Berita Viral

DINILAI Otoriter, Kepsek di Makassar Didemo Siswa SMA, Dituntut Agar Dicopot, 'Semena-mena ke Guru'

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siswa SMA 17 Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) saat demo tuntut Kepseknya dicopot dari jabatannya, Senin (16/10/2023)

TRIBUNTRENDS.COM - Kepala sekolah dinilai otoriter, siswa SMA Negeri 17 melakukan demo.

Mereka ingin kepala sekolahnya untuk dicopot.

Aksi demo tersebut dilakukan pada Senin (16/10/2023) di lapangan seklah usai upacara bendera.

Baca juga: Alasan Septina Kepala Sekolah di Semarang Rela Antar Jemput Siswanya, Tiap Murid Iuran Rp 2 Ribu

Siswa SMA Negeri 17 Makassar yang terletak di Jalan Sunu, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar aksi demo, Senin (16/10/2023).

Mereka menuntut agar kepala sekolah (Kepsek) bernama Suamiti dicopot dari jabatannya lantaran dianggap otoriter.

Aksi ratusan siswa SMA 17 Makassar dilakukan di lapangan sekolah usai pelaksanaan upacara bendera.

Siswa SMA 17 Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) saat demo tuntut Kepseknya dicopot dari jabatannya, Senin (16/10/2023) (Kompas.com/Tangkapan Layar)

Tampak beberapa siswa terlihat membawa spanduk bertuliskan "Kami Menolak Kepsek Otoriter" dan "Usut Tuntas, Persetan Reputasi".

Tak hanya itu mereka juga menyampaikan surat petisi pemberhentian untuk Kepsek SMA 17 Makassar, Suamiti. Petisi itu pun dibacakan oleh salah satu perwakilan siswa SMA 17 Makassar bernisial F.

"Kami yang bertanda tangan di bawah ini siswa-siswi SMA Negeri 17 Makassar dengan ini menggugat pemberhentian jabatan Kepala Sekolah atas nama Sumiati, S.Pd, M.Pd agar segera dilakukan," kata F

F mengungkapkan petisi ini mereka lakukan atas dasar beberapa keluhan dan keresahan yang dirasakan selama Sumiati menjadi Kepsek SMA 17 Makassar.

"Berperilaku semena-mena terhadap guru lainnya yang diperlihatkan langsung di depan para siswa-siswi. Seringkali mengeluarkan kebijakan secara sepihak tanpa mempertimbangkan aspirasi guru dan siswa/siswi terlebih dahulu," ujarnya.

Dalam petisinya Sumiati dianggap melanggar Pasal 26 ayat 1 pada UU ITE dengan memaksa penyitaan dan pengecekan handphone bagi para siswa bermasalah yang tidak ada sama sekali hubungannya dengan permasalahan yang dilakukan.

Contohnya, kata F, siswa yang terlambat diwajibkan mengumpulkan handphone. Dia mengatakan Sumiati juga mengatakan hal yang tidak selayaknya tenaga pendidik ungkapkan kepada siswanya. 

"Seperti melakukan body shamming, penuduhan, dan pengancaman," tuturnya.

Baca juga: Guru di Gresik Jenguk Bocah SD yang Buta Gegara Dicolok Teman, Kepala Sekolah Tak Ikut, Ortu Kecewa

Kemudian, lanjut F, mempersulit perizinan pelaksanaan program kerja OSIS/MPK maupun ekstrakurikuler lainnya secara berlebihan bahkan menuntut kegiatan selalu berjalan sempurna tanpa ada kontribusi yang mendukung dari pihak sekolah.

"Mempersempit ruang bagi siswa-siswi untuk mengembangkan bakat, hard skill ataupun soft skill. Seperti membatasi perizinan ekstrakurikuler dalam melakukan latihan, mempersulit izin siswa untuk mengikuti perlombaan dan TIDAK memfasilitasinya sama sekali," ungkapnya.

Dia juga mengatakan Suamiti diskriminatif  berdasarkan latar belakang orangtua siswa. Kemudian juga dinilai membatasi penggunaan fasilitas sekolah yang seharusnya merupakan hak dari para siswa.

"Seperti penggunaan lapangan, aula besar, aula mini bahkan hal sekecil penggunaan barang elektronik sekalipun kami dituduh dengan sebutan koruptor,"bebernya.

Bahkan suamiti dinilai kurang memberikan dukungan finansial terhadap kegiatan-kegiatan yang siswa-siswi lakukan namun melarang pelaksanaan upaya pencarian dana.

Kondisi SMA Negeri 17 Makassar setelah ribut-ribut aksi demonstrasi siswa tuntut kepala sekolah dicopot Senin (16/10/2023). (Muslimin Emba/Tribun Timur)

"Berdasarkan permasalahan yang diuraikan maka kami siswa-siswi memohon agar hal tersebut segera ditindak lanjuti," tandas dia.

Namun saat aksi demo tersebit, Kepsek SMA 17 Makassar, Suamiati tidak ada di lokasi karena sedang mengikuti kegiatan Pemprov Sulsel.

Hal itu diungkapkan oleh Wakil Kepala Sekolah SMAN 17 Makassar, Kartini Kurnia disela-sela aksi siswa-siswinya.

"Ibu Kepsek tidak ada di tempat lagi ada kegiatan di (Kantor) gubernuran," kata Karitni.

Sontak, siswa siswi peserta aksi kecewa dan langsung berteriak mendengar penyampaian Kartini.

"Hu..." teriak siswa yang aksi.

"Saya hanya menyampaikan, tolong kalian perlihatkan karaktermu sebagai siswa SMA 17 yang baik," kata Kartini.

Dia pun meminta perwakilan siswa dari masing-masing organisasi untuk melakukan audiensi.

"OSIS, MPK, dan setiap ekskul yang merasa tidak sesuai mari kita bicara sama-sama," pungkasnya.

Alasan Septina Kepala Sekolah di Semarang Rela Antar Jemput Siswanya, Tiap Murid Iuran Rp 2 Ribu

Mulianya hati Septina Ika Kadarsih rela antar jemput siswanya menggunakan mobil pribadi.

Septina Ika Kadarsih merupakan seorang kepala sekolah di Semarang.

Kepsek satu ini membeberkan alasan mengapa ia rela mengantar jemput siswanya menggunakan mobil.

Ternyata menurut Septina, hal ini lantaran banyak orangtua siswa yang merasa khawatir.

Mereka khawatir anak-anaknya tak kunjung pulang ke rumah karena selalu bermain dulu di sawah sekitar sekolah.

“Ternyata lokasi sekolah yang berada di tengah sawah itu menyebabkan kendala pada anak-anak waktu berangkat dan pulang sekolah.

Orang Tua banyak yang khawatir karena dulu anak-anak kalau tidak jemput bermain dulu di sawah,” kata Septina dalam program “Kompas Petang” Kompas TV, Minggu (17/9/2023).

Baca juga: Guru Honorer di Lampung Diberhentikan Kepala Sekolah, Tiba-tiba Diminta Mundur, Ini Penyebabnya

Septina Ika Kadarsih, kepala sekolah di Semarang rela antar jemput siswanya ke sekolah

Maka dari itu, Septina rela membawa mobil pribadi untuk mengantarjemput muridnya karena jarak rumah siswa ke sekolah rata-rata cukup jauh.

Septina menyebut lokasi yang tidak menguntungkan membuat banyak orang tua yang enggan menyekolahkan anak mereka ke SDN Sugihan 3.

Bahkan, SD tersebut pernah tidak mendapatkan satu pun siswa ketika tahun ajaran baru.

Saat ini, SDN Sugihan 3 menjadi tempat belajar 25 anak dari kelas 1 hingga kelas 6. 

Septina menceritakan bahwa para orang tua juga sempat khawatir karena dulu berembus isu penculikan anak.

Ia pun berinisiatif menerjunkan mobil pribadi untuk mengantarjemput siswa.

"Karena saya juga melihat latar belakang wali murid kami, mereka dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

Jadi kalau saya bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengadaan mobil ini, dikhawatirkan mereka tidak mampu biayanya,” kata Septina.

Septina menuturkan bahwa murid SDN Sugihan 3 iuran Rp2 ribu setiap hari untuk bensin mobil.

Ia menyebut para siswa tidak bisa dipatok lebih.

Sebagian di antara mereka bahkan terkadang tidak membawa uang saku ke sekolah.

Septina pun berharap suatu saat pemerintah akan memperbaiki jalan menuju SDN Sugihan 3.

Ia menyebut banyak orang tua yang ragu menyekolahkan anak mereka ke situ karena jalan yang rusak.

"Kadang mereka (wali murid) enggan menyekolahkan ke tempat kami karena jalannya rusak.

Harapan kami itu (diperbaiki pemerintah)," kata Septina.

Sementara itu, Kepala Disdikbudpora Kabupaten Semarang Sukaton Purtomo mengaku pihaknya mengapresiasi inisiatif Septina.

Ia juga berjanji pihaknya akan meninjau kebutuhan SDN Sugihan 3.

Baca juga: Kamu kan yang Melaporkan Keceplosan, Awal Mula Kepala SD Bogor Lakukan Pungli, Guru Reza Tertekan

Septina Ika Kadarsih, kepala sekolah di Semarang rela antar jemput siswanya ke sekolah

Sebelumnya, sosok Septina jadi sorotan karena beli mobil dan setiri sendiri untuk antar jemput siswanya di wilayah terpencil.

Wanita bernama lengkap Septina Ika Kadarsih itu merupakan kepala sekolah SD Negeri Sugihan 3.

Karena letak SD Negeri Sugihan 3 Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, terpencil dari permukiman warga, hal ini membuat sekolah tersebut kekurangan murid.

Karena orangtua tentu memilih menyekolahkan anaknya di sekolah yang mudah aksesnya.

Namun, Septina tak menyerah agar sekolah yang dipimpinnya bisa ramai murid.

Dia membeli mobil Suzuki Carry keluaran 1988 yang difungsikan sebagai mobil sekolah.

"Belinya sudah sekitar setahun lalu, Rp 15 juta, kemudian dimodifikasi sebagai mobil antar jemput siswa.

Tapi memang seringnya untuk mengantar siswa pulang, diantar sampai ke rumah masing-masing," kata Septina, melansir dari Kompas.com.

Menurut Septina, semua siswa menggunakan jasa mobil tersebut setiap harinya.

Total 25 siswa diantar dalam dua rombongan.

"Diantar dari yang paling dekat, di sekitar sekolah sampi siswa yang rumahnya di wilayah Candi, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Siswa disini memang banyak juga yang dari Boyolali," paparnya.

Septina mengatakan, jika siswa berjalan kaki ada yang menempuh perjalanan sejauh tiga kilometer melalui perkebunan.

"Kasihan juga kalau terlalu jauh, selain capai saat berjalan juga bisa terlambat. Kalau dengan mobil ini mereka jadi lebih cepat," jelasnya.

Setiap hari, siswa yang menggunakan jasa mobil antar jemput harus membayar Rp 2.000.

"Istilahnya hanya untuk ganti bensin. Alhamdulillah orangtua juga tidak keberatan, karena selain anak lebih cepat sampai rumah, mereka juga merasa aman dan nyaman karena didampingi guru," kata Septina.

Septina mengatakan, terkadang dirinya yang menyetir sendiri mobil tersebut saat mengantar siswa.

Hal ini karena keterbatasan tenaga khusus untuk menyetir mobil tersebut.

"Jadi di sekolah ini ada 10 tenaga pendidik, terdiri dari 9 perempuan dan satu laki-laki.

Kalau yang laki-laki pas ada halangan, ya saya sopir sendiri ke rumah siswa, bagi-bagi tugas," paparnya.

Baca juga: Sosok Nopi Yeni, Kepala Sekolah yang Pecat Guru Honorer, Akui Lakukan Pungli: Saya Mohon Maaf Pak

Seorang siswa kelas IV, Yusuf Eka Saputra mengatakan senang dengan adanya mobil antar jemput tersebut.

"Jadi tidak terlambat, kalau dulu berangkat sekolah pukul 06.00 WIB jalan kaki dari rumah di Candi," jelasnya.

"Senang juga di mobil bersama teman-teman, bisa barengan tidak sendiri-sendiri," kata Putra, panggilannya.

Kepala Korwilcambiddik Kecamatan Tengaran Eko Lesmono mengatakan, dari 33 SD di wilayahnya, 12 sekolah di antaranya menerapkan pola antar jemput siswa.

"Ada yang kerja sama dengan pihak ketiga dan juga beli mobil sendiri," paparnya.

"Selain faktor wilayah dan geografis, dengan adanya mobil ini bisa memberikan kenyamanan dan keamanan untuk siswa.

Apalagi saat ini banyak orangtua yang karena kesibukannya, tidak bisa antar jemput anak," jelas Eko.

Diolah dari artikel di Kompas.com dan Surya.co.id