TRIBUNTRENDS.COM - Kasus Valyano Boni Raphael, siswa bintara di SPN Polda Jabar yang dipecat jelang pelantikan anggota Polri kini mendapat sorotan.
Hal itu terjadi setelah ia disebut menderita narcissistic personality disorder (NPD) oleh Ipda Ferren Azzahra Putri.
Ipda Ferren Azzahra Putri pun disemprot oleh anggota DPR Ahmad Sahroni saat rapat Komisi III.
Ya, polisi wanita (Polwan) Ipda Ferren Azzahra Putri menjadi sorotan dalam kasus Valyano Boni Raphael.
Ferren telah memberi rekomendasi bahwa Valyano mengidap narcissistic personality disorder (NPD).
Sayangnya diagnonis tersebut diambil berdasarkan analisa semata.
Valyano Boni Raphael dikeluarkan sebagai siswa Bintara Sekolah Polisi Negara (SPN) pada 3 Desember 2024. Tepatnya 6 hari sebelum dilantik menjadi anggota Polri.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Polwan Ipda Ferren Azzahra Putri mengatakan bahwa Valyano mengalami NPD karena berteriak 'Brimob' saat lari.
Hal ini membuat Ahmad Sahroni dan Habiburokhman meradang.
"Saya juga bingung bagaimana cara kerjanya, memvonis orang menderita sebuah penyakit berdasar informasi katanya. Lalu disimpulkan," katanya.
Ia mengatakan secara ilmiah pun diagnosis Ferren terhadap Valyano seharusnya tidak sah.
"Secara ilmiah itu gak masuk standar, mengeluarkan kesimpulan tanpa melihat sendiri objek," katanya.
Lantas siapa Ipda Ferren Azzahra Putri ?
Baca juga: Pantas Dipuji Bak Han So Hee! Bocor Rahasia Glow Up Polwan Febby Veronica, Botox hingga DNA Salmon
Ipda Ferren bertugas di Bag Psikologi Polda Jawa Barat.
Ia merupakan wanita asal Cimahi, Jawa Barat.
Dilihat dari Linkedin, Ipda Ferren bertugas sebagai Psikologi Kepolisian Tingkat II, Bagian Psikologi SDM Polda Jabar.
Ia merupakan lulusan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani).
Ferren menjelaskan bahwa Valyano Boni Raphael memenuhi 3 dari 9 kriteria pengidap NPD.
Pertama kata Ferren, Valyano menunjukan sikap tak biasa saat lari dengan berteriak Brimob, padahal rekan lainnya berteriak Sabhara.
"Contoh anak kami dinyatakan NPD adalah saat lari bersama siswa anak kami bersorak 'Brimob' dan itu dianggap oleh Bakpesi Polda Jabar NPD," kata Ferren di DPR RI.
Lalu lanjut Ferren, Valyano Boni Raphael juga meminta fasilitas kesehatan yang tak sesuai aturan di SPN Polda Jabar.
"Merasa memiliki hak lebih. Kami dapat data dari SPN yang bersangkutan tidak ingin dirawat di rumah sakit Polri saat infaksi gigi ingin dirawat di Siloam ingin mendapat fasilitas terbaik," katanya.
Valyano juga disebut melakukan eksploitasi interpersonal.
Baca juga: Berparas Cantik Bak Artis Korea, Polwan Febby Veronica Blak-blakan Tak Pernah Bayar saat Perawatan
Menurut Ipda Ferren Azzahra Putri, Valyano Boni Raphael pernah menyuruh siswa SPN lain menyabetkan lidi ke punggungnya.
"Dengan maksud seolah dipukuli pengasuh. Karena dilakukan pemeriksaan tidak terbukti adanya pemukulan dan penculikan tersebut, Propam kami sudah melaksanakan pemeriksaan," katanya.
Terakhir Valyano dinilai sebagai pribadi yang arogan dan angkuh.
"Ini sudah meluapkan kebencian ini gak baik, gak boleh, ini gak bisa. Ini bukan faktual dari cerita yang terjadi ini hanya kebencian. Masa menuduh si ini gak bener si itu gak bener, apa ibu bener ? belum tentu lho. Jangan melakukan laporan ini atas kebencian, analisa ini analaisa itu. Ibu melaporkan ini sama saja melaporkan ini anak gak benar, hanya kebencian yang ibu laporkan itu," kata Ahmad Sahroni.
Kabid Dokkes Polda Jabar Kombes Dr. Nariyana mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan sub spesialis, Valyano Boni Raphael memiliki kerentanan.
"Terperiksa memiliki kerentanan yang perlu diantisipasi agar mampu menjalani pendidikannya dengan baik yaitu terperiksa memiliki kemampuan untuk menyampaikan ide pikiran yang cukup baik hanya saja cara berpikirnya yang kurang matang dan cenderung mencari solusi yang cepat dan instant ketika menghadapi masalah atau situasi tekanan," katanya.
Menurut Nariyana, Valyano juga memiliki kebutuhan dalam menonjolkan diri.
"Terperiksa memiliki kebutuhan yang cukup besar dalam menonjolkan diri dan mendapatkan pengakuan orang lain sehingga menjadikan terperiksa rentan untuk mengalami masalah karena sikap dan perilaku yang disalahartikan oleh lingkungan yang belum mengenalnya," katanya.
(TribunTrends.com | TribunnewsBogor.com)