Berita Viral

VIRAL Kampung di Bawah Jembatan Jakarta, Ada Sekolah, Pembangunan Mushala Didanai Oki Setiana Dewi

Editor: jonisetiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Oki Setiana Dewi bantu pembangunan mushala di kampung bawah kolong jembatan Jakarta.

TRIBUNTRENDS.COM - Biasanya sebuah pemukiman warga akan dibangun di lahan yang layak.

Namun apa jadinya jika sebuah pemukiman warga berada di antara gorong-gorog selokan dengan jalan raya di atasnya?

Ya, seperti kampung viral di kolong jalan tol daerah Jakarta ini.

Dalam video yang beredar, memperlihatkan suasana kampung yang berada tepat di bawah jalan raya tersebut.

Video tersebut viral setelah diunggah oleh seorang YouTuber yang bernama Bang Brew TV pada Jumat (16/6/2023).

Baca juga: SERING Ngintil Istri Kerja, Suami Artis Dituduh Penggangguran, Ternyata Aslinya Bos Tajir di Kampung

Perkampungan di bawah kolong jembatan di jakarta

Saat memasuki kampung di bawah kolong tol itu para warga terlihat berjalan dalam posisi menunduk.

Kondisi di dalam kampung tersebut gelap gulita dan terasa pengap lantaran sirkulasi udara yang masuk tidak banyak.

Ada berbagai jemuran tergantung dan barang-barang yang tak terpakai berserakan di pemukiman bawah kolong jalan tol tersebut.

Meski begitu pemukiman tersebut telah dialiri listrik.

Di mana para warga juga memiliki barang elektronik misalnya televisi, kulkas dan lain-lain.

Tak hanya itu, di salah satu rumah warga ada yang memiliki alat musik drum.

Walaupun tinggal di lingkungan yang sempit tak menghalangi kerativitas para warga.

Selanjutnya di sudut lain ada sebuah sekolah yang diberi nama 'Pondok Domba Kolong'.

Penampakan Mushala dan sekolah di kampung kolong jalan tol.

Saat berjalan sedikit ada sebuah mushala yang sedang dibangun.

Rupanya pembangunan mushala tersebut didanai oleh pendakwah Oki Setiana Dewi.

"Dari Ustazah Oki inilah tolongan dari dia kalau kita sebagai warga bergotong royong," ujar seorang warga yang tinggal di kolong jalan tol.

Meski mushalanya tak terlalu besar, warga mencoba membuatnya senyaman mungkin.

Selain itu ada banyak warung yang menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga.

Yang dijual oleh warga mulai dari beras, gula, teh, aneka jajanan anak dan masih banyak lagi.

Meski pun tinggal di daerah tersebut, para warga tetap senang dan menikmatinya.

Warga tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya tanpa adanya halangan.

Baca juga: Cerita Septi, Siswi SD Tinggal di Kampung Mati di Jogja, Jalan ke Sekolah 3 Km, Lewat Jembatan Rusak

Di samping itu ada cerita yang menyedihkan dari warga kampung tersebut, selama bertahun-tahun tinggal di kolong jalan tol para warga belum pernah merayakan hari raya idul Adha.

Sebab, belum pernah ada orang yang menyembelih hewan kurban di daerah tersebut.

Kendati demikian, tahun ini para warga bisa merasakan merayakan hari raya idul adha.

Pasalnya ada seorang donatur yang akan menyumbangkan hewan kurban untuk disembelih di daerah tersebut.

Tak sedikit warganet mengomentari dengan komentar simpati, namun ada juga yang malah memberi tanggapan lucu.

"Diviralin bukannya dapat perhatian malah penggusuran", kata salah satu warganet.

"Bentar lagi caleg-caleg bakalan kesini nih," sambung warganet lain.

"Gak kebayang kalo ujan deres," timpal warganet lainnya.

Kisah Lain: Siswi SD Tinggal di Kampung Mati di Jogja, Jalan ke Sekolah 3 Km

Seorang siswi SD di Yogyakarta hidup sendiri di sebuah hutan angker dan berusaha terus bertahan.

Sosok siswi SD di Yogyakarta yang hidup di hutan angker tersebut terbiasa sendiri.

Ia bahkan harus berjalan kaki sejauh 3 Km untuk menuju sekolah.

Siswi SD ini menghuni rumah orang tuanya di saaat semua warga kampung sudah tak ada.

Septi Siswi SD yang nekat tinggal seorang diri di kampung mati di Yogyakarta (TribunnewsBogor.com)

Kondisi kampung mati itu juga telah lama ditinggal warga dan hanya tersisa hutan angker.

Tetapi bagi Septi hal itu tidak masalah selama dirinya masih bisa menjalani hari-hari dengan baik.

Sosok siswi SD yang nekat hidup sebatang kara di hutan angker itu adalah Septi.

Seperti dikutip TribunTrends.com dari TribunnewsBogor.com, kisah Septi menjadi sorotan karena berani.

Satu keluarga nekat tetap tinggal di Kampung Mati yang berada di tengah hutan.

Kampung yang dulunya dihuni banyak warga itu kini hanya menyisakan satu keluarga saja.

Ya, Sumiran bersama istri Sugiati dan putrinya bernama Septi nampaknya memilih tetap bertahan meski hanya mereka bertiga saja.

Lokasi kampung mati ini berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca juga: SOSOK Pria Baju Lusuh Berkeliaran di Jalan Dikira Gembel, Ternyata Harta Capai Rp62 T, Mantan CEO!

Diwilayah tersebut ada sebuah kampung yang diberinama Kampung Suci yang lokasinya ditengah-tengah hutan.

Kampung Suci kini seperti kampung mati lantaran ditinggalkan penghuninya sejak beberapa tahun lalu.

Septi, siswi SD yang jalan kaki 3 km untuk sekolah ternyata tinggal menyendiri di tengah hutan.

Septi dan orangtuanya, Sumiran dan Sumiati tinggal di kampung mati yang ditinggal pergi oleh warganya.

Para tetangga Septi memutuskan untuk pergi dari kampung tersebut karena akses yang jauh dari mana-mana.

Warga sekitar rumahnya memilih menjual lahan mereka lalu pergi ke kampung lain.

Kini, hanya tersisa Septi dan orangtuanya saja yang tinggal di kampung tersebut.

Bukan cuma terpencil, rumah Septi juga angker karena lokasinya berada di tengah-tengah hutan belantara.

Siswi SD yang hidup di hutan angker bersama orangtuanya (Tribun Bogor)

Septi dan ibunya, Sumiati mengaku sering melihat penampakan yang ada di sekitar rumahnya itu.

Ayah Septi, Sumiran mengaku sudah tinggal di rumah tersebut selama 24 tahun.

"Tinggal di sini sudah 24 tahun, dari masih banyak warganya sampai sekarang tinggal rumah kami saja," kata Sumiran dilansir dari Youtube Jejak Bang Ibra, Senin (29/5/2023).

Menurut Sumiran, dulunya di kampung mati tersebut terdapat 7 rumah.

"Tadinya ada 7 rumah, pada pindah sekarang tinggal satu (rumah), saya," ungkap dia.

Ia mengatakan, sudah sekitar empat tahun ini para tetangganya meninggalkan kampung mati tersebut.

Dari enam KK yang meninggalkan kampung mati itu, masih ada satu rumah yang masih kokoh berdiri.

Namun pemilik rumah tersebut sudah pergi meninggalkan kampung itu dan pindak ke kampung sebelah.

Meski tinggal di tengah hutan sendirian, Sumiran mengaku tak takut.

"Enggak ada yang saya takuti, dari dulu di sini enggak ada apa-apa," tuturnya.

Hal itu justru berbeda dengan cerita Septi dan ibunya.

Sang ibu pernah punya pengalaman mengerikan saat suaminya sedang pergi ke kampung sebelah.

"Tiba-tiba pas mati lampu ada yang gebrak meja, lalu pindah ke kamar," kata Sumiati.

Cerita serupa juga pernah dialami oleh Septi di rumah angker tersebut.

"Aku lihat ada badannya tinggi, warna putih, sering lihat juga yang lewat di dekat pohon bambu," tutur Septi.

Meski kondisi rumahnya sangat sederhana terbuat dari kayu dan lantainya masih tanah, Septi dan orangtuanya betah tinggal di sana.

Sumiati pun mengaku harus berjalan jauh untuk membeli kebutuhan sayur di pasar.

"Ke pasar dua minggu sekali, jalan kaki jauh. Sekitar 1 km lebih," katanya.

Baca juga: SOSOK Derlin, Siswa SMA di Banten Sekolah Sambil Jualan, Tidur 1 Jam, Dinihari Buat Kue: Takut Telat

Jalan kaki 3 km ke sekolah, Septi sehari-hari makan pakai tempe atau kecap karena jarak dari rumahnya ke pasar jauh. (TribunnewsBogor.com)

Meski jarak rumahnya ke sekolah jauh, namun Septi tetap semangat mengejar cita-cita.

Septi yang hobi menggambar itu memiliki cita-cita menjadi seorang guru melukis.

Demi menempuh pendidikan dan tetap mendapatkan ilmu, Septi menempuh jarak yang jauh.

Septi, siswi SD di Yogyakarta ini harus menempuh perjalanan jauh untuk bisa bersekolah.

Setiap harinya, ia melewati jalan setapak bebatuan dan tanah merah.

Jalan yang dilalui Septi dirimbuni pepohonan dan sisi kanannya terdapat tebing tinggi.

Ia juga harus melewati sungai dan jembatan bambu sudah sudah mulai rusak.

Belum lagi Septi harus melewati pepohonan bambu yang terlihat angker ketika hari mulai gelap.

Perjalanan lebih dari satu kilometer harus dilalui Septi setiap harinya untuk bisa bersekolah.

Meski harus berjalan kaki dengan kondisi jalanan yang mengerikan, Septi tetap semangat pergi ke sekolah.

"Kalau hujan juga tetap berangkat (sekolah)," kata Ayah Septi, Sumiran dikutip dari Youtube Jejak Bang Ibra, Senin (29/5/2023) via Tribun Bogor.

Jarak yang ditempuh Septi dari rumah ke sekolah lalu kembali lagi ke rumah sekitar 3 kilometer.

Itu artinya, siswa kelas 3 SD itu harus jalan kaki sepanjang 3 km setiap hari demi bisa bersekolah.

Orangtua Septi, Sumiran dan istrinya, Sumiati tinggal di sebuah desa terpencil di tengah hutan.

Bukan cuma jaraknya yang jauh dari mana-mana, keluarga Septi juga hanya tinggal seorang diri di kampung tersebut. 

(*)

Artikel ini diolah dari TribunWow.com