Breaking News:

Keluarga Cendana

Probosutedjo Ungkap Seberapa Dekat dengan Soeharto, Terkuak Awal Mula Tahu Punya Kakak Beda Bapak

Cerita Probosutedjo tentang hubungannya dengan Soeharto, awal mula tahu punya kakak beda bapak.

Kolase Tribun Jabar
Cerita Probosutedjo tentang hubungannya dengan Soeharto, awal mula tahu punya kakak beda bapak. 

TRIBUNTRENDS.COM -  Kisah tentang Presiden RI ke-2 Soeharto selalu menarik untuk dibahas meski ia telah tiada.

Salah satunya kisah tentang hubungan Soeharto dengan adiknya yakni Probosutedjo.

Tak hanya dikenal sebagai adik Soeharto, semasa hidupnya Probosutedjo juga merupakan seorang pengusaha sukses.

Dikutip dari, hmsoeharto.com, ada cerita-cerita menarik tentang hubungan antara Probosutedjo dengan sang kakak, Soeharto, atau yang biasa dia sapa dengan panggilan 'Mas Harto'.

Baca juga: 5 Fakta Rumah Mewah Prabowo di Yordania, Eks Titiek Soeharto Tempati Kawasan Elit, Dekat Kedubes RI

Guru sekaligus pengusaha H. Probosutedjo masuk circle keluarga Cendana, dekat dengan Soeharto.
Guru sekaligus pengusaha H. Probosutedjo masuk circle keluarga Cendana, dekat dengan Soeharto. (Kolase TribunTrends/ist)

Bahkan, sewaktu kecil dia tidak mengetahui bahwa dia punya saudara kandung laki-laki yang bernama Soeharto.

Probosutedjo dilahirkan di desa   Kemusuk, Yogyakarta, Jawa Tengah, pada tanggal 1 Mei 1930.

Beliau adalah  anak kelima dari delapan kakak beradik. Bapaknya bernama Atmoprawiro dan ibunya bernama Soekirah.

Saya bukan saudara tiri Mas Harto

“Kita sebenarnya punya kakak satu lagi. Ya Mas Harto itu. Ibu bilang begitu.” Itu kalimat kakak saya yang nomor tiga, Mbakyu Basirah, yang masih saya ingat betul hingga kini.

Kalimat itu terucap pada tahun 1936,saat usia saya 6 tahun. Ucapan mbakyu saya memancing kening berkerut.

Setahu saya itu, kakak saya hanya tiga orang. Sukiyem yang sudah almarhum, Sucipto,dan Basirah sendiri.

Mana ada seorang kakak lagi? Saya tidak pernah melihatnya ada di rumah.

“Mas Harto?” saya mengulang pertanyaan dengan lugu.

Pikiran kanak-kanak saya segera menjelajah. Berusaha mengetahui siapa pemilik nama itu.

“Yang kadang mampir ke rumah kita itu lho. Yang dari Wuryantoro,” kata Mbakyu Basirah lagi, mencoba mengingatkan saya.

Saya masih tidak bisa membayangkan wajah siapa pun. Waktu kemudian bergulir. Dan akhirnya sosok itu datang lagi ke rumah kami di Kemusuk.

Perlahan-lahan saya bisa mengingat bahwa dia memang pernah ke rumah kami, tapi jarang sekali.

Seorang remaja yang sangat baik dan cakap, berwajah bulat ramah, dengan mata agak sipit, dan hidung yang bangir.

Jika tertawa, matanya bertambah kecil. Namun,selama itu saya tak pernah tahu dia kakak kandung saya.

“Jadi dia kakak kita?” Saya mencari keyakinan pada Mbakyu Basirah.

“ Ya, mas Harto,” Basirah mengangguk. “Dilahirkan Ibu, sebelum Ibu menikah dengan Bapak.” Saya mengangguk-angguk.

Itulah awal pengenalan saya pada sosok Soeharto,atau yang saya panggil Mas Harto.

Tidak saya duga sama sekali, saudara kandung yang “terlambat” hadir dalam hidup saya ini kelak justru menjadi saudara dekat. Teramat dekat.

Satu Ibu

Kenyataan Mas Harto adalah saudara satu perut, Pada masa kecil hanya saya artikan sebagai kenyataan yang membuat saya riang.

Pasalnya, dia memang seorang pemuda yang baik dan mengayomi anak-anak kecil.

Saya tak pernah mengira bahwa berpuluh-puluh tahun kemudian, pemberitahuan Mbakyu Basirah itu menjadi agenda serius yang harus saya uraikan dengan begitu detail. Yakni, ketika orang-orang meragukan saya sebagai adik Mas Harto.

Rumor yang menyebutkan saya saudara tiri Mas Harto menjadi satu dari sekian banyak kontroversi yang berkobar-kobar selama masa pemerintahan kakak saya di Bumi Pertiwi ini.

Banyak orang menyangsingkan status saya sebagai adik Mas Harto. Berbagai suara menyebutkan saya hanya sudara jauh.

Atau, bahkan ada yang mengatakan saya tak lebih dari saudara tiri yang tak ada hubungan sedarah sama sekali.

Malah ada juga yang menduga, jangan-jangan saya malah bukan siapa-siapanya Mas Harto.

Menghadapi pernyataan-pernyataan itu, saya selalu hanya tersenyum. Mas Harto, atau Soeharto, Presiden RI ke-2, adalah saudara kandung.

Anak yang terlahir dari rahim Ibu yang juga mengandung saya. Seseorang yang bukan saja menjadi dekat fisik, tapi juga batin.

Kami adalah dua orang dengan perbedaan karakter yang sangat jelas. Mas Harto adalah batu karang yang kukuh dan diam.

Saya adalah gelombang yang menghempas-hempas. Namun, dasar nurani kami memiliki warna yang nyaris sama.

Baca juga: 8 Momen Soeharto saat Blusukan, Pantang Makan di Restoran, Aksinya Buat Pejabat Daerah Kalang Kabut

Sebelum saya berkisah tentang bagaimana rapatnya hubungan saya dengan Mas Harto, saya merasa perlu mengurai silsilah saya.

Siapa leluhur saya, dan bagaimana kultur yang mengembangkan saya, saudara-saudara saya, termasuk Mas Harto.

Sebuah wadah awal kehidupan berhasil “menggodok” kami menjadi pribadi-pribadi dengan keyakinan pada karakter diri ,dan selalu teguh mengarahkan langkah dalam kondisi sesulit apa pun.

Orangtua dan budaya masa kecil kami mengajarkan bagaimana pikiran, hati, kedua kaki, dan sepasang tangan kami harus begerak mengiringi melodi kehidupan.

Susah, senang, di atas, di bawah, kami harus menjadi orang-orang yang menghargai kehidupan. Kami adalah anak-anak dusun. Wong ndeso. Tapi tidak ndesani. (hmsoeharto.com)

Tribuntrends/TribunBatam.id 

Sumber: Tribun Batam
Tags:
SoehartoProbosutedjo
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved