Palestina vs Israel
Ada Ratusan Pasien UGD Tiap Hari, Kini 600 Pasien & Staf RS Al-Aqsa Diusir, Israel Beri Peringatan
Makin terdesak! Pasien dan staf RS Al-Aqsa diusir Israel. Diperingatkan serangan akan meningkat dan situasi tak aman.
Editor: Suli Hanna
TRIBUNTRENDS.COM - Nasib pasien dan staf RS Al-Aqsa makin terdesak.
Sudah kewalahan tangani pasien UGD yang membludak, kini mereka diusir paksa oleh Israel.
Israel juga memperingatkan tentang serangan yang makin intens dan situasi yang tak aman.
Menurut Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebereyesus, enam ratus pasien dan staf medis meninggalkan Rumah Sakit Al-Aqsa di DeirAl Balah Gaza Tengah.
Keputusan 600 pasien dan staf meninggalkan RS Al-Aqsa menyusul perintah evakuasi Israel di tengah banyaknya orang yang terluka tiba di fasilitas medis tersebut.
Dengan adanya perintah evakuasi Israel, menunjukan adanya ekosdus staf medis dari rumah sakit tersebut.
Pada hari Minggu, pejabat WHO Sean Casey sempat mengunjungi RS tersebut sebelum adanya perintah evakuasi.
Baca juga: NASIB Istri Netanyahu Kena Semprot Keluarga Sandera Israel, Dibentak dan Diteriaki Gara-gara Kritik
Ia mengatakan, rumah sakit tersebut beroperasi dengan 30 persen staf dibandingkan beberapa hari yang lalu, dikutip dari The New Arab.
Setiap harinya, rumah sakit tersebut juga telah menerima ratusan korban di Unit Gawat Darurat (UGD).
Beberapa LSM Internasional yang meninggalkan rumah sakit tersebut di antaranya, Doctors Without Borders (MSF), International Rescue Committee (IRC), dan Medical Aid for Palestines (MAP).
Menurut keterangan Pimpinan Klinis tim darurat MAP yang bekerja di RS Al-Aqsa, Nick Maynard alasan ia meninggalkan rumah sakit karena Israel telah memberitahunya akan ada peningkatan serangan di sekitar RS.
"Akan ada peningkatan serangan di sekitar rumah sakit dan tidak aman bagi kami untuk pergi ke sana," katanya.
Baca juga: YA TUHAN, Kuburan di Gaza Digali dengan Buldozer Israel, Ribuan Jasad Berserakan, 150 Jenazah Dicuri

Beberapa Staf Medis Memilih Bertahan
Setelah meninggalkan rumah sakit, Maynard melihat masih ada serangan di rs tersebut.
“Melihat ke arah rumah sakit kita bisa melihat awan asap besar di atas area tersebut…
Kita bisa mendengar pemboman yang tak henti-hentinya,” kata Maynard.
Ia juga mengatakan saat ini masih ada banyak staf dan pasien yang memilih untuk teteap tinggal di RS tersebut.
"Kami sangat mengkhawatirkan keselamatan dan nyawa teman dan kolega kami, staf nasional, yang masih berada di Rumah Sakit Al-Aqsa," katanya.
Pada hari-hari sebelum penggusuran, rumah sakit tersebut sudah berjuang untuk mengatasi masuknya orang-orang yang terluka dan berkurangnya kapasitas karena kekurangan staf.
“Pasien jelas sekarat di unit gawat darurat yang bisa diselamatkan jika ada cukup staf untuk menjalankan ruang operasi hingga kapasitas penuh,” kata Maynard.
RS Al-Aqsa merupakan rumah sakit terakhir yang masih beroperasi di Gaza Tengah.
Sebagai informasi, Israel telah menggempur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober.
Akibat serangan tersebut, hingga saat ini jumlah warga Palestina yang meninggal sebanyak 23.210 orang.
Dari jumlah korban tewas tersebut kebanyakan kebanyakan wanita dan anak-anak, sementara 59.167 lainnya mengalami luka-luka.
Sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi, sementara semuanya berada dalam kondisi rawan pangan.
Ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung, dan kurang dari setengah truk bantuan yang memasuki wilayah tersebut dibandingkan sebelum konflik dimulai.*)
'Pengecut' Hamas Tak Gentar Meski Israel Serang Pakai Bom, Tewasnya Pimpinan Tak Patahkan Perlawanan
AKSI Israel luncurkan bom menewaskan pimpinan senior Hamas, namun hal ini tak meredupkan semangat perlawanan mereka.
Hamas pun mengecam tindakan ini sebagai aksi 'pengecut'.
Beberapa kader dan pimpinan Hamas dikabarkan tewas dalam aksi pengemboman ini.
Saleh al-Arouri, pemimpin senior Hamas dan salah satu pendiri sayap militer, Brigade Ezzedine al-Qassam, dilaporkan terbunuh oleh serangan pesawat tak berawak Tentara Israel (IDF) di pinggiran Dahiyeh di Beirut pada Selasa (2/1/2023) malam.
Serangan Israel tersebut dilaporkan menargetkan sebuah gedung yang menjadi kantor Hamas di Lebanon.
Serangan tiga rudal, disebutkan menewaskan Arouri dan enam pemimpin serta kader lain gerakan Hamas.
Mereka adalah Samir Fandi, Azzam al-Aqra, Mahmoud Zaki Shaheen, Mohammad Bashasha, Mohammad al-Rayes, dan Ahmed Hammoud.
Hamas merespons serangan Israel itu dengan mengatakan kalau kematian Saleh al-Arouri tidak akan mematahkan perlawanan militan yang bertempur di Gaza.
Baca juga: Siapa Tal Mitnick? Remaja Israel Kecam IDF Bunuh Sandera, Tolak Perang Lawan Hamas Kini Dipenjara

Hamas juga menyebut pengeboman Israel di negara lain, merupakan aksi pengecut.
“Pembunuhan pengecut yang dilakukan oleh pendudukan Zionis terhadap para pemimpin dan simbol rakyat Palestina di dalam dan di luar Palestina tidak akan berhasil mematahkan kemauan dan ketabahan rakyat kami atau melemahkan kelanjutan perlawanan mereka yang gagah berani,” kata pejabat senior Hamas, Izzat al-Rishq mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Dia mengklaim bahwa serangan itu “sekali lagi membuktikan kegagalan Israel dalam mencapai tujuan agresi militernya di Jalur Gaza.
Baca juga: Nasib Remaja Israel Tolak Perang Lawan Hamas di Gaza, Dipenjara 30 Hari, Berani Kritik IDF
Israel Cuci Tangan
Israel sepertinya sangat paham atas risiko pengeboman yang mereka lakukan di negara orang, perang akan meluas dan Lebanon akan mendeklarasikan perang terbuka lintas perbatasan.
Hal ini sudah diwanti-wanti Amerika Serikat (AS), sekutu abadinya, agar gejolak dan eskalasi militer di Timur Tengah tidak kian panas.
Meluasnya perang, secara langsung akan berdampak dan bikin pusing AS untuk mengatasi konflik di kawasan yang penting bagi pundi-pundi negara tersebut.
Ingin lepas dari tanggung jawab atas pengeboman di Beirut tersebut, Penasihat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Mark Regev, menyatakan pihaknya tidak bertanggung jawab atas serangan tersebut.
“Kami tidak mengaku bertanggung jawab atas serangan di Beirut, dan serangan tersebut tidak menargetkan pemerintah Lebanon atau Hizbullah,” katanya kepada MSNBC.
Namun satu jam sebelumnya, duta besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menyatakan selamat atas keberhasilan bombardemen IDF tersebut.
“Saya mengucapkan selamat kepada tentara Israel (IDF), Shin Bet, Mossad dan pasukan keamanan atas pembunuhan pemimpin Teroris Hamas Saleh Al-Arouri,” katanya di media sosial.
Tak Izin AS Mau Serang Wilayah Lebanon
Axios melansir, dua pejabat AS mengatakan kalau Israel memang berada di balik serangan pada Selasa malam tersebut.
Namun, mereka mengklaim bahwa Israel tidak memberi tahu Gedung Putih sebelum serangan tersebut.
Seorang pejabat senior Israel membenarkan kalau Israel tidak memberi tahu AS sebelumnya .
Meski begitu, dia mengatakan IDF memberi tahu Gedung Putih "saat operasi sedang berlangsung."
Baca juga: FOTO-FOTO 14 Wajah Tentara Elit IDF Tewas Mengerikan Dihabisi Hamas, Israel Kehabisan Ahli Perang

Sosok Saleh al-Arouri
Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah secara terbuka memperingatkan Israel beberapa minggu lalu agar tidak mencoba membunuh para pemimpin Hamas di Beirut.
Ia mengancam akan memberikan tanggapan keras jika hal itu terjadi.
Adapun Saleh al-Arouri merupakan komandan militer Brigade Al Qassam di Tepi Barat yang diduduki.
Araouri disebut berupaya memperkuat kehadiran gerakan pembebasan Palestina tersebut di sana dengan mendanai dan merencanakan operasi melawan pasukan Israel.
Dia juga baru-baru ini digambarkan sebagai “salah satu arsitek” operasi Banjir Al-Aqsa, di mana Hamas dan faksi perlawanan Palestina lainnya menyerang pangkalan militer dan permukiman Israel di wilayah Gaza pada 7 Oktober.
Pada tahun 1992, dia ditawan dan dipenjarakan oleh tentara Israel selama 18 tahun.
Pada tahun 2015, ia ditetapkan sebagai teroris oleh Departemen Luar Negeri AS.
Pada tahun 2017, ia terpilih sebagai wakil pemimpin Biro Politik Hamas.
Kemudian, pada tahun 2018, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan hadiah sebesar $5 juta untuk setiap informasi yang mengarah pada penangkapannya.

Arouri memainkan peran penting dalam melaksanakan “Operation Faithful To The Free” (Operasi Yakin untuk Merdeka) yang berujung pada pertukaran tentara Israel Gilad Shalit dengan 1.027 tahanan Palestina, termasuk Yahya Sinwar, pemimpin politik utama Hamas di Gaza.
Saat bermarkas di Beirut, Arouri berkoordinasi erat dengan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah dan para pejabat Iran sebagai bagian dari Poros Perlawanan.
Pada bulan Agustus, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan membunuh Arouri.
Sebagai tanggapan, Arouri menjawab,
“Abu Ammar [Yaser Arafat] syahid bersama Syekh Ahmed Yassin dan semua pemimpin Hamas. Abu Ali Mustafa [pemimpin PFLP] dan ribuan syuhada.
Darah dan jiwa kita tidak lebih berharga atau lebih berharga dibandingkan martir mana pun.
Pertama dan terakhir, syahid yang mendahului kita lebih tinggi dari kita.”
(Tribunnews.com/Farrah Putri, oln/*/TC)
Diolah dari artikel Tribunnews.com (1) dan Tribunnews.com (2)
Sumber: Tribunnews.com
Detik-detik Marwan Al-Sultan Dibom Israel, Direktur RS Indonesia di Gaza Tewas Bersama Anak & Istri |
![]() |
---|
Sosok Marwan Al-Sultan, Direktur RS Indonesia di Gaza Tewas Dibom Israel, Ribuan Pasien Terancam! |
![]() |
---|
Dukung Prabowo yang Siap Akui Israel, MUI Ingatkan Kejahatan Netanyahu ke Palestina: Harus Dihukum! |
![]() |
---|
Prabowo Siap Akui Israel Jika Palestina Merdeka, MUI Mendukung: Sesuai Hasil Ijtimak Ulama Fatwa |
![]() |
---|
Serangan Balik Iran ke Israel, Netanyahu Ngumpet, 500 Rudal Hujam Tel Aviv: Balas Kematian Nasrallah |
![]() |
---|