Berita Viral
Peran Kerry Adrianto dalam Korupsi Minyak Pertamina, Anak Riza Chalid Rugikan Negara Rp193 T
Inilah peran Kerry Adrianto dalam korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina hingga membuat negara rugi Rp193 triliun.
Editor: Dika Pradana
TRIBUNTRENDS.COM - Terlibat kasus dugaan korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina, Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), anak Riza Chalid ternyata memiliki peran penting.
Dalam kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina, Kerry Adrianto Cs telah membuat negara merugi hingga Rp 193,7 triliun.
Dalam kasus dugaan korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina, Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), yang merupakan anak dari pengusaha terkenal Riza Chalid, memiliki peran sangat signifikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh tersangka dalam perkara ini, termasuk MKAR, yang menjabat sebagai beneficial owner atau pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa.
Diketahui, PT Navigator Kathulistiwa merupakan perusahaan yang berperan dalam pengiriman minyak mentah.
Kerry Adrianto Riza bukan hanya dikenal sebagai anak dari Riza Chalid, yang memiliki pengaruh besar dalam dunia energi Indonesia, tetapi juga terhubung dengan berbagai aktivitas korupsi besar.
Ayahnya, Riza Chalid, sebelumnya dikenal sebagai pengusaha yang mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak perusahaan PT Pertamina, selama bertahun-tahun dan dijuluki sebagai "Raja Minyak" Indonesia.
Riza Chalid juga sempat terseret dalam kasus “Papa Minta Saham,” sebuah skandal yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Presiden Direktur PT Freeport, Maroef Sjamsoeddin.

Peran Kerry Adrianto dalam skandal ini berfokus pada keuntungan yang diperoleh melalui mark-up kontrak pengiriman (shipping) impor minyak mentah dan produk kilang.
Kejagung mengungkapkan bahwa dalam pengadaan impor minyak mentah, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi, melakukan mark-up pada kontrak pengiriman, yang mengakibatkan negara harus membayar biaya lebih tinggi, sekitar 13-15 persen dari biaya seharusnya.
Dari hasil mark-up tersebut, MKAR memperoleh keuntungan yang sangat besar.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa PT Navigator Khatulistiwa, yang dimiliki oleh MKAR, memiliki peran penting dalam pengiriman minyak mentah melalui jalur laut, termasuk pengiriman LNG.
Namun, nilai keuntungan yang diperoleh MKAR dari mark-up kontrak pengiriman ini belum diungkapkan secara rinci oleh Kejagung.
Kasus ini berakar dari ketidakpatuhan terhadap regulasi yang mengatur pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri.
Sesuai dengan peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018, prioritas harus diberikan kepada pasokan minyak bumi domestik sebelum merencanakan impor.

Namun, para pejabat dari Pertamina, seperti Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, melakukan pengondisian dalam rapat yang bertujuan untuk menurunkan produksi kilang dan mengabaikan pasokan dalam negeri.
Hingga pada akhirnyam hal itu memicu impor minyak dan produk kilang dengan harga yang lebih tinggi.
Di sisi lain, para broker yang terlibat dalam pengadaan minyak mentah, termasuk Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo, turut berperan dalam memperoleh harga yang lebih tinggi melalui mark-up kontrak.
Proses ini menyebabkan harga jual BBM kepada masyarakat menjadi lebih mahal.
Hal itu tentunya mempengaruhi pemberian subsidi dan kompensasi dari APBN yang mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, serta MKAR, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo. Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kerugian yang ditimbulkan dari praktik ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun, meskipun nilai kerugian yang pasti masih dalam proses penghitungan.
Kasus ini menunjukkan betapa besar dampak dari korupsi yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki akses ke sumber daya negara, seperti minyak dan energi, serta bagaimana mereka mengeksploitasi celah dalam kebijakan dan prosedur untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka.
Sumber: Kompas.com
Begini Cara Alvi Mutilasi Kekasih Jadi Ratusan Potongan, Alat Sehari-hari Berubah Jadi Senjata Maut |
![]() |
---|
Jejak Kengerian Alvi Maulana Mutilasi Tiara, Bagian Tubuhnya Dibuang Satu per Satu Seperti Kotoran |
![]() |
---|
Akhir Pelarian Sopir Bank Jateng Gondol Rp10 M: Dikejar Lintas Kota, Terciduk di Tengah Kegelapan |
![]() |
---|
Empat Senjata Jadi Saksi Bisu Aksi Brutal Alvi Maulana Habisi Tiara, Pisau Dapur hingga Gunting Baja |
![]() |
---|
Cerita Pak RT Soal Alvi Maulana: Pendiam di Lingkungan hingga Ditemukan Plastik Berisi Jasad Tiara |
![]() |
---|