TRIBUNTRENDS.COM - SOSOK Dwi Feriyanto, kuli bangunan yang habisi nyawa dosen UIN Solo, kini diamankan polisi.
Diketahui motif Dwi Feriyanto melancarkan tindak kriminal penghilangan nyawa itu karena sakit hati.
Siapakah sosok Dwi Feriyanto dan bagaimana kabar lengkap tentang pembunuhan dosen UIN Solo?
Inilah sosok Dwi Feriyanto, tersangka pembunuh dosen UIN RM Said Surakarta atau UIN Solo, Wahyu Dian Silviani.
Dwi Feriyanto adalah kuli bangunan yang bekerja merenovasi rumah dosen UIN Solo ini di Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.
Dwi Feriyanto menghabisi Wahyu Dian dengan cara ditusuk menggunakan pisau yang dibawanya dari tempat kerjanya.
Dwi datang ke rumah yang ditempati korban dari depan dan menaiki pagar.
Setelah itu dia masuk ke dalam rumah dan mengeksekusi korban.
Baca juga: Tewas Dibunuh, Jenazah Dosen UIN Surakarta Dimakamkan di Mataram, Kerabat Mengenang Anak yang Baik
"Itu dibunuh di ruang tengah, saat itu korban ada di ruang tengah," kata AKBP Sigit.
Setelah beraksi, Dwi lalu membuang barang bukti pisaunya tersebut ke sungai di kawasan Blimbing, Kecamatan Gatak, Sukoharjo.
Selain itu, dia juga membakar baju miliknya yang terkena bercak darah untuk menghilangkan barang bukti.
"Dibakarnya (baju) disekitar lokasi TKP," kata AKBP Sigit.
AKBP Sigit memastikan pembunuhan ini bereancana karena Dwi Feriyanto rupanya telah merencanakan pembunuhan Wahyu Dian Silviani beberapa hari sebelumnya.
Faktor apa yang membuat Dwi Feriyanto tega membunuh Wahyu Dian Silviani?
Jawabannya adalah sakit hati.
Dwi Feriyanto mengaku merasa jengkel setelah mendengar ocehan Wahyu Dian Silviani terkait pengerjaan renovasi rumah.
Rasa sakit hati tersebut bermula saat korban meninjau rumah miliknya yang sedang dibangun oleh pelaku dan tiga orang temannya di Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.
"Pelaku sedang memasang batu bata di rumah tinggal korban tersebut, pelaku D bersama rekan kerjanya tiga orang.
Dan saat itu, korban meninjau rumah miliknya yang sedang dibangun oleh pelaku," kata Polres Sukoharjo, AKBP Sigit, Jumat (25/8/2023).
Korban melakukan pengecekan terhadap pekerjaan yang dilakuan pelaku dan teman-temannya.
Saat mengecek, Wahyu Dian Silviani mengucapkan kata-kata yang membuat Dwi Feriyanto sakit hati sekira pukul 08.30 WIB.
"Tukang kok amatiran," setidaknya itu kata-kata yang diucapkan Wahyu Dian Silviani yang masih diingat Dwi Feriyanto.
Pelaku, lanjut AKBP Sigit, menilai dirinya sudah bekerja dengan baik. Kemudian Dwi Feriyanto merasa dendam, serta ingin menghabisi nyawa korban pada malam harinya.
Baca juga: DUA Kata yang Bikin Pembunuh Dosen UIN Surakarta Sakit Hati, Kuli Bangunan Gelap Mata karena Ini
"Pelaku sempat tidak berani untuk menghabisi korban, selang dua hari tepatnya, Rabu (23/8/2023) malam, pelaku sudah berniat untuk menghabisi nyawa korban," terangnya.
Pada hari kejadian, Dwi Feriyanto mengambil pisau dari rumahnya.
Dwi Feriyanto juga memakai sarung tangan medis serta menggunakan penutup wajah.
Di malam itulah Dwi Feriyanto membunuh Wahyu Dian Silviani.
Lalu, siapa sebenarnya Dwi Feriyanto?
Usia Dwi Feriyanto tergolong muda, masih 23 tahun.
Dia tercatat sebagai warga Tempel, Kecamatan Gatak, Sukoharjo.
Saat dihadirkan dalam rilis pers, Dwi mengungkap alasannya membunuh dosen Wahyu.
"Karena kerjanya (saya) jelek.
Ditolol-tololin, dibegok-begokin, ya semacam itu lah," ucapnya saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolsek Gatak, Jumat (25/8/2023) sore.
Dwi mengaku, terkait motif menguasai harta korban, hanya terlintas, bukan menjadi tujuan utama.
"Cuma terlintas di pikiran, pengan ngambil," ungkapnya.
Dia menceritakan, mendapatkan teguran dari korban pada Senin (21/8/2023) pagi sampai larut atau selesai bekerja.
"Setelah itu, (dendam) pengen bunuh. Pengen menghabisi. Pakai pisau," tuturnya.
Pelaku memasuki rumah yang ditinggali korban dengan cara naik pagar dan lewat tandon air yang ada di belakang rumah.
"Naik ke atap depan samping, naik di belakang ada tandon. Dari situ masuknya," ungkapnya.
Dia menghabisi nyawa korban dengan cara menusuk satu kali dan sabetan sebanyak tiga kali.
"Di sini (pipi dekat rahang sebelah kiri).
Saya melakukannya jam 12 (tengah malam) ke atas. Terus lari lewat pintu depan. Melarikan diri ke rumah," ungkapnya.
Kapolres Sukoharjo, AKBP Sigit menyampaikan, tersangka sudah melakukan perencanaan karena itu pihaknya menjerat dengan Pasal 340 KUH Pidana atau Pasal 338 KUH Pidana atau Pasal 339 KUH dengan ancaman hukuman maksimal mati.
Baca juga: DIDUGA Korban Kekerasan, Jenazah Dosen UIN Surakarta Diterbangkan ke Kota Mataram, Keluarga Ikhlas
Gelagat Dosen Wahyu Sebelum Dihabisi
Terungkap gelagat dosen UIN RM Said Surakarta, Wahyu Dian Silviani sebelum ditemukan tewas berlumuran darah di rumah yang ditempati di Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/8/2023)
Ternyata rumah tempat Wahyu Dian Silviani ditemukan tewas itu bukan rumah milik sang dosen.
Rumah itu milik teman Wahyu Dian yang sedang cuti tiga bulan karena melahirkan.
Dosen Wahyu Dian menempati rumah itu karena saat ini rumahnya sedang direnovasi.
Menurut Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) UIN RM Said Surakarta, Rahmawan Arifin rumah TKP dan rumah milik dosen Wahyu Dian bersebelahan di lokasi perumahan yang sama.
"Kami belum tahu motif kenapa tidur di situ.
Kemudian pemilik rumah sempat menelpon korban beberapa kali, namun korban tidak merespon.
Kemudian pemilik rumah menelpon sahabat korban untuk mengecek ke rumahnya," jelasnya.
Rahmawan Arifin lalu mengurai kejadian sehari sebelum peristiwa tragis terjadi.
Dia menjelaskan, pada Rabu (23/8/2023), sempat ada rapat persiapan perkuliahan semester gasal oleh semua dosen FEBI UIN RM Said.
Tetapi karena korban sudah menjadi dosen ilmu lingkungan, dia menyampaikan, korban tidak ikut rapat.
Tapi korban sempat terlihat duduk dan membaca di perpustakaan FEBI, setiap harinya korban ada di sana.
Dia mengaku tak mengetahui kehidupan pribadi korban, kampus hanya mengetahui korban memiliki prestasi akademik yang baik.
Apalagi seharusnya, pada Jumat (25/8/2023), korban wawancara LPDP ke luar negeri karena sudah lolos beasiswa dengan nilai International English Language Testing System (IELTS) tertinggi.
"Kami amat sangat kehilangan atas wafatnya ibu Wahyu Dian," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, jasad Dian awalnya ditemukan seorang mandor tukang bangunan yang dipercayai oleh pemilik rumah untuk merawat rumah tersebut.
Mandor tukang bernama Indriyono menjelaskan, mayat itu ditemukan tergeletak di samping minibar rumah itu.
"Ada teman yang mau mengecek rumah dari tadi tidak bisa."
"Lalu meminta kunci ke saya."
"Itu karena rumah ini masih dalam perawatan saya," ujar Indriyono seperti dilansir dari TribunSolo.com, Kamis (24/8/2023).
Lalu mandor tersebut memberikan kunci rumah tersebut kepada teman korban.
"Dari keterangan temannya, W ditemukan sudah ada bercak darahnya."
"Perasaan saya sudah tidak enak, saya ketuk-ketuk pintunya, saya panggil-panggil tidak ada respons," terangnya.
Ia menaruh curiga dan melihat dari atap, di bawah kasur itu ada sesuatu dan bercak darah di situ.
Korban saat ditemukan ada di bawah kasur lantai dekat minibar, saat melihat jenazah, ia melihat keanehan dan terus langsung keluar.
"Ada bau anyir darah," tandasnya.
Sementara itu, Feli, teman korban yang meminta kunci ke sang mandor mengakui, sebelum menemukan jasad korban, rumah terkunci.
Mengetahui hal itu, dia meminta tolong kepada tukang bangunan yang membawa kunci cadangan rumah yang ditempati korban.
"Posisi di lantai, tubuh tertutup kasur lantai, di sampingnya ada bercak darah agak di bawah," ucapnya.
Feli mengaku tak berani melihat kondisi temannya itu.
Hal itu lantaran dia langsung diminta keluar dan segera menghubungi pihak kepolisian.
"(Korban) Tinggal sendiri, rumahnya di renov, lalu numpang sementara di rumah temannya di samping rumahnya itu," ungkapnya.
Menurutnya, korban diketahui baru menumpang di rumah tetangganya itu selama tiga pekan.
"Biasanya numpang di tempat saya, tapi kemarin adiknya datang dari Surabaya, karena adiknya ke sini jadi tinggal di rumah temannya yang kosong itu, lalu adiknya pulang ke surabaya, tapi masih di situ," terangnya.
Dia juga mengaku terakhir bertemu dengan korban saat mengikuti upacara bendera HUT Kemerdekaan ke-78 RI kemarin.
"Kalau terakhir kontak-kontakan di Instagram kemarin, bagi-bagi story gitu. Tapi terakhir kontakan sama temen saya jam 10 malam kemarin," tambahnya.
Menurutnya, selama itu korban tidak pernah mengeluh sakit. Bahkan sepengetahuannya, korban juga tidak ada masalah dengan siapapun.
(Surya.co.id)
Diolah dari artikel Surya.co.id.