Sosok Romo Magnis yang Dicecar Hotman Paris di Sidang MK, Pastor dari Jerman Teman Baik Gus Dur
Profil Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis yang dicecar Hotman Paris hingga Yusril Ihza Mahendra di sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.
Editor: Amir M
TRIBUNTRENDS.COM - Romo Magnis Suseno menjadi perhatian setelah dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024) kemarin.
Romo Magnis Suseno dihadirkan oleh kubu Ganjar-Mahfud selaku pihak pemohon dalam perkara tersebut banyak memaparkan persoalan etika seorang presiden ketika memberikan keterangan di hadapan sidang.
Salah satu poin keterangan Romo Magnis Suseno dalam sidang tersebut adalah soal presiden yang tidak ubahnya seperti pemimpin organisasi mafia bila menggunakan kekuasaannya hanya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Hal itu membuatnya dicecar kubu lawan, beberapa di antaranya adalah Hotman Paris Hutapea hingga Yusril Ihza Mahendra.
Lantas siapa Romo Magnis Suseno sebenarnya?
Romo Magnis Suseno atau Prof. em. Dr. Romo Frans Magnis-Suseno SJ adalah sosok yang dikenal sebagai pastor gereja Katolik, cendekiawan, dan budayawan.
Sejak 1 April 1996, ia menjadi guru besar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
Dikutip dari unwira.ac.id, nama lengkap Romo Magnis Suseno adalah Maria Franz Anton Valerian Benedictus Ferdinand von Magnis.
Ia juga dikenal dengan nama Franz Magnis-Suseno atau Franz Graf von Mag.
Romo Magnis Suseno lahir pada 26 Mei 1936 di Eckersdorf, Sesilia, Distrik Glatz, Jerman yang sekarang bagian dari Polandia.
Ia merupakan putra sulung dari pasangan suami istri Ferdinand Graf von Magnis dengan Maria Anna Grafin von Magnis, prinzenssin zu Lowenstein.
Selain berdarah bangsawan, keluarga Romo Magnis Suseno juga termasuk dalam golongan rohaniawan Katolik yang taat.
Romo Magnis Suseno mengisi masa mudanya dengan mendalami kerohanian di Neuhausen, antara tahun 1955-1957.
Ia kemudian mendalami studi filsafat di Philosophische Hochschule, Pullach, dekat kota Munchen antara tahun 1957-1960.
Pada tahun 1959, ia sudah mencapai gelar akademik Bakalaureat dalam filsafat, dan setahun kemudian pada 1960 meraih Lizentiat juga dalam bidang filsafat.
Pada tahun 1961, dalam usia 25 tahun ia dikirim ke Indonesia untuk mengenyam pendidikan di bidang filsafat dan teologi.
Romo Magnis Suseno memperoleh kewarganegaraan Indonesia pada tahun 1977.
Romo Magnis juga berteman baik dengan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan menganggap Gus Dur sebegai orang paling penting dalam hidupnya.
Hingga saat ini beliau masih aktif sebagai dosen, ahli ilmu filsafat, serta aktif menghasilkan berbagai tulisan.
Pandangan-pandangan filosofis pada tiap karya Romo Magnis Suseno banyak diinspirasi oleh humanitas yang dikembangkan oleh Gereja.
Pemikiran-pemikiran teologis Katolik secara tegas tercermin di dalam setiap karyanya dengan sentuhan humanitas yang lebih moderat.
Baca juga: Detik-detik Ketua KPU dan Bawaslu Kompak Tidur di Sidang Sengketa Pilpres, Langsung Ditegur Ketua MK

Hotman Paris tanggapi Romo Magnis
Anggota tim pembela pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran, Hotman Paris Hutapea mengeklaim Presiden Joko Widodo tidak membagikan bantuan sosial (bansos) di luar data yang ada.
Pernyataan ini menanggapi ucapan ahli filsafat yang didatangkan oleh kubu paslon 3 Ganjar-Mahfud MD Franz Magnis Suseno dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2024).
Dalam pernyataannya, Romo Magnis menyebut presiden melanggar etika berat jika menggunakan kekuasaannya untuk mendukung pasangan kandidat yang ia kehendaki menang, termasuk dalam politisasi bansos.
"Presiden tidak pernah membagikan bansos di luar data yang ada," kata Hotman dalam sidang, Selasa siang.
Mulanya, Hotman menyebut bahwa pemerintahan Presiden Jokowi adalah pemerintahan yang baik karena membantu fakir miskin.
Anggaran perlindungan sosial (perlinsos) pada tahun 2021 mencapai sekitar Rp 408 triliun dan pada tahun 2022 sekitar Rp 431 triliun. Anggaran ini digelontorkan bukan di tahun-tahun Pemilu.
"Pada waktu itu enggak ada Pemilu tapi sudah 40 persen lebih bantuan sosial dan perlinsos," ucap Hotman.
Kemudian, pengacara kondang itu bertanya apakah Romo Magnis mengetahui bansos yang dibagikan menyasar orang-orang yang sudah ditargetkan (targeted) untuk fakir miskin.
Datanya mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Data penduduk itu sudah ada semuanya. Presiden hanya simbolik di awal membagikan bansos sesuai data yang sudah ada di kementerian masing-masing," ungkap Hotman.
Oleh karena itu, Hotman menyatakan jokowi tidak pernah membagikan bansos di luar data yang ada.
Dari mana Romo tahu seolah Presiden itu seolah mencuri uang bansos untuk dibagikan, padahal Pak Romo tidak tahu praktik pembagian itu sudah ada datanya, lengkapnya, namanya KPM (Keluarga Penerima Manfaat)," jelas dia.
Baca juga: Kabar Buruk Buat Prabowo! Kemenangan di Pilpres Bisa Dibatalkan MK, Kubu Anies Temukan Faktor Ini
Sebelumnya diberitakan, Guru Besar Filsafat STF Driyakara Franz Magnis Suseno berpandangan, seorang presiden sah-sah saja untuk memberi tahu orang lain mengenai kandidat mana yang ia harapkan menang dalam pemilihan presiden.
Namun, ia mengingatkan bahwa presiden melanggar etika berat jika menggunakan kekuasaannya untuk mendukung pasangan kandidat yang ia kehendaki menang.
"Presiden boleh saja memberi tahu bahwa ia mengharapkan salah satu calon menang," kata Romo Magnis, sapaan akrabnya dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024).
Romo Magnis memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan kubu pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Tetapi begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya untukk memberi peetunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain untuk mendukung salah satu paslon, serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan dalam rangka memberikan dukungan kepada paslon, itu ia secara berat melanggar tuntutan etik," ujar Romo Magnis melanjutkan.
Sebab, kata dia, seorang presiden seharusnya bertindak tanpa membeda-bedakan warganya, termasuk para politisi yang mengikuti kontestasi pemilu. Romo Magnis juga mengingatkan bahwa penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan politik juga merupakan bentuk pelanggaran etik.
"Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko, jadi itu pencurian, ya pelanggaran etika," kata Romo Magnis.
Sumber: KOMPAS
Kursi Menpora Masih Kosong, Zainudin Amali Sebut Taufik Hidayat Cocok Naik Jabatan "Bisa Meneruskan" |
![]() |
---|
Baru Jabat Menteri P2MI, Mukhtarudin Langsung Dapat Setumpuk PR, Karding: Yang Harus Kita Perbaiki |
![]() |
---|
Pernyataan Anis Hidayah Viral, Ketua Komnas HAM Siap Mundur Jika Gagal Usut Kasus Munir "Dicatat" |
![]() |
---|
Baru Menjabat Menkeu, Purbaya Langsung Dituntut Perbaiki Sistem Perpajakan, "Agar Lebih Adil" |
![]() |
---|
Budi Gunawan Dicopot dari Menko Polkam, Mahfud MD Terkejut, Calon Pengganti Masih Dirahasiakan |
![]() |
---|