Iran vs Israel
Petaka Besar Israel Sabotase Negosiasi Nuklir Teheran - Washington, Blunder Tak Disadari Netanyahu
Inilah petaka Israel sabotase negosiasi nuklir Teheran - Washington, blunder fatal yang tak disadari Benjamin Netanyahu, dimanfaatkan Donald Trump
Editor: Agung Santoso
Opsi kedua tampaknya lebih masuk akal, namun dengan pertimbangan taktis strategis Trump untuk tidak sampai mendongkel rezim Khamenei. Netanyahu dan Trump bersekongkol dengan pukulan pamungkas diputuskan Trump untuk menjatuhkan bom penghancur bunker lewat pembom strategis B-2 Spirit pada 22 Juni 2025.
Sesudah itu, perang berhenti dengan deklarasi gencatan senjata yang diumumkan Donald Trump dari Washington.

Menariknya, Trump lantas mempersilakan Teheran melanjutkan ekspor minyaknya, dan Tiongkok boleh mengapalkan impor minyaknya dari Iran.
Ini tentu saja hal sangat menarik dari pribadi Donald Trump yang impulsif dan serba tak terduga gaya politiknya.
Hal lain, Trump sepertinya tetap ingin mempertahankan keseimbangan di Timur Tengah, dengan membuat Israel tidak memborong seluruh kemenangan.
Secara tiba-tiba menghentikan perang Israel-Iran, bagi Trump adalah usahanya mencegah dunia Arab semakin terpinggirkan.
Ini yang dibaca Mohamed Sweidan, peneliti studi strategis di situs The Cradle. Sweidan menulis di berbagai platform media, yang kajiannya fokus urusan Rusia dan politik Turki. Menurutnya, jika Tel Aviv muncul dari konfrontasi ini sebagai pihak yang dominan, dunia Arab kehilangan pengaruh terakhirnya yang berarti.
Kemenangan Israel yang menentukan atas Iran dan sekutu-sekutunya di Gaza, Lebanon, Irak, dan Yaman akan menghilangkan penghalang terakhir bagi perluasan wilayah Israel Raya.
Ini doktrin kuno yang dipercaya kelompok ultranasionalis, Israel Raya mencakup semua wilayah
Palestina, Lebanon, sebagian Suriah, sebagian Yordania, sebagian Irak dan Iran, dan sebagian Mesir serta Arab Saudi. Perjuangan Palestina – yang selama ini menjadi kartu tekanan strategis bagi pemerintah Arab – akan dibongkar dalam semalam.
Para penguasa Teluk, yang dulunya terlindungi oleh persaingan regional, akan mendapati diri mereka dalam tekanan kuat Israel yang semakin berani. Namun hanya dalam 12 hari, Presiden AS Donald Trump “menyelamatkan” dunia Arab, menghentikan Iran, dan menolong Benyamin Netanyahu lolos dari ancaman hukum dan tekanan politik dalam negeri.
Mungkin jika mencari siapa sesungguhnya yang menang dalam perang kali ini, agaknya Donald Trump yang mengambil keuntungan jauh lebih banyak.
Ambisi Radikal Israel
Jauh sebelum perang langsung dengan Iran, menteri-menteri terkemuka Israel telah menyerukan aneksasi resmi Tepi Barat yang diduduki, merencanakan pendudukan kembali Gaza dalam jangka panjang, mendistribusikan peta yang menghapus Garis Hijau 1967, dan mempercepat pembangunan permukiman.
Bahkan sebelum Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, para menteri di kabinet Netanyahu telah mendorong aneksasi Tepi Barat yang diduduki, membubarkan Otoritas Palestina (PA), dan menduduki Gaza secara permanen.
Para pejabat Israel telah mengumumkan kesiapan mereka untuk tahun 2025 sebagai "Tahun Kedaulatan Israel" atas "Yudea dan Samaria" (Tepi Barat yang diduduki), setelah mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk itu.
Jika Iran dapat dikesampingkan, mereka percaya, Hizbullah melemah, dan Suriah sekarang dikuasai pemerintahan yang dibentuk barat dengan akar mendalam di Al-Qaeda.
Sumber: Tribun Jogja
Petaka Besar Israel Sabotase Negosiasi Nuklir Teheran - Washington, Blunder Tak Disadari Netanyahu |
![]() |
---|
Petaka Baru Israel Setelah Perang Lawan Iran, Gelombang Tuntutan Ganti Rugi, Netanyahu Stres Berat |
![]() |
---|
Bersiap Bekingi Iran? Inilah Hipersonik Oreshnik, Senjata Rusia Bisa Jangkau AS, Pantas NATO Cemas |
![]() |
---|
BREAKING NEWS! Amerika Gabung Israel Bombardir Iran, Fokus Ngebom Nuklir Fordow, Natanz, Isfahan |
![]() |
---|