Berita Viral
MBG Seharusnya Bergizi, Malah Jadi Tragedi: Guru Ikut Terbaring Akibat Keracunan, Ironi Makan Gratis
Kisah guru di Cipongkor ikut keracunan usai santap Makan Bergizi Gratis (MBG), makanan yang seharusnya bergizi malah jadi tragedi.
Editor: jonisetiawan
TRIBUNTRENDS.COM - Kisah guru ikut keracunan usai santap Makan Bergizi Gratis (MBG), makanan yang seharusnya bergizi malah jadi tragedi.
Suara desisan oksigen terdengar pelan dari tabung-tabung hitam yang berjajar di sudut posko darurat.
Aroma obat, keringat, dan kecemasan bercampur, menempel di dinding aula Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, yang kini berubah fungsi: dari ruang birokrasi menjadi rumah sakit darurat tanpa sekat.
Di ranjang lipat tipis, remaja-remaja terbaring lemah, sebagian meringkuk di balik selimut warna-warni, menahan mual, pusing, dan trauma akibat keracunan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ironi terasa pahit. Guru yang seharusnya menjadi penjaga kesehatan dan gizi murid, kini ikut tumbang.
Program yang dimaksudkan untuk menyehatkan anak-anak, justru memicu sakit dan penderitaan.
Baca juga: Dampak Keracunan MBG di Jawa Barat: Gubernur Dedi Mulyadi Ancam Ganti Vendor yang Tak Becus
Guru Ikut Jadi Korban, Niatan Mulia Berujung Malapetaka
Lucky Andalusi, seorang guru MTS Syarif Hidayatulloh, tercatat sebagai salah satu korban.
Ia bukan sekadar mencicipi menu MBG, melainkan menelannya dengan niat mulia: memastikan makanan aman sebelum diberikan kepada murid-muridnya.
“Kemarin terasa pusing dan mual di ulu hati, tapi tidak muntah. Akhirnya ke sini.
Sekolah suami dapat MBG sekitar sudah sebulan setengah. Dari kemarin sudah mengeluh pusing,” ujar Nurul Kholipah, istri Lucky, yang juga seorang guru di MA Syarif Hidayatulloh.
Nurul pun sempat mencicipi menu MBG, meski tubuhnya masih mampu bertahan dengan obat sederhana dari warung.
Situasi ini ibarat kapten kapal yang jatuh ke laut saat ingin menyelamatkan awaknya; guru yang seharusnya menjadi pelindung murid kini ikut terbaring di ranjang darurat.
Nurul menambahkan, “Sekolah saya 80 persen kena keracunan. Saya Alhamdulillah cuma pusing sedikit, sudah kasih obat, ditahan saja.”

Posko Darurat Mirip Barak Pengungsian
Aula Cipongkor kini lebih menyerupai barak pengungsian ketimbang ruang kesehatan.
Ranjang lipat berjejer rapat, diisi siswa yang berjuang membuka mata atau hanya bisa diam dengan selang infus menancap di tangan.
Orang tua meneteskan keringat sambil mengusap dahi anak mereka, berharap panas segera turun.
Baca juga: Santap Menu MBG Ikan Hiu Goreng Saus Tomat, 24 Siswa SDN 12 Benua Kayong Ketapang Keracunan
Relawan berseliweran, mencatat nama korban, menyiapkan obat, dan memeriksa oksigen.
Di salah satu sudut, seorang ibu duduk menatap anaknya yang tertidur lemah, selimut tipis menutupi tubuh mungilnya.
Tatapannya kosong, seolah bertanya pada siapa nasib mereka harus disampaikan.
Suara tangis kecil terdengar dari balik posko; ada anak yang menahan sakit, dan orang tua yang menahan marah.
Seruan Hentikan Sementara Program MBG
Nurul menyampaikan harapannya dengan lirih: hentikan dulu program MBG.
“Sepakat diberhentikan terlebih dahulu. Itu kan dari daging dan tidak menyangka kita kena.
Dari orang tua juga minta diberhentikan saja. Kebanyakan orang minta ganti program dengan uang atau yang lain,” ujarnya.
Kalimat itu bukan sekadar usul teknis, melainkan jeritan warga yang lelah menjadi kelinci percobaan dari kebijakan yang tergesa.
Data korban pun semakin panjang; dari tiga klaster dapur SPPG yang berbeda, tercatat 1.333 orang terdampak.
Koordinator lapangan posko kesehatan, Sandi Novrian, menyebut, “Kalau jumlah kami kemarin enggak langsung dijumlah karena membeludak. Tapi total dari Rabu pukul 11 sampai hari ini ada 730 orang.”
Ironi dan Kegetiran yang Terasa Nyata
Keracunan massal ini menjadi cermin pahit dari program yang seharusnya menyehatkan anak-anak.
Guru ikut tumbang, murid-murid tak berdaya, dan aula yang seharusnya menjadi tempat belajar berubah jadi posko darurat.
Drama ini memperlihatkan betapa kebijakan yang tergesa dan kurang pengawasan dapat menimbulkan dampak serius bagi masyarakat, terutama anak-anak dan pendidik yang berada di garis depan.
***
(TribunTrends/Sebagian artikel tayang di Kompas)
Sumber: TribunTrends.com
Kiai di Bekasi Cabuli Anak Angkat dan Keponakan Sejak SD, Pengakuan Tidak Pernah Dipercaya Keluarga |
![]() |
---|
Viral di Media Sosial, Mengungkap Makna dan Lirik Lengkap "Tepuk Sakinah" |
![]() |
---|
Duduk Perkara Pasutri di Kemang, Gondol 11 Makanan dan 4 Minuman, Dipicu Kelamaan Menunggu |
![]() |
---|
Kepala Sekolah di Pringsewu Bolos Tiga Bulan, Wakil Bupati Geram dan Langsung Sidak |
![]() |
---|
Kisah Kontras Dua Pejabat Pariwisata: Widi Wardhana Air Galon dan Klarifikasi ChatGPT Zita Anjani |
![]() |
---|