan, saya tidak bisa mengawasi karena di luar prosedur ketenagakerjaan. Mungkin ada yang bermain pihak swasta atau imigrasi, kan bisa jadi,” katanya.

"Bekerja 14 jam sehari tanpa libur"

Bareskrim Polri telah menetapkan dua mantan direktur sebuah politeknik di Sumbar sebaga tersangka kasus dugaan TPPO dengan mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang.

Mereka adalah G, direktur politeknik pada periode 2013-2018, dan EH, direktur periode 2018-2022.

“Selama satu tahun magang, korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang, akan tetapi bekerja seperti buruh,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/06).

Praktik TPPO ini disebut diduga telah berlangsung sejak tahun 2012.

Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 4 dan Pasal 11 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Baca juga: JAUH Kuliah ke Malang, Mahasiswa NTT Pulang Tinggal Jasad, Dilempar Paving & Dikeroyok Hingga Tewas

Djuhandani menjelaskan, para mahasiswa tersebut bekerja selama 14 jam setiap hari, tanpa ada hari libur, dan hanya diberikan waktu makan maksimal 15 menit.

Setiap mahasiswa itu diberikan upah sekitar Rp5 juta per bulan, namun tambah Djuhandani, gaji itu kemudian diberikan Rp2 juta per bulan ke kampus sebagai dana kontribusi.

Djuhandani mengatakan, dugaan TPPO itu terbongkar ketika dua orang mahasiswa yang menjadi korban, yaitu ZA dan FY melapor dugaan ‘kerja sebagai buruh’ ke KBRI Tokyo, Jepang.

Selain dua orang itu, terdapat sembilan mahasiswa lain yang juga menjadi korban.

Ilustrasi Perdagangan Manusia (KOMPAS.com/Faustina Auria)

Para mahasiswa itu, kata Djuhandani, diberangkatkan dengan menggunakan visa pelajar selama satu tahun. Kemudian, pihak perusahaan Jepang memperpanjangnya menjadi visa kerja selama enam bulan.

Para korban kemudian melaporkan hal itu ke kampusnya dan meminta untuk dipulangkan.

Namun, terduga pelaku mengancam mahasiswa itu, "apabila kerja sama politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak, maka korban akan di-drop out (DO)," katanya.

Dari hasil penyidikan, Djuhandani menjelaskan, pihak politeknik tidak memiliki izin proses pemagangan di luar negeri, tidak memiliki kurikulum pemagangan di luar negeri, dan juga menjalin kerja sama dengan perusahaan Jepang tanpa diketahui oleh KBRI.

Halaman
1234