TRIBUNTRENDS.COM - Mengapa akhirnya Gibran Rakabuming Raka yang dipilih Prabowo menjadi cawapresnya, bukan Erick Thohir? Hanta Yuda jelaskan tiga keunggulan Gibran yang tak dimiliki Erick Thohir, berpotensi membuat Prabowo menang.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, mengungkap tiga keunggulan Gibran Rakabuming Raka yang berpotensi memenangkan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.
Pendapat itu ia sampaikan di acara Breaking News Kompas TV sesaat setelah Prabowo mengumumkan secara resmi penunjukkan Gibran sebagai cawapresnya, Minggu (22/10/2023).
Seperti diketahui, selain Gibran, nama Erick Thohir sempat santer disebut-sebut sebagai calon kuat pasangan Prabowo.
Erick Thohir disodorkan oleh PAN, sedangkan Gibran pada awalnya disodorkan PBB, namun akhirnya diikuti partai lain termasuk Golkar.
Akhirnya, Prabowo mengumumkan Gibran sebagai wakilnya di pesta demokrasi 2024, di kediamannya, Jalan Kertanegra IV, Jakarta Selatan, Minggu.
Baca juga: Gibran Bahas Nasib Statusnya di PDIP Setelah Dipinang Prabowo, Sudah Ngobrol dengan Puan: Tenang Aja
Pengumuman disampaikan usai rapat para ketua umum partai Koalisi Indonesia Maju (KIM), Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Garuda, Gelora dan Prima.
Gibran sendiri tidak hadir pada pengumuman penting itu.
Prabowo-Gibran rencananya akan mendaftarkan diri ke KPU pada Rabu (25/10/2023).
Hanta Yuda memaparkan analisanya mengapa Prabowo dan para ketua umum partai KIM akhirnya sepakat pada Gibran, bukan Erick.
"Ada tiga kekuatan Gibran yang berpotensi melentingkan elektabilitas pasangan ini," kata Hanta Yuda mengawali pemaparannya.
Pertama, Gibran tidak bisa dipisahkan dari sang ayah yang memiliki tingkat kepuasan publik mencapai 80 persen.
Hal itu tidak bisa dinafikan sebagai potensi elektoral yang sangat besar.
Tak hanya dari publik yang puas, pemilih Jokowi di Pilpres 2019 juga bisa beralih menjadi pemilih Gibran.
"Satu, kita tahu Pak Jokowi, Gibran tidak bisa dipisahkan dengan Pak Jokowi tentunya, memiliki tingkat approval rating yang tinggi kisaran 75-80 persen, itu potensinya."
"Lalu kita tahu Pak Jokowi pemenang Pilpres yang pemilihnya sekitar 55 persen di 2019 lalu. Ini potensinya cukup besar di basis-basis Jokowi di Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Timur, NTB dan sebagainya."
Baca juga: Dipilih Prabowo Jadi Cawapresnya, Ini Langkah Gibran, Presiden Jokowi Merestui Tugas Orangtua
"itu bisa berpotensi bergeser mengikuti 'telunjuk' Pak Jokowi, kalau ini bisa dikapitalisasi dengan optimal," paparnya.
Hanta Yuda lantas menjelaskan kelebihan kedua Gibran yang masih terkait dengan ayahnya.
Gibran diterima seluruh partai KIM yang merupakan mesin politik besar.
Jika seluruh partai anggota KIM optimal memanaskan mesinnya, maka Pilpres 2024 di tangan mereka.
Selain itu, simpul relawan Jokowi juga kekuatan politik yang tidak bisa diremehkan. Semua itu bisa menjadi berkah tersendiri bagi Prabowo-Gibran.
"Yang kedua, dari sisi jejaring mesin elektoral juga cukup kuat. Selain koalisi partai politik terbesar, 45 persen kekuatan di parlemen, juga kita tahu ada jejaring relawan yang juga menjadi mesin politik nonpartai milik Pak Jokowi yang juga bisa dikapitalisasi," kata Hanta Yuda.
Ketiga adalah faktor Jokowi sebagai presiden saat Pilpres 2024 terselenggara.
Jokowi bisa saja menggunakan kekuasaannya yang berimbas pada kelancaran sang putra menuju podium politik tertinggi.
"Dan kekuatan terbesar ketiga kita tahu Presiden Jokowi ketika Pilpres berlangsung adalah panglima tertinggi politik di republik ini
yang memegang kendali fitur-fitur kekuasaan, punya pengaruh politik secara langsung maupun tidak langsung, dan ini punya potensi tentunya," jelasnya.
Selain kelebihan, Hanta Yuda juga menjelaskan bahwa GIbran bisa membawa dampak negatif bagi pencapresan Prabowo.
Baca juga: Karir Kilat Gibran Rakabuming, Dulu Tak Tertarik, 3 Tahun jadi Wali Kota Solo, Kini Cawapres Prabowo
Faktor itu terkait kemungkinan kekuatan politik kontra Jokowi yang menguat dari kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Faktor lain adalah menguatnya isu politik dinasti yang kini sudah mulai menyerang Jokowi dan Gibran.
"Kemungkinan eskalasi dari isu-isu dinasti dan sebagainya. Ini harus ada mitigasi politik," tandas Hanta Yuda. (Tribun Jakarta)
Diolah dari artikel di Tribun Jakarta