Pengungsi Rohingya
Pengungsi Rohingya Gelar Aksi Mogok Makan, Tuntut Penampungan Lebih Layak Seperti Kamp Bangladesh
Pengungsi Rohingya di Aceh pilih mogok makan, mereka menuntut diberi penampungan yang layak seperti kamp Bangladesh.
Editor: jonisetiawan
TRIBUNTRENDS.COM - Ratusan pengungsi Rohingya yang menempati basement Balee Meuseuraya Aceh (BMA) menggelar aksi mogok makan.
Aksi mogok makan itu terjadi saat waktu makan siang dan malam.
Mereka sengaja mogok makan karena protes dan menuntut kelayakan lokasi penampungan.
Perihal tentang penolakan makan ini dibenarkan oleh Kasatintelkam Polresta Banda Aceh, Kompol Suryo Sumatri Darmoyo, Sabtu (23/12/2023).
Namun syukurnya, para pengungsi akhirnya bersedia untuk makan kembali.
Baca juga: Kelakuan Pengungsi Rohingya, BAB Sembarangan di Tambak Warga, Akhirnya Dipindahkan Secara Paksa

"Iya ada aksi penolakan makan terjadi saat siang hari (Jumat, 22/12/2023) kemarin, namun setelah dibujuk oleh petugas, mereka mau makan kembali.
Akan tetapi aksi itu kembali terulang saat jam makan malam.
Tapi mereka akhirnya makan karena mungkin merasa lapar," kata Suryo.
Pembagian makan malam dilakukan oleh Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI) melalui relawan PMI Banda Aceh.
Namun para pengungsi Rohingya melakukan aksi penolakan makanan (aksi mogok makan).
Setelah diberikan arahan oleh pihak relawan RAPI, baru pada pukul 21.10 WIB, warga asing asal Rohingya mulai mengambil nasi beserta minuman yang dibagikan.

Berdasarkan keterangan dari salah satu warga Rohingya yang berkomunikasi dengan petugas melalui aplikasi translater, para etnis Rohingya menuntut kejelasan penempatan dan hunian yang layak seperti di Camp Bangladesh.
Selain itu, salah seorang warga Rohingya bernama Ridwan mengaku kehilangan sejumlah pakaian miliknya yang terdiri dari celana dan sarung.
"Usai mengadu ke petugas, Ridwan berusaha mencari pakaiannya dengan menggeledah tas para pengungsi lain.
Selembar celana ditemukan dalam sebuah tas milik pemuda Rohingya," ungkapnya.
Baca juga: Bukan Mengungsi, Ternyata Tujuan Rohingya Datang ke Aceh untuk Cari Pekerjaan, Rela Bayar Rp16 Juta
Setelah sempat protes dan mencari selama kurang lebih setengah jam, akhirnya petugas memerintahkan Ridwan untuk mencarinya besok agar tak mengganggu waktu istirahat pengungsi lainnya.
Ridwan pun menurut dan situasi kembali aman dalam penjagaan sejumlah anggota polisi, Satpol PP dan pihak medis.
Di lokasi, ratusan pengungsi Rohingya hanya dijaga personel gabungan kepolisian, medis dan Satpol PP.
"Sementara, pihak UNHCR atau yang lainnya yang berkewajiban mengurus pengungsi tidak dapat ditemukan.
Ketidakhadiran mereka sudah terjadi sejak lama," pungkasnya.
BAB Sembarangan
Sementara itu beberapa waktu lalu, pengungsi Rohingya dikabarkan buang air besar sembarangan.
Imbasnya, 180 pengungsi Rohingya yang ditampung di pinggir Pantai Gampong Blang Raya, Kabupaten Pidie, dipindahkan secara paksa.
Diketahui kedatangan pengungsi Rohingya telah menimbulkan kegelisahan di tengah-tengah masyarakat lokal.
Seiring berjalannya waktu, warga Aceh semakin enggan menerima kedatangan para pengungsi Rohingya.
Penolakan ini muncul akibat perilaku para pengungsi yang dianggap tidak pantas di tengah masyarakat setempat.
Kelakuan mereka telah membuat geram warga, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi tempat penampungan para pengungsi tersebut.
Baca juga: Nelayan Aceh Gigih Bergilir Patroli Tengah Laut Cegah Kapal Pengungsi Rohingya, Mana Patroli Aparat?

Terbaru para pengungsi menggunakan tambak warga setempat sebagai tempat buang air besar dan mandi.
Aksi para pengungsi Rohingya itu tentu membuat warga geram, mereka akhirnya dipindahkan secara paksa.
"Tentu saja, tindakan tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan potensi konflik antara pengungsi dan masyarakat lokal," terang Keuchik Gampong Batee Zakaria.
Baca juga: Alasan Pengungsi Rohingya BAB Sembarangan di Tambak Warga, Infrastruktur di Penampungan Dikritik
Namun, perlu diakui bahwa masalah ini mungkin merupakan hasil dari kurangnya persiapan infrastruktur dan koordinasi yang memadai dalam menanggapi kehadiran pengungsi.
Keuchik Zakaria menegaskan bahwa masyarakat sebelumnya menolak kedatangan etnis Rohingya.
Namun, mereka setuju untuk menampung sementara atas permintaan Pemerintah Kabupaten Pidie.
Dalam kondisi ini, mungkin perlu dipertanyakan apakah pemerintah setempat telah menyediakan infrastruktur yang memadai untuk menangani kebutuhan dasar pengungsi, seperti tempat buang air.

Sementara itu, Protection Associate UNHCR Yance Tamaela menjelaskan bahwa pihaknya telah berusaha mencari solusi bersama kepolisian dan tokoh masyarakat.
Meskipun ada kesepakatan untuk menempatkan pengungsi di tenda di pesisir, keluhan warga terkait perilaku pengungsi menunjukkan bahwa perlu tindakan lebih lanjut.
Dalam melihat permasalahan ini, perlu diambil pendekatan holistik.
Pertama, pemerintah setempat harus bekerja lebih keras untuk menyediakan fasilitas dasar, termasuk tempat buang air, sehingga pengungsi dapat hidup dengan layak tanpa mengganggu masyarakat setempat.
Kedua, komunikasi yang lebih baik antara pemerintah, masyarakat, dan UNHCR harus dibangun untuk mengatasi ketidaksetujuan awal dan membangun pemahaman bersama.
Pentingnya memberikan pendidikan kepada pengungsi tentang norma-norma dan budaya lokal juga tidak boleh diabaikan.
Dengan pendekatan ini, diharapkan ke depannya dapat tercipta kerjasama yang harmonis antara pengungsi Rohingya dan masyarakat Gampong Blang Raya.
***
Artikel ini diolah dari Serambinews
Sumber: Serambi Indonesia
Imigran Rohingya Minta Tolong, Kapal yang Ditumpangi Terbalik di Perairan Aceh, 50 Orang Meninggal |
![]() |
---|
Bawa 147 Pengungsi Rohingya, Nahkoda Kapal Ini Pilih Kabur Usai Mendarat di Deli Serdang, Parah! |
![]() |
---|
Sudah Diberi Tempat Penampungan, 9 Pengungsi Rohingya di Aceh Malah Kabur, Berencana ke Dumai |
![]() |
---|
Cerita Dokter Ardi Santoso, Turun Tangan Obati Pengungsi Rohingya Gratis, Kecewa dengan Pemerintah |
![]() |
---|
Curhat Pengungsi Rohingya, Khawatir Kembali Diusir Mahasiswa: Kami Hanya Menginginkan Perdamaian |
![]() |
---|