Breaking News:

Tempat Wisata

Gorontalo Punya Desa Wisata Religi, Berawal dari Ide Remaja SMA, Bekas Peninggalan Kerajaan Bubohu

Desa Wisata Religi Bubohu di Gorontalo, dicetuskan tokoh Gorontalo, Yosep Tahir Ma'ruf, yang memiliki gelar adat Taa Laa Pobahayu Wu'udu

TRIBUNGORONTALO/HUSNULPUHI
Desa Wisata Religi Bubohu di Gorontalo, dicetuskan tokoh Gorontalo, Yosep Tahir Ma'ruf, yang memiliki gelar adat Taa Laa Pobahayu Wu'udu 

Desa Wisata Religi Bubohu di Gorontalo, dicetuskan tokoh Gorontalo, Yosep Tahir Ma'ruf, yang memiliki gelar adat Taa Laa Pobahayu Wu'udu

TRIBUNTRENDS.COM - Desa Wisata Religi Bubohu di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, memiliki sejarah yang unik.

Konsep wisata ini berasal dari tokoh Gorontalo, Yosep Tahir Ma'ruf, yang memiliki gelar adat Taa Laa Pobahayu Wu'udu.

Menurut Yeti Ma'ruf, saudara kandung Yosep, ide pembangunan wisata religi ini sudah ada sejak Yosep masih duduk di bangku SMA, yaitu Sekolah Pendidikan Guru (SPG).

Baca juga: Cuma 16 Km dari Kota, Ini Wisata Baru di Gorontalo, Menginap di Glamping Menghadap Sungai Bulota

"Waktu itu kan pak Yosep sekolah SPG.

Ia bercita-cita Desa Bongo ini ramai, dan dampak ekonominya bisa berpengaruh ke masyarakat. Itu rencana pertamanya," ungkap Yeti saat ditemui pada Kamis (9/5/2024).

Yeti menjelaskan bahwa Desa Bongo, lokasi destinasi wisata religi ini, awalnya merupakan peninggalan kerajaan Bubohu.

Bukti sejarahnya tercatat dalam dokumen yang diarsipkan di Belanda.

Ishak Ntoma, seorang warga Tapa, Bone Bolango, memegang dokumen aslinya.

Yosep kemudian mencari dokumen tersebut dan mulai merancang pembangunan Desa Wisata Religi Bubohu.

"Dari situ dia (Yosep) mulai mengonsepkan Desa Bongo ini menjadi desa yang banyak dikunjungi oleh wisatawan," cerita Yeti, adik kandung Yosep.

Yeti mengakui bahwa setiap kali Yosep merancang wisata religi, mereka selalu berdiskusi.

Oleh karena itu, Yeti mengetahui semua rancangan dan konsep pembangunan wisata tersebut.

Bahkan, Yosep menggambar rancangan destinasi wisata religi di atas tanah menggunakan sebatang kayu.

"Jadi empat pondok walima ini sudah digambarkan oleh kakak saya di atas tanah waktu itu," tutur Yeti sambil menunjuk empat pondok walima yang sering menjadi tempat berfoto bagi pengunjung.

Selain itu, berdasarkan pemikiran Yosep, wisata religi ini juga ingin dijadikan pesantren alam di Gorontalo.

Yosep ingin warga Desa Bongo dapat belajar mengaji dan mengkaji ilmu agama di tempat tersebut.

Empat pondok walima dibangun sebagai tempat menuntut ilmu agama.

"Belajar mengaji di sini sempat berjalan waktu itu, hanya terdapat sedikit masalah, makanya terhenti," imbuhnya.

Yeti juga menceritakan sejarah banyaknya burung merpati di wisata religi ini.

Awalnya, hanya ada 7 ekor burung merpati yang dibeli oleh Yosep dari rekannya di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Seiring waktu, jumlah merpati bertambah hingga ratusan ekor.

"Awalnya itu hanya 7 ekor, Yosep sendiri yang beli dari temannya di Limboto," ucapnya.

Desa Wisata Religi Bubohu terletak di Desa Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo, sekitar 10 kilometer dari Kota Gorontalo.

Perjalanan ke sana memakan waktu sekitar 30 menit dan menawarkan pemandangan laut yang indah.

Setibanya di sana, pengunjung akan disambut oleh bangunan kayu menyerupai Toyopo, simbol kue dalam tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW.

Biaya masuk ke wisata ini hanya Rp 5 ribu per orang.

Di dalam, pengunjung akan disambut oleh kawanan burung dara dan empat pendopo walima, serta barisan fosil kayu di depan pintu masuk.

Kisah ini diceritakan oleh Yeti Ma'ruf, adik kandung Yosep, yang mendampingi Yosep sejak awal mencari dana untuk pembangunan wisata religi ini.

Yeti menjelaskan bahwa Yosep mulai merancang destinasi wisata ini sejak SMA, dengan tujuan menjadikan Desa Bongo sebagai pusat pengkajian ilmu agama Islam dan tempat wisata.

"Itulah awal konsep kakak saya merancang desa wisata bubohu ini," ucap Yeti saat ditemui di tempat wisata itu pada Kamis (9/5/2024).

Karena keterbatasan ekonomi, Yosep bekerja pada pengusaha bernama Herman Tong di Palu, Sulawesi Tengah, yang bergerak di bidang pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) melalui PT. Sukma Karya Sejati.

Yeti selalu mendampingi Yosep.

"Jadi saat lulus SMA, dia (Yosep) mencari dana sama Herman Tong.

Dan saya mendampinginya tiap saat," cerita Yeti.

Karena keuletan dan kerja kerasnya, Yosep dipercaya untuk membuka kantor perwakilan di Gorontalo, yang berlokasi di Kelurahan Hutuo, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Yosep mendampingi para TKI ke Jakarta untuk keberangkatan ke luar negeri, sementara kantor perwakilan dititipkan kepada Yeti.

Setelah lama di Jakarta dan sering mengirim TKI ke luar negeri, Yosep dipercaya menjadi Direktur Utama di PT tersebut.

Dari sinilah Yosep mulai mengumpulkan dana untuk membangun Desa Wisata Religi Bubohu.

"Sejak kakak saya di Jakarta, dan kenal dengan para pejabat dan orang-orang besar, ia sudah banyak mengumpulkan uang untuk membangun desa yang dia konsep sejak duduk di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) saat itu," cerita Yeti.

Setelah dana terkumpul, Yosep langsung membangun desa wisata religi impiannya.

Kini, Desa Wisata Religi Bubohu semakin maju dan banyak dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

Atas jasanya, Yosep Tahir Maruf, yang lahir pada tahun 1971 dan meninggal pada tahun 2019, diberikan gelar adat Taa Loo Pobayahu Wu'udu, yang berarti putra kelahiran Indonesia yang telah menciptakan destinasi wisata religius Bubohu dalam lintas pengembangan budaya daerah Provinsi Gorontalo.

(TribunTrends.com/TribunGorontalo/Disempurnakan dengan bantuan AI)

Tags:
wisata religiSMABubohu
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved