Pilkada 2024

Dedi Mulyadi-RK Diprediksi Menang Mulus Jika Maju Pilgub Jabar 2024, Pengamat: Pasangan Kuat

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

TRIBUNTRENDS.COM - Pengamat politik memprediksi, potensi besar jika Dedi Mulyadi dipasangkan dengan Ridwan Kamil di Pilgub Jabar 2024.

Pasangan Dedi Mulyadi-Ridwan Kamil bisa menang mulus di kontestasi Pilkada 2024 serentak ini.

Lantas siapa pasangan kuat yang patut menjadi saingan dari Dedi Mulyari-RK ini?

Baca juga: Belum Pasti Terjun Pilkada, Anies Baswedan Ragu Pilgub Jakarta 2024 Bisa Jurdil, Kenapa?

Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan, Kristian Widya Wicaksono melihat partai Golkar sebagai partai politik yang sudah malang melintang sejak Orde Baru (Orba) di belantika politik Nusantara.

Sehingga sangat wajar jika Golkar kembali optimis memasang target dukungan 60 persen lebih dalam pilkada Jabar.

"Jika bercermin dari kinerja raihan suara pileg 2024 yang sentuh angka 4,2 juta lebih, raihan ini hampir samai suara yang diperoleh pada 1999, yakni 4,7 juta.

Meski tentu masih jauh dari masa kejayaannya Golkar pada 2004 yang raih 5,7 juta suara di Jabar.

Tapi, tetap secara faktual Golkar saat ini sudah membuktikan dominasinya di Jabar," katanya saat dihubungi, Selasa (7/5/2024)

Golkar pun bila menargetkan di pilkada Jabar, maka yang harus diperhitungkan tetap level popularitas dan elektabilitas calon yang bakal diusung.

Pasalnya, kata Kristian, fokus pemilih tetap akan terfokus pada calon bukan parpol pengusung.

"Jadi, Golkar harus pilih calon tepat untuk diusung dalam pilkada Jabar agar kerja Golkar sebagai mesin kerja politik bisa berjakan optimal," ujarnya.

Saat ini, katanya, sudah mulai beredar sejumlah nama untuk diusung dalam pilgub Jabar 2024, misalnya yang sudah terang-terangan mendeklarasikan diri untuk maju ialah Bima Arya setelah sebelumnya sejumlah tokoh sudah bergerilya, seperti Dedi Mulyadi dan Iwan Bule. 

Nama lainnya yang belakangan juga cukup santer disebut potensial menjadi cagub adalah Desy Ratnasari.

Lalu, yang tidak bisa dilupakan tentunya sang petahana Ridwan Kamil yang bisa diprediksikan akan mendominasi survei-survei elektabilitas cagub Jabar.
 
"Dalam konteks Golkar, berpindahnya Dedi Mulyadi dari Golkar ke Gerindra sudah jelas merupakan sinyalemen bahwa Dedi Mulyadi ingin memastikan kiprahnya untuk bertarung pada pilgub Jabar 2024 karena di Golkar ada nama Ridwan Kamil."

"Kalkulasinya, jika RK memang pada akhirnya akan diusung Golkar dalam pilkada Jabar dengan mengandaikan skema koalisi nasional bersama dengan Gerindra maka bisa jadi RK dipasangkan dengan Dedi Mulyadi."

"Jika hal ini yang terjadi, maka pasangan ini akan cukup kuat karena RK merepresentasikan masyarakat kota sedangkan Dedi Mulyadi merepresentasikan pemilih dari desa," katanya. 

Tinggal pekerjaan rumahnya adalah menggalang dukungan yang cukup dari kawasan Priangan Timur.

Jika berhasil, maka persentase dukungan 60 persen dalam pilkada Jabar bisa dipenuhi.
 
Opsi lainnya yang paling memungkinkan adalah Golkar berkoalisi dengan PAN dan mengusung pasangan yang cukup ideal, yaitu RK dan Bima Arya.

Secara popularitas, keduanya cukup dikenal di kalangan pemilih perkotaan."

"Dari sisi pengalaman dan kemampuan memimpin daerah juga keduanya sudah teruji.

Namun, pekerjaan besarnya membangun dukungan dari pemilih di pedesaan serta dari kawasan utara dan timur Jawa Barat."

"Kalkulasinya, akan sulit untuk Golkar mendapatkan 60 persen suara jika pekerjaan rumah ini tidak digarap dengan tuntas.

"Penantang yang paling menarik justru bisa datang dari PKS yang kemungkinan akan mengusung nama Haru Suandharu."

"Kalau saja RK berpasangan dengan Dedi Mulyadi dan Bima Arya kemudian berpasangan dengan Haru Suandharu, maka pertarungannya akan cukup sengit dalam pilkada Jawa Barat dan tarik-menarik dukungan dari PDI-P dan Demokrat ke salah satu pasangan tersebut akan jadi bandul politik yang menarik untuk ditunggu. Tinggal lihat saja, seberapa berkualitas jualan kampanye yang akan ditawarkan kepada publik Jawa Barat," katanya.

Belum Pasti Terjun Pilkada, Anies Baswedan Ragu Pilgub Jakarta 2024 Bisa Jurdil, Kenapa?

Tak sedikit masyarakat yang menginginkan Anies Baswedan ikut dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Terutama pada ajang perebutan kursi orang nomor satu di Jakarta.

Akan tetapi, pasangan Cak Imin di Pilpres 2024 itu meragukan, Pilgub Jakarta 2024 bisa berjalan jujur dan adil. Kenapa?

Baca juga: Maju Pilkada Depok 2024, Imam Budi Hartono Didukung Golkar, Yakin Nasdem Ikut Berkoalisi

Setelah gagal di Pilpres 2024, publik kembali menaruh asa pada Anies Baswedan untuk ikut Pilkada Jakarta.

Namun, mantan Gubernur Jakarta itu justru ragu bahwa Pilkada Jakarta nanti bisa berlangsung jujur dan adil (jurdil), sesuai harapan.

Menurut Anies, saat ini publik gegap gempita menyambut Pilkada Serentak.

Padahal itu tak sederhana, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, mengingat Pilkada Serentak ini sangat penting buat demokrasi Indonesia.

Karena itu, Anies mengaku tak mau buru-buru ambil keputusan.

“Fase pertama itu apakah ini adalah opsi yang akan diambil? Kalau iya, maka bersama dengan siapa, siapa koalisinya dan lain-lain, itu fase kedua," ucapnya.

Anies Baswedan di sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024 MK. (YT Mahkamah Konstitusi RI)

“Makanya itu, beri untuk bicara dengan semua. Proses pilkada ini kan tidak sederhana ya," imbuhnya.

"Bukan soal pendaftarannya saja yang harus dipikirkan, pilkada besok jujur, adil, bebas tidak ya?" lanjut Anies.

Sebab, kata Anies, jika Pilkada Jakarta kembali tercoreng oleh ketidaknetralan aparatur negara, menjadi percuma proses demokrasi yang terjadi.

Anies tak mau keburukan yang terjadi saat Pilpres 2024 terulang di Pillkada Serentak, khususnya di Jakarta.

Anies sendiri mengaku sudah bertemu Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.

Meski begitu, Anies mengatakan dirinya baru sebatas bertemu, belum membahas terkait rencana maju di Pilkada Jakarta 2024.

“Pertemuan ada, tapi belum ada pembicaraan lebih jauh,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, Anies juga berbicara mengenai kabar dirinya maju Pilkada Jakarta 2024 bersama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Terkait hal tersebut, ia menegaskan dirinya belum memutuskan maju atau tidak dalam Pilkada Jakarta.

“Wong memutuskan maju saja belum tahu,” ujar pria berusia 55 tahun ini.

Ia mengatakan, masih butuh waktu untuk menerima masukan dan mempertimbangkan langkah politik ke depan.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya, mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah nama untuk diusung di Pilkada Jakarta 2024.

Di antara nama-nama itu, menurutnya Anies merupakan prioritas utama untuk diusung oleh NasDem.

Hal ini disampaikannya ketika menghadiri acara Halalbihalal dan Tasyakuran Milad Partai Keadilan Sejahtera ke-22 di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Sabtu (27/4/2024).

"Ya, prioritas Mas Anies. Top priority. Yang kedua ada Ahmad Sahroni, ada Wibi Andrino. Habis itu yang lain-lain kita lihat nanti," ungkap Willy.

Ia menyampaikan, tawaran telah diberikan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh kepada Anies Baswedan.

Namun, jelasnya, Anies masih butuh waktu untuk mendalami situasi politik yang ada saat ini.

"Tetapi setidak-tidaknya NasDem siap kalau Mas Anies maju. Toh, kalau tidak maju juga siap. Alternatif yang sudah kita coba lakukan," ucapnya.

Willy menuturkan, NasDem siap menerima segala keputusan dari Anies Baswedan terkait hal ini.

Ia berujar pihaknya mendukung Anies dan menilainya sebagai aset politik, baik di Jakarta maupun di tingkat nasional.

Sementara itu, Staf Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Seira Tamara, justru resah menghadapi Pilkada Serentak ini.

Menurut Seira, pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut kalau presiden juga boleh berpolitik dan memihak, akan menimbulkan dampak buruk berkepanjangan bagi proses demokrasi di Indonesia.

Terdekat, dampak tersebut besar akan terjadi dalam Pilkada 2024 yang bakal digelar November mendatang.

"Rangkaian proses pemilu yang selanjutnya berjalan itu selanjutnya sudah bisa kita pastikan tidak akan berjalan dengan fair gitu," kata Seira dalam diskusi di Rumah Belajar ICW, Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Menurut dia, cara "kotor" Presiden Jokowi dalam Pilpres kemarin, justru menciptakan cap yang dampaknya berkepanjangan bagi proses demokrasi.

Pasalnya, Jokowi yang merupakan kepala negara dan pemerintahan memiliki beragam alat dan kekuasaan untuk bisa mengatur dan mengendalikan.

"Karena posisi presiden saat itu sebagai pucuk pimpinan kepala negara dan kepala pemerintahan dengan berbagai resource negara yang ikut di belakang nya, presiden sebagai pimpinan Angkatan Darat, Angkatan Laut."

"Tentu keberpihakan posisi dia (Jokowi) yang lebih condong kepada salah satu pihak akan rentan diikuti oleh sumber daya negara lainnya dan juga punya peluang dan potensi dalam mempengaruhi preferensi publik gitu," kata Seira.

Lebih lanjut, menurut dia, bentuk serupa besar kemungkinan kembali terjadi pada pemilu mendatang meski konsepnya tidak senada.

Paling santer kata dia, pada Pilkada 2024 mendatang, akan ada beberapa patahana kepala daerah yang akan kembali maju dalam kontestasi.

Menurut Seira, kondisi tersebut sama halnya dengan posisi Jokowi sebagai Presiden yang juga merupakan kepala negara yang memiliki seorang anak sebagai kandidat di kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres).

"Dalam pencalonan di Pilkada nanti, situasi ini lengkap dengan maraknya petahana yang nanti akan mencalonkan diri," kata dia.

"Terlebih trendnya dari tahun ke tahun jumlah kandidat dalam pemilihan kepala daerah yang punya afiliasi terhadap dinasti politik di daerahnya masing-masing baik afiliasi terhadap kepala daerah sebelumnya maupun afiliasi terhadap anggota DPR maupun DPRD itu meningkat terus," tandas Seira.

(TribunTrends.com/TribunJabar)