Breaking News:

Palestina vs Israel

Pulang dari Medan Perang Gaza, Tentara Israel Terjangkit Infeksi, Tak Mempan Diobati, Apa Sebabnya?

Kondisi tentara Israel yang pulang dari medan perang di Gaza. Kebanyakan menderita infeksi yang tak mempan diobati. Apa penyebabnya?

Editor: Suli Hanna
JACK GUEZ / AFP
Tentara Israel bersiap untuk pergi ke Jalur Gaza, dekat daerah perbatasan di Israel selatan pada 13 Desember 2023 di tengah pertempuran yang sedang berlangsung dengan gerakan Hamas Palestina. Israel menghadapi tekanan internasional yang meningkat pada 13 Desember atas perangnya di Gaza, dan bahkan pendukung utamanya, Amerika Serikat, mengkritik pemboman “tanpa pandang bulu” tersebut. 

TRIBUNTRENDS.COM - Pasukan Israel dikabarkan terjangkit infeksi yang tak mempan diobati sepulangnya dari medan perang di Gaza.

Sebagian besar infeksi ini ditemukan di tubuh tentara Israel yang terluka.

Apa penyebab infeksi yang tak mempan diobati ini?

Para pejabat kesehatan Israel melaporkan situasi membahayakan yang menimpa pasukan Israel yang berperang melawan milisi pembebasan Palestina, Hamas di Gaza.

Situasi yang dimaksud adalah adanya infeksi yang resistan (kebal) terhadap obat pada Tentara Israel yang terluka seusai bertempur di Gaza.

Asosiasi Penyakit Menular (AID) di Israel mengatakan, beberapa patogen yang resistan terhadap obat telah ditemukan, terutama pada cedera anggota badan, termasuk strain bakteri Klebsiella dan Escherichia coli yang sangat resisten, dan jamur Aspergillus.

“Di semua rumah sakit dilaporkan bahwa tentara telah kembali dari medan perang dengan infeksi yang resisten,” kata Prof Galia Rahav, Ketua AID dilansir The Telegraph.

“Perlu dicatat kalau sebagian besar infeksi yang didiagnosis di antara tentara yang terluka juga ditemukan di Israel dari waktu ke waktu, tetapi ditemukan pada orang yang terpapar bakteri ini, dan bukan sebelumnya,” tambah Prof Galia Rahav.

Dia menambahkan: “Kontak dengan tanah dan lumpur di sana menyebabkan paparan terhadap bakteri resisten tersebut, dan juga jamur.”

Baca juga: Bongkar Hamas, Israel Lakukan Serangan Udara di Gaza, 100 Warga Palestina Tewas Hanya dalam Sehari

Tentara Israel berkumpul di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza pada 5 Desember 2023, di tengah berlanjutnya pertempuran antara Israel dan kelompok militan Hamas.
Tentara Israel berkumpul di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza pada 5 Desember 2023, di tengah berlanjutnya pertempuran antara Israel dan kelompok militan Hamas. (MENAHEM KAHANA / AFP)

Penyakit Mewabah di Gaza

Sejak awal November, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan tentang meningkatnya risiko wabah penyakit di Gaza, seiring dengan disintegrasi layanan kesehatan, sistem air dan sanitasi.

“Mengingat kondisi kehidupan dan kurangnya layanan kesehatan, lebih banyak orang yang bisa meninggal karena penyakit dibandingkan akibat pemboman,” tulis Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus bulan lalu dalam sebuah postingan di Twitter.

Awal bulan ini, terdapat laporan mengenai wabah disentri di antara tentara Israel di Jalur Gaza, dengan meningkatnya penyakit diare dan usus yang memerlukan 18 evakuasi untuk mendapatkan perawatan medis.

Baca juga: KEKEJAMAN Israel Berlanjut, Tenda Pengungsian Palestina Dibuldoser, Warga Gaza Tertimpa Reruntuhan

Warga Palestina beristirahat di tenda darurat mereka di sebuah kamp yang didirikan di halaman sekolah di Rafah di Jalur Gaza selatan tempat sebagian besar warga sipil mengungsi, pada 13 Desember 2023, ketika pertempuran terus berlanjut antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.
Warga Palestina beristirahat di tenda darurat mereka di sebuah kamp yang didirikan di halaman sekolah di Rafah di Jalur Gaza selatan tempat sebagian besar warga sipil mengungsi, pada 13 Desember 2023, ketika pertempuran terus berlanjut antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. (AFP/MOHAMMED ABED)

Wabah ini diyakini disebabkan oleh patogen menular Shigella, sementara sanitasi yang tidak memadai dan penyimpanan makanan yang buruk, yang disumbangkan oleh Israel sejak awal pertempuran di Jalur Gaza, diduga sebagai sumber penularan.

Ini bukan pertama kalinya bakteri resisten terbentuk di zona konflik, dengan infrastruktur layanan kesehatan yang hancur dan penggunaan antibiotik yang tidak terkendali mendorong bakteri resisten keluar dari medan perang.

Contoh sebelumnya adalah bakteri super Iraqibacter yang mematikan, Acinetobacter Baumannii, yang dibawa kembali ke rumah sakit AS oleh tentara terluka yang bertugas di Irak dan Afghanistan.

Iraqibacter, yang terkenal sebagai salah satu dari enam patogen paling mematikan yang resistan terhadap obat, menginfeksi luka dan menyebar melalui aliran darah.

Hal ini dapat menyebabkan sepsis, kehilangan anggota tubuh dan bahkan bisa berakibat fatal.*)

Siswa Sekolah Israel Didesak Daftar Perang Lawan Hamas, Minta Kontribusi: Tentara Tewas Tiap 5 Menit

Siswa sekolah di Israel didesak untuk mendaftar perang melawan Hamas.

IDF menuntut kontribusi dari para siswa dengan ikut perang dan mengunjungi makam para tentara yang tewas dalam perang.

Saat mendesak para siswa sekolah, IDF juga menyebut mereka kehilangan tentara tiap 5 menit.

Seperti diketahui, Tentara Israel (IDF) dalam posisi sulit pada Perang Gaza dalam upaya mereka memerangi pasukan pembebasan Palestina, Hamas, dan kelompok milisi lainnya.

Posisi sulit itu datang dari kondisi di medan pertempuran dan situasi politik dalam negeri.

Soal situasi di lapangan, IDF nyatanya mendesak agar setiap elemen warga Israel, termasuk siswa sekolah, ikut berperang dengan mendaftar ketentaraan.

Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, ajakan IDF untuk ikut berperang ditujukan bagi anak-anak sekolah.

Sebuah laporan di Memo, Jumat (16/12/2023) menyebut, seorang perwira IDF bernama yang teridentifikasi sebagai Erez Eshel meminta siswa Torah (sekolah keagamaan yang mempelajari Taurat) untuk mendaftar ikut perang.

Baca juga: Tentara Israel Tembak Mati Wanita & Anaknya di Gereja Gaza, 7 Orang Luka, Tak Ada Perlawanan di Sana

Tentara Israel menurunkan peti mati ke lubang kubur saat memakamkan Staf Sersan Aschalwu Sama, Minggu (3/12/2023).
Tentara Israel menurunkan peti mati ke lubang kubur saat memakamkan Staf Sersan Aschalwu Sama, Minggu (3/12/2023). (Tangkap Layar/AP)

"Petugas Erez Eshel berbicara kepada siswa Torah, mendesak mereka untuk mendaftar atau berkontribusi pada dukungan tentara di tengah perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza," tulis laporan tersebut.

Saat menyerukan ajakan itu, dia melaporkan sudah ada 1.300 korban di kalangan tentara Israel dalam perang melawan Hamas di Gaza.

"Dan dia mengatakan kalau Israel kehilangan seorang tentara setiap 5 menit," tulis laporan Memo.

"Eshel memberi tahu para siswa Torah kalau mereka harus berkontribusi, sebagian dengan pergi berperang dan sebagian lagi dengan pergi ke pemakaman dan menghibur yang terluka," tambah laporan itu.

Video rekaman menunjukkan, seruan Eshel mendapat penolakan dari sejumlah orang.

"Ada ketidaksetujuan atas pidatonya dengan beberapa (orang) meminta agar dia mundur (turun dari panggung)," tulis Memo.

Didemo Karena Tembak Warga Sendiri yang Ditawan Hamas

IDF juga mendapat tekanan dari publik Israel dalam Perang Gaza.

Ratusan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa setelah mendengar kabar Pasukan Pertahanan Israel (IDF) keliru menembak mati warganya sendiri yang ditawan di Gaza.

Para pengunjuk rasa memprotes pemerintah Israel dan memintanya segera mengambil tindakan guna membebaskan warga Israel yang masih disandera Hamas.

Dilansir The Times of Israel, pengunjuk rasa tampak mengganggu lalu lintas kendaraan di persimpangan Kaplan tatkala bergerak menuju ke markas IDF di Kirya, Tel Aviv.

Mereka mendesak pemerintah untuk mengupayakan kesepakatan baru dengan Hamas demi membebaskan warga Israel yang diculik Hamas tanggal 7 Oktober lalu.

"Waktu mereka sudah habis. Bawa mereka pulang sekarang!" demikian teriakan para pengunjuk rasa.

"Tak ada kemenangan hingga sandera terakhir dibebaskan."

Eli Albag, salah satu warga Israel, menyebut pemerintah harus melakukan perundingan dengan Hamas. Putra Albag, Liri (18), kini disandera oleh Hamas.

"Ini hari yang sulit. Adalah hal yang menyedihkan bagi kami ketika setiap sandera pulang ke rumah, di dalam peti mati," kata Albag.

Sementara itu, pengunjuk rasa lainnya yang bernama Ori mendesak adanya gencatan senjata.

Sepupu Ori, Itay Svirsky, diduga menjadi salah satu warga Israel yang disandera.

"Negara Israel dan para pemimpinnya bertindak seolah-olah mereka sudah menyerah dalam hal sandera. Kami menerima kembali semua sandera dalam bentuk jenazah," kata Ori menjelaskan.

"Mereka sekarat. Meraka sekarat karena pengeboman, kegagalan operasi penyelamatan, dan tembakan dari pasukan kita, bahkan ketika mereka berhasil kabur."

Ori membantah argumen bahwa serangan militer Israel bisa menekan Hamas untuk membebaskan sandera.

"Kami meminta pemerintah Israel bersiap membayar harga yang harus dibayar dan menempatkan sandera sebagai agenda utama."

Dalam beberapa hari terakhir turut muncul kemarahan dari para keluarga sandera.

Mereka geram karena mendengar laporan bahwa pemerintah menangguhkan usulan dengan Hamas perihal pembebasan sandera.

Keliru tembak mati warga sendiri

Sebelumnya, IDF mengatakan personelnya tidak sengaja menembak mati tiga warga Israel yang ditahan di Gaza utara.

Menurut IDF, kesalahan itu terjadi lantaran personelnya keliru mengindentifikasi ketiganya sebagai ancaman.

"Saat pertempuran di Shejaiya, IDF keliru mengindentifikasi tiga orang Israel yang disandera sebagai ancaman. Akibatnya, tentara melepaskan tembakan ke arah mereka dan mereka tewas," ujar Juru Bicara IDF Daniel Hagari, Jumat, (15/12/2023), dikutip dari CNN International.

Hagari berujar, jasad ketiganya telah dibawa ke Israel guna diperiksa. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa ketiganya adalah orang Israel yang ditawan.

Dua orang sandera bernama Yotam Haim dan Alon Shimriz yang dilaporkan diculik dari Kibbutz Kfar Aza tanggal 7 Oktober lalu.

Adapun satu sandera lainnya bernama Samer Talalka yang diculik dari Kibbutz Nir Am pada tanggal yang sama.

Hagari mengatakan IDF sudah mulai menyelidiki peristiwa itu. Menurut dia, IDF yakin bahwa ketiga orang itu kabur dari penyandera atau memang ditinggalkan karena ada pertempuran di sana.

Hagari menjanjikan adanya transparansi dalam pengusutan kasus tersebut.

Dia menyebut peristiwa penembakan itu terjadi di tengah pertempuran sengit.

"Teguran dan instruksi terkait perihal identifikasi sandera di medan tempur telah disampaikan kepada semua tentara IDF di seluruh Jalur Gaza," ujarnya.

Sebelum kabar penembakan itu disampaikan, Israel mengatakan ada 132 tawanan yang masih di Gaza. Dari jumlah itu, ada sebanyak 112 orang yang diyakini masih hidup.

Sudah ada lebih dari 100 sandera yang dibebaskan Hamas bulan lalu setelah gencatan senjata disepakati.

Sementara itu, Israel sudah membebaskan 240 warga Palestina yang ditahan di Israel.

Diminta lebih berhati-hati

Selepas kasus penembakan itu, tentara Israel di Gaza diminta untuk lebih berhati-hati ketika betemu dengan orang yang berpakaian sipil.

Juru Bicara IDF, Jonathan COnricus, mengatakan ada banyak kombatan di Gaza yang berpakaian seperti warga sipil.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berujar kematian tiga sandera itu adalah "tragedi yang tak bisa ditoleransi".

Dia menyebut Israel mendapat pelajaran atas peristiwa tersebut.

"Bersama dengan seluruh warga Israel, saya menundukkan kepala saya dalam kesedihan yang mendalam dan berduka cita atas meninggalnya tiga putra kesayangan kita yang diculik," kata Netanyahu.

Kata dia, seluruh warga Israel berduka cita pada malam itu.

"Belasungkawa saya untuk keluarga yang sedih di tengah masa-masa sulit mereka yang luar biasa."

Sementara itu, politikus Israel bernama Benny Gantz mengatakan hatinya hancur ketika mendengar berita penembakan itu.

"Kesedihan yang membersamai operasi militer ini makin besar karena peristiwa yang pelik ini," kata Gantz.*)

(oln/*/Telegraph)

Diolah dari artikel Tribunnews.com (1) dan Tribunnews.com (2)

Sumber:
Tags:
IsraelGazaPalestinaHamas
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved