Breaking News:

Palestina vs Israel

Israel Tak Bisa Mengelak! Terbongkar Dokumen Bukti Genosida di Gaza, Amerika Ikut Bergelimang Dosa

Israel tak bisa lagi mengelak! Akhirnya terbongkar sebuah dokumen bukti genosida atau pembantaian etnis di Gaza Palestina.

Editor: Agung Santoso
Tribun Medan
Israel tak bisa lagi mengelak! Akhirnya terbongkar sebuah dokumen bukti genosida atau pembantaian etnis di Gaza Palestina. 

TRIBUNTRENDS.COM - Israel tak bisa lagi mengelak! Akhirnya terbongkar sebuah dokumen bukti genosida atau pembantaian etnis di Gaza Palestina.

Atas dosa besar bukti pembantaian etnis di Gaza itu, Amerika Serikat ikut bergelimang dosa, kok bisa?

Karena dari dokumen itu terbukti Angkatan Udara (AU) Amerika Serikat (AS) secara diam-diam memberikan informasi intelijen kepada Israel atas serangan membabibuta di Gaza.

israel genosida gaza
Israel tak bisa lagi mengelak! Akhirnya terbongkar sebuah dokumen bukti genosida atau pembantaian etnis di Gaza Palestina.

Militer Amerika Serikat dengan jelas ikut mendikte dan mengarahkan titik-titik serangan di Gaza hingga membuat Gaza beserta penghuni dan bangunannya porak-poranda.

Ratusan ribu nyawa tak berdosa pun melayang, termasuk wanita dan anak-anak serta rakyat sipil yang notabene tak tahu apa-apa soal manuver Hamas yang dipersoalkan Israel . 

Baca juga: YA TUHAN, Kuburan di Gaza Digali dengan Buldozer Israel, Ribuan Jasad Berserakan, 150 Jenazah Dicuri

AU AS juga mengerahkan “agen intelijen di lapangan,” untuk mengarahkan pemboman yang dilakukan Israel dalam perang Gaza.

Hal itu diungkap The Intercept dalam laporannya, Kamis (11/1/2023), mengutip informasi yang diperoleh berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Informasi AS.

"Informasi yang digunakan untuk melakukan serangan udara dan menembakkan senjata artileri jarak jauh – telah memainkan peran penting dalam pengepungan Israel di Gaza. Sebuah dokumen yang diperoleh melalui Freedom of Information Act menunjukkan bahwa Angkatan Udara AS mengirim perwira yang berspesialisasi intelijen ke Israel pada akhir November,” tulis outlet media tersebut.

Hanya beberapa hari setelah Operasi Banjir Al-Aqsa, Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa pemerintahannya akan berbagi informasi intelijen dan mengerahkan para ahli dari seluruh AS.

"(Tujuannya) untuk memberi advis dan saran kepada rekan-rekan Israel mengenai upaya pemulihan (pembebasan) sandera,” kata Biden saat itu.

Namun pada 21 November, Angkatan Udara AS mengeluarkan pedoman penempatan perwira yang dikirim ke Israel, yang menurut The Intercept akan digunakan “untuk memberikan infromasi intelijen dari satelit kepada Israel untuk tujuan penargetan ofensif.”

Baca juga: AKAL BUSUK Israel Terbongkar, Usir Warga Palestina dari Gaza, Setelah Kosong Rampok Harta Rp372 M

AS Terlibat Genosida
Lawrence Cline, mantan perwira intelijen AS di Irak, mengatakan kepada outlet tersebut bahwa mereka yang dikirim adalah “petugas penargetan.”

Dokumen yang dikutip oleh The Intercept tersebut menyatakan memberikan instruksi khusus kepada perwira Angkatan Udara AS – beberapa di antaranya berspesialisasi dalam memberikan informasi intelijen sensitif kepada tentara Israel.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan AS terlibat dalam kejahatan perang Israel dengan memberikan bantuan militer dan memberikan informasi intelijen untuk membantu negara pendudukan tersebut menargetkan warga Palestina di Gaza.

“Secara umum, para pejabat AS yang memberikan dukungan kepada negara lain selama konflik bersenjata ingin memastikan bahwa mereka tidak (mau ketahuan) membantu dan bersekongkol dalam kejahatan perang,” kata Brian Finucane dari LSM Crisis Group.

Warga Palestina memeriksa kerusakan menyusul serangan Israel di daerah Zawayda di Jalur Gaza tengah pada 30 Desember 2023
Warga Palestina memeriksa kerusakan menyusul serangan Israel di daerah Zawayda di Jalur Gaza tengah pada 30 Desember 2023 (AFP)

Pada pertengahan November, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Biden karena “kegagalan mencegah dan terlibat dalam genosida yang dilakukan pemerintah Israel” di Gaza.

Meskipun demikian, walau secara terbuka mendesak Israel untuk melindungi warga sipil, Washington terus mendorong upaya Israel melanjutkan perang brutal.

Pada awal Desember, Washington telah memberi Tel Aviv sekitar 15.000 bom dan 57.000 peluru artileri.

Ini termasuk 100 BLU-109, bom penghancur bunker seberat 2.000 pon yang telah menewaskan banyak warga Palestina di Jalur Gaza.

Ini Deretan 'Kalimat Ngeles' Israel dari Tudingan Genosida di Gaza

Dan inilah sederet 'argumen ngeles' Israel dalam sidang gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda.

ICJ mendengarkan argumen Israel terhadap gugatan Afrika Selatan (Afsel) pada Jumat (12/1/2024). Di hari pertama sidang genosida ICJ, Kamis (11/1/2024), Afsel meminta agar pengadilan mengeluarkan perintah darurat untuk menghentikan pemboman, baik lewat udara dan invasi darat di wilayah tersebut.

Afrika Selatan mengeklaim, Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948 dalam perangnya melawan kelompok militan Hamas Palestina di Gaza. Hampir 24.000 orang telah terbunuh di daerah kantong tersebut sejak 7 Oktober, hampir 10.000 di antaranya adalah anak-anak. Ribuan orang lainnya hilang di bawah reruntuhan dan diperkirakan tewas.

Berikut ini isi argumen Israel di sidang genosida ICJ:

1. Gugatan Afsel Mendistorsi Tindakan Militer di Gaza
Pengajuan argumen Israel dipimpin oleh pengacara dan akademisi Inggris Malcolm Shaw KC.

Shaw berpendapat bahwa gugatan Afrika Selatan “mendistorsi” dan “mendekontekstualisasikan” tindakan militer Tel Aviv di Gaza.

Pengungsi Palestina tiba di zona yang lebih aman di selatan Kota Gaza pada 12 November 2023, setelah meninggalkan rumah mereka di Jalur Gaza utara di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. (Mahmud HAMS / AFP)
Pengungsi Palestina tiba di zona yang lebih aman di selatan Kota Gaza pada 12 November 2023, setelah meninggalkan rumah mereka di Jalur Gaza utara di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. (Mahmud HAMS / AFP) (Mahmud HAMS/ AFP)

2. Hak untuk Membela Diri
Israel berpendapat bahwa serangan Hamas terhadap pos-pos tentara dan desa-desa sekitar di Israel selatan – serta penculikan ratusan tawanan – pada tanggal 7 Oktober adalah awal dari perang Gaza.

Tel Aviv (mengeklaim) mempunyai hak untuk mempertahankan diri, berdasarkan hukum internasional.

Seorang advokat untuk tim Israel, Tal Becker mengatakan kepada pengadilan bahwa Konvensi Genosida dibuat setelah pembunuhan massal orang-orang Yahudi dalam Holocaust.

Frasa “tidak akan pernah lagi” adalah salah satu “kewajiban moral tertinggi” bagi Israel, kata Becker.

Menurut Becker, dengan meminta perintah sementara terhadap invasi Israel, Afrika Selatan sedang mencoba untuk menolak kesempatan Israel untuk memenuhi kewajibannya terhadap para tawanan dan pengungsi Israel.

ICJ, pada tahun 2003, memutuskan bahwa kekuatan pendudukan tidak dapat mengeklaim hak untuk membela diri, dalam kasus yang melibatkan pembangunan tembok pemisah oleh Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Sedangkan Israel tidak menganggap dirinya sebagai kekuatan pendudukan sejak melepaskan diri dari Gaza pada tahun 2006.

Menananggapi isi argumen Israel, juru kampanye senior Palestina di organisasi hak asasi manusia, War on Want, Neil Sammonds mengatakan kepada Al Jazeera bahwa argumen Israel “lemah”.

“Tentu saja, baik Afrika Selatan maupun organisasi hak asasi manusia seperti kami mengutuk pembunuhan warga sipil dan penyanderaan (oleh Hamas),” kata Sammonds.

“Tetapi ini sama sekali tidak membenarkan tanggapan Israel. Sebagai kekuatan pendudukan, Israel tidak memiliki hak untuk membela diri – argumen ini tidak masuk akal.”

Kepulan asap mengepul di atas Khan Yunis dari Rafah di jalur Gaza selatan selama pemboman Israel pada, Senin (8 Januari 2024) di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Pejuang Rakyat Palestina (Hamas).
Kepulan asap mengepul di atas Khan Yunis dari Rafah di jalur Gaza selatan selama pemboman Israel pada, Senin (8 Januari 2024) di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Pejuang Rakyat Palestina (Hamas). (AFP)

3. Niat Genosida

Tim hukum Israel mengatakan tuduhan Afrika Selatan bahwa Tel Aviv mempunyai niat untuk “menghancurkan” rakyat Palestina didasarkan pada “pernyataan acak”.

Namun, Direktur Advokasi Krisis dan Proyek Khusus di Human Rights Watch, Akshaya Kumar mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tidak masuk akal untuk menganggap komentar pejabat tinggi sebagai “pernyataan acak”.

“Beberapa pernyataan paling terbuka dibuat oleh presiden, perdana menteri, dan menteri pertahanan serta pengambil keputusan penting lainnya,” kata Kumar.

Selama presentasinya, Shaw mengatakan bahwa pernyataan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu dan menyinggung “Amalek” – yang dikutip secara khusus oleh tim Afrika Selatan selama sidang hari pertama – telah diambil di luar konteks.

Dalam pernyataan yang dikutip oleh Afsel, Netanyahu mendesak pasukan darat yang bersiap memasuki Gaza untuk "mengingat apa yang telah dilakukan Amalek terhadap Anda".

"Ini mengacu pada perintah alkitabiah Tuhan kepada Saulus untuk melakukan pembalasan terhadap penghancuran seluruh kelompok orang," kata Pengacara kedua yang mewakili Afsel, Tembeka Ngcukaitobi

Shaw menerangkan bahwa Netanyahu masih melanjutkan kalimatnya.

"Militer Israel adalah tentara paling bermoral, dan melakukan segalanya untuk menghindari pembunuhan orang-orang tak berdoa," urai Shaw, menjelaskan ucapan Netanyahu.

Sedangkan dalam video rekaman yang tersedia, Netanyahu tidak mengucapkan kata-kata tersebut setelah menyinggung soal "Amalek".

Seorang pemukim Israel menghadapi seorang pengunjuk rasa Palestina selama demonstrasi menentang perluasan pemukiman, di desa al-Mughayer, timur Ramallah di Tepi Barat yang diduduki, pada 29 Juli 2022.
Seorang pemukim Israel menghadapi seorang pengunjuk rasa Palestina selama demonstrasi menentang perluasan pemukiman, di desa al-Mughayer, timur Ramallah di Tepi Barat yang diduduki, pada 29 Juli 2022. (Photo by ABBAS MOMANI / AFP)

4. Tindakan genosida
Menanggapi tuduhan tindakan genosida, termasuk pembunuhan massal dan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil, pengacara Israel mengeklaim bahwa Hamas menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia.

Pengacara Israel mengklim bahwa pasukan Israel berusaha untuk “meminimalkan” kerugian sipil.

Ada catatan yang menunjukkan beberapa kasus warga sipil ditembak dan dibunuh ketika mereka jelas-jelas tidak bersenjata dan mencoba mengungsi.

Dalam video terverifikasi baru-baru ini, yang dibagikan secara luas di media sosial, seorang nenek Palestina terlihat berusaha melewati rute keluar dari Gaza utara. Wilayah itu dinyatakan aman oleh pasukan Israel.

Nenek itu, sambil berpegangan tangan dengan cucunya yang berusia lima tahun, berjalan sambil mengibarkan bendera putih. Dia ditembak mati oleh penembak jitu.

Pada bulan Desember, Israel juga membunuh tiga warganya sendiri. Mereka juga mengibarkan bendera putih dan menulis pesan SOS dengan sisa makanan.

Israel menanggapi hal ini dengan mengatakan tentaranya bertindak di bawah tekanan besar dan telah melakukan kesalahan.

- Klaim Selesaikan Pelanggaran Aturan Perang dengan Sistem Hukum Israel
Pengacara Israel mengatakan bahwa segala kekhawatiran mengenai pasukan Israel melanggar aturan perang, akan diselesaikan dengan sistem hukum Israel yang kuat.

Namun, Kumat mengatakan Human Right Watch (HRW) menemukan butki bahwa Israel menjalankan sistem peradilan yang sangat cacat dan tidak setara.

"Pihak berwenang secara rutin gagal meminta pertanggungjawaban pasukan mereka, ketika pasukan keamanan membunuh warga Palestina, termasuk anak-anak," kata Kumar.

"Penggunan kekuasaan mematikan tidak dibenarkan berdasarkan norma-norma internasional," kata Kumar.

Pengunjuk rasa Israel mengambil bagian dalam unjuk rasa yang menyerukan pengunduran diri PM Benjamin Netanyahu, di Tel Aviv pada 6 Januari 2024.
Pengunjuk rasa Israel mengambil bagian dalam unjuk rasa yang menyerukan pengunduran diri PM Benjamin Netanyahu, di Tel Aviv pada 6 Januari 2024. (AHMAD GHARABLI / AFP)

5. Kurangnya Yurisdiksi
Shaw mengatakan Pretoria gagal berkomunikasi dengan Tel Aviv mengenai kasus genosida, sebelum mengajukan permohonan ke pengadilan.

Padahal prosedur ini diwajibkan oleh peraturan pengadilan sendiri.

Perwakilan Israel mengklaim Afrika Selatan hanya memberi beberapa hari untuk menanggapi pemberitahuan bahwa mereka melakukan genosida.

Pengacara Israel mengatakan bahwa Tel Aviv bersedia untuk “berdialog”, namun perwakilan Afrika Selatan pertama-tama menolak surat tertulis karena alasan hari libur.

Dan kemudian menjawab bahwa “tidak ada gunanya” melakukan diskusi.

Hal ini, kata Shaw, menimbulkan pertanyaan apakah kasus genosida seharusnya diajukan ke pengadilan, yang berarti pengadilan mungkin tidak mempunyai kekuasaan untuk mengadili.

Afrika Selatan belum menanggapi klaim bahwa mereka menolak dialog semacam itu.

6. Bantuan Kemanusiaan
Perwakilan Israel mengatakan tuduhan bahwa mereka memblokade makanan, air, bahan bakar dan pasokan penting lainnya dari Gaza “tidak akurat”

Ada 70 truk bantuan makanan diizinkan masuk ke Gaza sebelum perang dan jumlah tersebut telah meningkat menjadi 106 truk dalam dua minggu terakhir.

Menurut PBB, 500 truk bantuan memasuki Gaza setiap hari sebelum perang, setelah itu Israel melarang semua bantuan masuk.

Sekitar 200 truk setiap hari diizinkan masuk selama jeda singkat pertempuran yang disepakati antara Israel dan Hamas.

Di luar periode gencatan senjata, kurang dari 100 truk yang masuk.

Para jurnalis Palestina telah berulang kali melaporkan bahwa gencarnya pemboman di Jalur Gaza sering kali terjadi tanpa peringatan, dan para jurnalis sendirilah yang menjadi sasaran serangan besar-besaran.

Beberapa rumah sakit telah dibombardir dan dibiarkan tidak berfungsi.

Human Rights Watch menemukan bahwa Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.”

7. Apa Selanjutnya?
Mengakhiri argumen Israel pada hari Jumat, Gilad Noam, Wakil Jaksa Agung Israel untuk urusan internasional, mengatakan pengadilan seharusnya tidak memerintahkan tindakan sementara (untuk menghentikan serangan terhadap Gaza).

Karena, menurut Israel, Hamas dianggap sebagai organisasi teroris (oleh Israel) dan karena tindakan seperti itu akan menyebabkan kerugian bagi Israel.

ICJ menyatakan akan segera mengumumkan keputusannya.

Belum ada tanggal pastinya kapan pengumuman itu dikeluarkan.

"Kemungkinan pengadilan akan mengeluarkan pernyataan dalam beberapa minggu mendatang," kata para ahli. 

* Diolah dari berita Tribunnews.com 

Tags:
Amerika SerikatGazaIsraelgenosida
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved