Berita Viral
'Diseret di Atas Salju' Pendaki Malaysia Beruntung Selamat, Menggigil di Zona Kematian Everest
NGERI detik-detik pendaki Malaysia diselamatkan saat menggigil di Zona Kematian Everest. Tubuhnya diseret di atas salju karena sulitnya evakuasi.
Editor: Suli Hanna
TRIBUNTRENDS.COM - MENGERIKAN detik-detik pendaki Malaysia diselamatkan dari Zona Kematian Gunung Everest.
Betapa beruntungnya pendaki Malaysia yang berhasil diselamatkan ini, mengingat kasus ini sangatlah langka.
Bagaimana detik-detik penyelamatan pendaki Malaysia yang menggigil di Zona Kematian Gunung Everest?
Meski hampir tidak mungkin melakukan penyelamatan di ketinggian tersebut, beruntung nyawa pendaki Malaysia itu berhasil selamat.
Melansir Kompas.com, seorang pendaki Malaysia selamat setelah seorang pemandu Nepal menyeretnya turun dari bawah puncak Gunung Everest dalam penyelamatan ketinggian yang sangat jarang terjadi.
Gelje Sherpa, 30 tahun, sedang membimbing seorang klien China ke puncak Everest setinggi 8.849 meter (29.032 kaki) pada 18 Mei.
Baca juga: Diduga Kelelahan dan Serangan Jantung, Pendaki 40 Tahun Tewas Saat Naik Gunung Abang Bali

Dia lantas melihat pendaki Malaysia itu berpegangan pada tali dan menggigil kedinginan di daerah yang disebut zona kematian.
Di sana, suhu dapat jatuh ke minus 30 derajat Celcius (86 Fahrenheit) atau lebih rendah.
Gelje pun mengangkut pemanjat sejauh 600 meter (1.900 kaki) dari area Balcony ke South Col, selama sekitar enam jam, di mana Nima Tahi Sherpa, pemandu lainnya, bergabung untuk menyelamatkan.
"Kami membungkus pendaki dengan alas tidur, menyeretnya di atas salju atau menggendongnya secara bergantian ke kamp III," kata Gelje.
Helikopter yang menggunakan tali panjang kemudian mengangkatnya dari Camp III setinggi 7.162 meter (23.500 kaki) ke base camp.
"Hampir tidak mungkin menyelamatkan pendaki di ketinggian itu," kata pejabat Kementerian Pariwisata Bigyan Koirala kepada Reuters.
"Ini adalah operasi yang sangat langka."
Baca juga: Niatnya Selfie, Nasib Nahas Dialami Pendaki Asal Israel, Tewas usai Jatuh di Jurang Gunung Rinjani

Gelje mengatakan dia meyakinkan klien Chinanya untuk menghentikan upaya puncaknya dan turun gunung.
Ia mengatakan bahwa penting baginya untuk menyelamatkan pendaki tersebut.
“Menyelamatkan satu nyawa lebih penting daripada berdoa di biara,” kata Gelje, seorang Buddhis yang taat.
Tashi Lakhpa Sherpa dari perusahaan Seven Summit Treks, yang menyediakan logistik untuk pendaki Malaysia itu, menolak menyebutkan namanya, dengan alasan privasi kliennya.
Pendaki itu diterbangkan ke Malaysia minggu lalu.
Nepal mengeluarkan rekor 478 izin untuk Everest selama musim pendakian Maret hingga Mei tahun ini.
Sedikitnya 12 pendaki tewas--jumlah tertinggi selama delapan tahun--dan lima lainnya masih hilang di lereng Everest.
Mengapa Mendaki Gunung Everest Sangat Berbahaya?
Melansir Kompas.com, Gunung Everest merupakan gunung tertinggi di dunia yang selalu menjadi salah satu gunung yang ingin disambangi oleh hampir semua pendaki.
Namun di balik keindahannya itu, pendakian Gunung Everest bukan perkara yang mudah, bahkan disebut berbahaya bagi keselamatan pendaki, beberapa bahkan mengakibatkan kematian.
Jadi, mengapa Gunung Everest menjadi tempat yang berbahaya?
Risiko pendakian di Gunung Everest
Dilansir dari Live Science, Jumat (26/5/2023) peneliti menyebut medan berbahaya di puncak yang tinggi, serta ketinggian yang dapat sangat merugikan tubuh manusia adalah penyebab gunung ini berbahaya.
Dalam hal ketinggian, Gunung Everest adalah gunung tertinggi di dunia, dengan ketinggian mencapai 8.848 meter.
Akan tetapi, gunung tertinggi sebenarnya adalah Mauna Kea di Hawaii (10.205 m) yang diukur dari dasar bawah air hingga puncaknya.
Baca juga: Unik & Beda! Pria Berdandan Ala Kantoran saat Naik Gunung, Pakai Jas Rapi, Dipuji Genius karena Ini

Sebagai informasi sebagian besar Mauna Kea berada di bawah air.
Setelah seseorang mencapai ketinggian sekitar 2.440 meter, seseorang dapat mengalami penyakit ketinggian yang disebut penyakit gunung akut.
Sementara Gunung Everest yang terletak di perbatasan Nepal dan Tibet ini memiliki ketinggian lebih dari 8.000 meter.
Gejala penyakit ketinggian yang dapat menyerang pendaki meliputi mual, sakit kepala, pusing, dan kelelahan. Kendati demikian, penyebab utama dari penyakit ketinggian adalah kekurangan oksigen.
Di Perkemahan Pangakalan Everest di Gletser Khumbu yang terletak di ketinggian 5.400 meter, kadar oksigen sekitar 50 persen dari kadar oksigen di permukaan laut.
Itu akan kembali turun menjadi sepertiga di puncak Everest.
"Penurunan tekanan barometrik dan oksigen yang Anda dapatkan memiliki efek yang sangat merusak pada otak dan tubuh," kata Eric Weiss, profesor kedokteran darurat di Stanford Wilderness Medicine Fellowship.
Menurut National Health Service (NHS), jika seseorang mengalami penyakit ketinggian ringan, mereka tidak boleh naik lebih tinggi lagi selama 24 hingga 48 jam.
Jika gejala tidak membaik atau justru memburuk, NHS menyarankan untuk turun 500 meter dari ketinggian awal.
Oleh karenanya, sangat penting memperhatikan faktor risiko berbahaya terhadap kesehatan saat pendaki melakukan pendakian untuk menaklukkan Gunung Everest, gunung tertinggi di dunia ini.
Gunung Everest adalah gunung tertinggi di dunia.
Apabila seseorang yang melakukan pendakian hingga ke puncak gunung, maka ia dapat mengalami penyakit ketinggian yang parah.
Kondisi itu merupakan keadaan darurat medis yang memerlukan penanganan medis segera dan orang yang mengalaminya harus segera turun ke ketinggian yang lebih rendah.
Pasalnya, penyakit ketinggian tersebut di antaranya dapat menyebabkan edema paru atau serebral, yang masing-masing merupakan penumpukan cairan di paru-paru dan otak.
Gejala-gejala ini sering terjadi bersamaan dan merupakan upaya tubuh untuk mendapatkan lebih banyak oksigen ke organ-organ vital tersebut sebagai respons terhadap kondisi minim oksigen di ketinggian.
Penumpukan cairan di otak ini dapat mengakibatkan hilangnya koordinasi dan masalah dengan proses berpikir, bahkan dapat menyebabkan koma hingga kematian.
Sedangkan penumpukan cairan di paru-paru dapat membuat seseorang sulit bernapas dan secara fisik memaksakan diri.
Pada akhirnya dapat menyebabkan kematian melalui proses yang mirip dengan tenggelam.
Weiss pun menyebut cara paling aman untuk mendaki Gunung Everest adalah mencapai pucak pada waktu tertentu, supaya bisa turun selagi masih memiliki sisa oksigen.
(Surya.co.id/ Christine Ayu Nurchayanti)
Diolah dari artikel Surya.co.id.
Sumber: Surya
Polisi Baru Umumkan Penangkapan, Bjorka Asli Justru Muncul dan Tertawa, Ancam Bongkar Data MBG |
![]() |
---|
Pakai Prompt Gemini AI Ini untuk Ubah Foto Selfie Jadi Keren Bak Foto Bareng Artis Idaman |
![]() |
---|
Foto Selfie Jadi Keren Pakai Prompt Gemini AI, Hasil Realistis Bak Dijepret Fotografer Profesional |
![]() |
---|
Harapan Saidi Menantikan Kabar Cucu dari Reruntuhan Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo |
![]() |
---|
Curhat WNA Thailand Viral: Kecewa dengan Polisi Indonesia, Kehilangan HP Malah Ditinggal Nonton Film |
![]() |
---|