Breaking News:

Berita Viral

Cerita Suku Anak Dalam: Percaya Bilqis Anak Keluarga Miskin, Dibohongi Surat Palsu Bermaterai

Bilqis bocah usia 4 tahun yang diculik dan dijual ke Jambi sempat menolak saat dijemput polisi, dia mengira Suku Anak Dalam adalah keluarganya.

Penulis: joisetiawan
Editor: jonisetiawan
Kolase TribunTrends/Polrestabes Makassar/Istimewa
DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Bilqis sempat menolak saat dijemput polisi, dia mengira Suku Anak Dalam adalah keluarganya. 
Ringkasan Berita:
  • Begendang dan istrinya dari komunitas Orang Rimba ternyata tidak mengetahui bahwa Bilqis adalah korban penculikan
  • Antropolog KKI Warsi, Robert Aritonang, menegaskan bahwa Orang Rimba bukan pelaku utama, melainkan korban dari sistem sosial yang menindas
  • Kasus Bilqis menjadi simbol luka sosial bangsa, bukan sekadar penculikan, melainkan potret keterpinggiran komunitas adat di tengah perubahan zaman

 

TRIBUNTRENDS.COM - Heningnya pedalaman Mentawak, Kabupaten Merangin, Jambi, mendadak pecah oleh kabar yang mengguncang hati banyak orang. 

Di tengah rimba yang selama ini sunyi, berita tentang ditemukannya Bilqis Ramadhany, bocah empat tahun asal Makassar yang sempat hilang secara misterius, menyebar cepat dan memantik gelombang emosi di seluruh penjuru negeri.

Kasus yang awalnya dikira hanya penculikan biasa ternyata menyingkap kisah yang jauh lebih rumit kisah tentang kesalahpahaman, kemiskinan yang mengakar dan luka sosial yang selama ini membelit kehidupan komunitas Orang Rimba (Suku Anak Dalam/SAD) di Jambi.

Baca juga: Suku Anak Dalam Dibohongi, Dimanfaatkan Penipu dengan Janji Palsu di Balik Penculikan Bilqis

Suara dari Hutan: Penjelasan Begendang

Dari balik lebatnya pepohonan dan sunyi hutan tropis, muncul suara yang mencoba menjelaskan segalanya. Begendang, salah satu anggota Orang Rimba, akhirnya buka suara. 

Dengan nada yang pelan tapi tegas, ia menceritakan bahwa dirinya dan sang istri tak pernah tahu bahwa anak kecil yang mereka rawat itu sebenarnya korban penculikan.

Menurut Begendang, seorang perempuan dari luar komunitas datang membawa Bilqis dengan cerita yang membuat iba: anak itu, katanya, berasal dari keluarga miskin dan butuh perawatan.

“Orang luar itu mengatakan anak tersebut berasal dari keluarga tidak mampu dan meminta tolong agar dirawat,” ujar Begendang, seperti dikisahkan oleh Robert Aritonang, antropolog dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi).

Perempuan itu bahkan menyerahkan surat bermaterai Rp10 ribu yang disebut-sebut berisi tanda tangan ibu kandung Bilqis.

Dalam surat itu tertulis bahwa anak tersebut diserahkan secara sukarela, tanpa tuntutan di masa depan.

Namun, hanya dua hari kemudian, berita tentang penculikan Bilqis meledak di media. 

Begendang yang merasa ada sesuatu yang janggal, tanpa pikir panjang langsung menyerahkan Bilqis kepada aparat kepolisian.

DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Anggota Orang Rimba (Suku Anak Dalam/SAD) di Mentawak, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, buka suara soal kasus penculikan Bilqis Ramadhany (4), bocah asal Makassar yang ditemukan di kawasan mereka.
DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Anggota Orang Rimba (Suku Anak Dalam/SAD) di Mentawak, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, buka suara soal kasus penculikan Bilqis Ramadhany (4), bocah asal Makassar yang ditemukan di kawasan mereka. (Kolase TribunTrends/Istimewa)

Jejak di Balik Drama Penculikan

Di sisi lain, polisi mengungkap fakta mencengangkan: Nadia Hutri (29), perempuan asal Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, merupakan pelaku yang menjual Bilqis dari Sukoharjo ke Jambi. 

Nama Nadia kini menjadi bagian dari drama penculikan Bilqis yang menyingkap jaringan rumit perdagangan anak dan eksploitasi sosial di lapisan masyarakat bawah.

Lebih dari Sekadar Penculikan

Antropolog Robert Aritonang menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dilihat dari permukaannya saja. 

Ia menilai, Orang Rimba tidak secara sadar terlibat dalam tindak kriminal ini, melainkan terjerat dalam sistem sosial yang menindas dan meminggirkan mereka selama puluhan tahun.

“Mereka kehilangan hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan. 

Ketika ruang hidup berubah menjadi perkebunan dan konsesi, mereka kehilangan akses terhadap pangan, air, dan penghidupan,” jelas Robert.

Baca juga: Rantai Jual Beli Bilqis: Dilego Rp 80 Juta ke Pedalaman Jambi, Sindikat Jual 9 Bayi Via Sosmed

Dalam situasi semacam itu, Orang Rimba menjadi sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak luar. 

Robert menyebut fenomena ini sebagai bentuk “crash landing sosial” kondisi ketika komunitas adat tiba-tiba terhempas ke dalam dunia modern yang asing dan tidak mereka pahami sepenuhnya.

“Mereka mudah percaya pada bujukan atau janji orang luar, tanpa memahami konsekuensinya,” tambahnya.

Korban dari Sistem yang Tidak Adil

KKI Warsi menilai kasus Bilqis sebagai cermin ketimpangan struktural yang sudah berlangsung lama. Komunitas Orang Rimba yang hidup bergantung pada hutan kini kehilangan arah, kehilangan ruang hidup dan kehilangan perlindungan sosial. 

Dalam kondisi penuh keterasingan itulah mereka menjadi target empuk bagi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

“Ada pihak yang memanfaatkan kerentanan mereka dengan narasi palsu, janji ekonomi, atau bujukan emosional.

Orang Rimba dijadikan alat dalam jejaring kejahatan yang mereka sendiri tidak pahami,” tegas Robert.

Baca juga: Diburu dari Makassar ke Jambi, Penculik Bilqis Diciduk saat Ramal Nasib Sendiri Pakai Kartu Tarot

Ia mengingatkan agar penegakan hukum dan pemberitaan media tidak serta-merta menjadikan Orang Rimba kambing hitam, tetapi justru memperjuangkan perlindungan bagi mereka sebagai kelompok rentan.

“Yang harus diusut bukan hanya siapa yang membawa anak itu, tapi juga siapa yang memanfaatkan Orang Rimba dan menciptakan kondisi yang membuat mereka terjebak,” ujar Robert.

DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Momen Ayah Bilqis, Dwi Nurmas menangis di depan Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, Minggu (9/11/2025) siang. Bilqis kembali ke pelukan orangtuanya setelah sepekan diculik dibawa ke Jambi.
DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Momen Ayah Bilqis, Dwi Nurmas menangis di depan Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, Minggu (9/11/2025) siang. Bilqis kembali ke pelukan orangtuanya setelah sepekan diculik dibawa ke Jambi. (via TribunMakassar)

Seruan untuk Pemulihan dan Empati

Di balik kisah dramatis penyelamatan Bilqis yang sempat menolak dijemput polisi karena mengira Orang Rimba adalah keluarganya, tersimpan pesan kemanusiaan yang dalam. 

Ini bukan sekadar tragedi penculikan ini adalah potret perjuangan komunitas adat yang berjuang di antara perubahan zaman dan kehilangan identitas.

Robert Aritonang berharap agar kasus Bilqis menjadi momentum refleksi nasional, membuka mata terhadap realitas sosial yang sering luput dari perhatian.

“Pemulihan bisa dimulai dengan memperluas akses terhadap pendidikan, layanan dasar, serta pengakuan hak atas wilayah hidup mereka,” katanya.

Tragedi Bilqis bukan sekadar kisah tentang seorang anak yang hilang dan diselamatkan. 

Ia adalah cermin luka sosial bangsa, tentang bagaimana kelompok adat yang terpinggirkan terus berjuang untuk sekadar diakui dan bagaimana empati, pemahaman, serta keadilan sosial seharusnya menjadi jembatan menuju pemulihan yang sejati.

***

(TribunTrends)

Tags:
Suku Anak DalamBilqissurat
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved