TRIBUNTRENDS.COM - Mau sidangkan Anwar Usman dan jajaran hakim Mahkamah Konstitusi lain terkait dugaan konflik kepentingan dengan keluarga Jokowi, Jimly Asshiddiqie jawab tegas tudingan tak independen karena pernah mendukung pencapresan Prabowo Subianto.
Jimly Asshiddiqie yang juga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) merasa tak perlu memberi klarifikasi untuk pihak yang meragukan independensi dirinya dalam mengusut dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim MK.
Baginya lebih baik fokus bekerja profesional daripada habiskan energi memikirkan tudingan negatif orang lain.
"Independensi itu tidak usah diomongin, dikerjakan saja," ujar Jimly setelah dilantik menjadi anggota MKMK, Selasa (24/10/2023).
Ia pun menantang pihak yang meragukan dirinya untuk menilai independensi dirinya lewat putusan MKMK kelak.
"Nanti you nilai kalau sudah diputus, daripada retorika 'insya Allah saya independen'. Tidak begitu. Etika itu bukan hanya soal retorika, dikerjakan saja," lanjutnya.
Ia pun menegaskan bahwa dirinya tidak dalam posisi yang rentan untuk dipengaruhi. Jimly yang saat ini berstatus senator perwakilan DKI Jakarta juga mengungkit fakta sejarah bahwa ia merupakan salah satu pelopor berdirinya MK.
"Saya kan tidak diangkat lagi tidak apa-apa," ucap dia.
"Saya kan cuma pulang kampung saja, karena saya dirikan MK sejak awal. Ini gedung ini nostalgia ini, kantor saya ini. Saya tidak tega membiarkan MK. Jadi saya enggak tega ini membiarkan MK image-nya kayak begini," imbuhnya.
Berdasarkan catatan, Jimly pernah menyampaikan dukungan kepada Prabowo pada 1 Mei 2023.
Saat itu, Jimly ikut menghadiri pertemuan antara Prabowo dengan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Jimly mengaku tidak masuk dalam partai politik, tapi dia mendukung Prabowo di dalam kontestasi nasional 2024.
"Ikut mendukung Prabowo jadi capres," ujar dia.
Jimly mengaku bahwa dirinya sudah mengenal Prabowo cukup lama. Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Prabowo kerap meminta pendapatnya terutama dalam persoalan kebangsaan dan kenegaraan.
"Kami berteman sejak muda," tambah Jimly.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan akan didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres besok ke KPU RI.
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Hingga kemarin, MK telah menerima secara resmi 7 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
Diolah dari berita Kompas.com