Setya Novanto Bebas
Profil Setya Novanto, dari ART Jadi Ketua DPR, Korupsi e-KTP hingga Tabrak Tiang Listrik, Kini Bebas
Berikut sosok Setya Novanto, mantan Ketua DPR dan terpidana kasus korupsi e-KTP yang baru saja bebas bersyarat, simak perjalanan hidupnya.
TRIBUNTRENDS.COM - Terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto telah bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Baratsejak Sabtu (16/8/2025).
Lantas siapa sebenarnya sosok mantan Ketua DPR RI ini?
Berikut ini profil Setya Novanto selengkapnya.
Setya Novanto lahir di Bandung, Jawa Barat pada 12 November 1955.
Ia dikenal sebagai politikus yang diusung oleh Partai Golkar.
Setya Novanto pernah menjabat Ketua DPR RI periode 2014-2019.
Ia juga telah menjadi anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) sebagai perwakilan Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur II, yang meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba.
Sebelum menjadi seorang politikus dan pejabat, Setya Novanto dulunya hidup susah.
Untuk membiayai kuliahnya, dia rela menjadi sopir.
"Pas zaman saya, sangat sulit sekali.
Saya pernah menjadi sopir, saya pernah menjadi pembantu rumah tangga, tidak lain supaya saya bisa kumpulkan uang setoran," ujar Setya Novanto dalam tayangan di Setya Novanto TV.
Kisah perjuangan hidup Setya Novanto ini diketahui terjadi saat dia hijrah ke Jakarta dan melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
Ia waktu itu menumpang hidup di rumah keluarga mantan Menpora Hayono Isman.
"Pagi jam 06.00 saya antar sekolah anak-anaknya supaya saya tidak bayar kost.
Setelah itu, saya nyuci sambil ngepel jadi pembantu.
Pokoknya bagaimana caranya supaya bisa sekolah," ucap Setya Novanto.
Setya Novanto juga pernah hidup di Surabaya.
Di kota ini, dia menempuh studi sarjana muda akuntansi di Universitas Widya Mandala.
Dia pun ketika itu harus menjadi tukang beras demi biaya kuliah.
"Jam 04.00, saya harus jual beli beras di Pasar Wonokromo, Surabaya, setelah jual beli beras hasilnya untuk kuliah," ujar Novanto.
Tak hanya itu, Setya Novanto juga pernah menjajal dunia model.
Pada usia 21 tahun, ia terpilih menjadi Pria Tampan Surabaya tahun 1975.
Dulu hidup susah dengan berbagai pekerjaan, Setya Novanto akhirnya bisa menjadi seorang miliuner.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Setya Novanto pada tahun 2015 menunjukkan kekayaannya mencapai Rp114,769 miliar dan 49.150 dollar AS.
Harta itu terdiri dari tanah dan bangunan dengan total nilai mencapai Rp 81,736 miliar yang berada di 11 lokasi di Jakarta Selatan, 1 lokasi di Kota Kupang (Nusa Tenggara Timur, 7 lokasi di Kabupaten Bogor (Jawa Barat), 3 lokasi di Jakarta Barat, dan 1 lokasi di Kota Bekasi (Jawa Barat).
Setnov juga masih memiliki alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp 2,3543 miliar yang terdiri atas mobil Toyota Alphard (Rp 600 juta), Toyota Vellfire (Rp 900 juta), Jeep Commander (Rp 500 juta), motor Suzuki (Rp 3 juta), mobil Mitshubisi (Rp 50 juta), dan mobil Toyota Camry (Rp 300 juta).
Setya novanto memiliki tekad yang kuat untuk sukses.
Di hadapan para mahasiswa, dia berpesan untuk menjadi sukses harus memiliki tekad yang kuat.
"(Karier saya) dari bendahara partai Pak ARB lalu jadi ketua fraksi.
Setelah ketua fraksi Tuhan berikan jalan lain, saya jadi ketua DPR," katanya.
Setya pun memberikan pesan kepada generasi muda yang sedang membangun karier.
"Apa pun masalahnya harus punya keyakinan sehingga sejak awal harus punya cita-cita.
Jadi, banyak hal yang kita tidak yakin bahwa kadang-kadang saya tak mampu, lihatlah saya dari pembantu, sopir, jadi ketua DPR," pungkasnya.
Baca juga: Rekam Jejak Setya Novanto, Terpidana Korupsi e-KTP yang Dapat Remisi, Pernah Jadi ART hingga Model

Kasus korupsi e-KTP
Kasus ini korupsi e-KTP bermula saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2009 merencanakan pengajuan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP).
Salah satu komponen program penyelesaian SIAP tersebut adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP dapat selesai pada 2013.
Proyek e-KTP merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, lelang e-KTP dimulai sejak 2011, tetapi banyak bermasalah karena terindikasi banyak penggelembungan dana.
Kasus korupsi e-KTP pun terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
KPK kemudian mengungkap adanya kongkalikong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP sepanjang 2011-2012.
Akibat korupsi mega proyek secara berjemaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Keterlibatan Setya Novanto semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan dua mantan pejabat Kemendagri, yakni Sugiharto dan Irman sebagai terdakwa.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Kasus Setya Novanto ini juga diwarnai drama yang menghebohkan publik.
Pada 17 November 2017, Setya Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan.
Mobil yang ditumpanginya saat itu menabrak menabrak tiang listrik.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun dilarikan ke rumah sakit yang tak lain adalah RS Medika Permata Hijau.
Drama pun kembali muncul, di mana saat itu pengacara membuat pernyataan bila kepala Setya Novanto mengalami benjolan sebesar bakpao.
Akibat drama tersebut, akhirnya sang pengacara Fredrich Yunadi dijatuhi hukum terkait kasus perintangan penyidikan.
Setelah itu, KPK pun menjemput Setya Novanto dari Rumah Sakit, kemudian mengantarnya ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menjalani perawatan karena mengalami luka-luka saat kecelakaan.
Selanjutnya, Setya Novanto ditahan KPK pada 19 November 2017.
Saat menjalani sidang perdana pada 13 Desember 2017, Setya Novanto kembali membuat drama.
Saat itu ia tidak mau berbicara sama sekali dan memperlihatkan raut orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat.
Padahal hasil pemeriksaan dokter, Setya Novanto dinyatakan sehat dan bisa menjalani persidangan.
Upaya tersebut diduga dalam rangka mengulur waktu karena pada waktu bersamaan PN Jakarta Selatan membacakan putusan praperadilan yang diajukan Setya Novanto.
Setelah menjalani beberapa kali persidangan, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Setelah melalui serangkaian proses hukum, majelis hakim memberikan vonis kepada para pelaku atas keterlibatan dalam tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Delapan pelaku telah divonis bersalah oleh pengadilan dan mendapat hukuman berbeda tergantung sejauh mana keterlibatan mereka.
Adapun Setya Novanto kemudian divonis 15 tahun penjara pada 24 April 2018.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai 7,3 juta dollar AS karena terbukti melakukan korupsi dalam kasus e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Namun, MA menyunat hukuman Setya Novanto menjadi 12 tahun enam bulan penjara dan mengubah pidana denda menjadi Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan,
MA juga mewajibkan narapidana mengganti uang sebesar 7,3 dollar AS yang dikompensasi sebesar Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik KPK dan disetorkan.
Dengan dasar itulah, kewajiban membayar uang pengganti tersisa Rp 49 miliar subsider dua tahun penjara.
Setya Novanto kembali menjadi kontroversi saat menjalani masa hukuman.
Inspeksi mendadak Ombudsman Republik Indonesia pada September 2018 menemukan bahwa sel yang dihuni Setya Novanto lebih besar dan lebih mewah dari kamar tahanan napi lainnya.
Menurut pengamatan kami masih ada potensi maladministrasi terutama di Lapas Sukamiskin ada diskriminasi dalam kamar hunian," kata anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu ketika itu.
Setnov pun sempat diduga mendiami sel palsu ketika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menggelar inspeksi mendadak pada Juli 2018 yang ditayangkan di program Mata Najwa.
Jurnalis Najwa Shihab mengungkapkan barang-barang yang ada di dalam sel Novanto saat sidak, seperti baju, perlengkapan mandi, perlengkapan makan terkesan tak sesuai dengan Setya Novanto.
Najwa menilai, barang-barang pribadi yang ada di sel saat itu tak mencerminkan profil Novanto sehingga memunculkan asumsi bahwa Novanto tidak mendiami sel yang ia diami selama ini.
Beberapa saat kemudian, Menkumham Yasonna Laoly mengonfirmasi bahwa sel yang ditempati Novanto bukan sel aslinya.
Ia kemudian resmi bebas bersyarat pada Sabtu (16/8/2025).
Setya Novanto menghirup udara bebas usai peninjauan kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) dikabulkan dari 15 tahun menjadi 12 tahun enam bulan tahun.
Kusnali menjelaskan, pembebasan bersyarat yang didapat Setya Novanto sudah sesuai dengan aturan, yaitu narapidana menjalani dua per tiga masa pidana dari total pidana penjara selama 12,5 tahun.
“Dihitung dua per tiganya itu mendapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” jelas Kusnali dikutip dari Antara, Minggu (17/8/2025).
Setya Novanto mendapat pembebasan bersyarat karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, salah satunya dengan menginisiasi program klinik hukum.
Menurut Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakat Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianto, program tersebut sudah mendapat persetujuan dari pihak lapas.
“Seperti peer educator-lah (pendidik sebaya). Warga binaan support (mendukung) warga binaan,” kata Rika dikutip dari Antara, Minggu (17/8/2025).

Rika menambahkan, eks Ketua Umum Partai Golkar tersebut juga aktif dalam program ketahanan pangan di lapas.
Selain itu, Setya Novanto mengikuti program kemandirian dan pembinaan spiritual secara baik.
Setelah bebas bersyarat, status Setya Novanto sebagai narapidana berubah menjadi klien pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan Bandung.
Ia juga wajib lapor setidaknya satu kali dalam sebulan.
“Semua warga binaan yang diberikan program kebebasan bersyarat.
Itu juga dicek pertimbangan-pertimbangannya.
Jadi bukan hanya Setnov, ya, yang lain-lainnya juga sama,” jelas Rika.
Rika menambahkan, hak politik Setya Novanto dicabut selama 2,5 tahun walau mendapat pembebasan bersyarat.
Pencabutan hak politik terhitung sejak ia bebas murni pada 2029 mendatang.
Rika menyampaikan bahwa pihaknya hanya menjalankan putusan pengadilan terkait vonis MA atas permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto.
“Kalau kami, kan, melaksanakan putusan pengadilan, ya, bahwa diputus dicabut hak politiknya 2,5 tahun itu setelah berakhir masa bimbingan.
Artinya, setelah bebas, kan, bebas murninya itu setelah berakhir masa bimbingan,: jelas Rika dikutip dari Antara, Minggu (17/8/2025).
“Secara aturannya seperti itu, berdasarkan putusan pengadilan.
Sekali lagi, bukan aturan dari kami, tapi berdasarkan putusan pengadilan seperti itu,” pungkasnya.
(TribunTrends/ Amr)