Breaking News:

Berita Viral

Kisah Hamzah, 8 Tahun Jadi Marbut di Masjid Sultan Bima, Tak Digaji Tapi Dapat Hak Kelola Sawah

Kisah seorang marbut di Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima bernama Hamzah, tak digaji namun dapat hak kelola sawah, kerja 8 tahun.

Editor: jonisetiawan
ist
Kisah Hamzah, marbut di Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima. 

TRIBUNTRENDS.COM - Kisah seorang marbut di Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima, tak digaji namun dapat hak kelola sawah.

Adapun marbut masjid tersebut bernama Hamzah.

Pria kelahiran 1963 di Kampung Sigi, Kelurahan Paruga, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat itu sudah menjadi marbut selama 8 tahun.

Menjadi seorang marbut tidak pernah terpikir oleh Hamzah sebelumnya.

Ayah tiga orang anak itu dulunya adalah seorang buruh serabutan yang bekerja di sebuah toko di Kota Bima.

Baca juga: Safari Ramadan Bupati Sri Mulyani, Salat di Masjid Cagar Budaya Al Makmur Majasem: Indah dan Unik

Puluhan tahun banting tulang untuk menafkahi hidup keluarga, Hamzah akhirnya sampai pada titik di mana tubuh kekarnya tak lagi kuat mengangkat beban berat.

Kepada Kompas.com, pria 61 tahun ini mengisahkan awal perjalanan hidupnya menjadi marbut di Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima.

Masjid itu adalah salah satu masjid tertua yang dibangun tahun 1770 dan terletak di kompleks Istana Kerajaan Bima, tepatnya di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bima.

Hamzah mengaku sudah delapan tahun menjadi salah satu marbut di masjid bersejarah tersebut.

"Sekarang sudah masuk delapan tahun. 

Dulu kerja sebagai buruh tapi saya sudah tidak kuat angkat beban berat makanya berhenti dan jadi marbut," ucapnya, Jumat (22/3/2024) siang.

Hamzah, marbut di Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima.
Hamzah, marbut di Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima.

Sebagai marbut, ia bertugas membersihkan semua ruangan dan halaman masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima, sesekali juga harus menjadi muazin (pengumandang azan).

Dalam sebulan, tugas tersebut hanya dilakukan selama 14 hari, waktu sisanya diisi marbut lain sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh pengurus masjid.

Mendapatkan hak kelola sawah

Hamzah mengaku tidak memperoleh pendapatan bulanan sebagai marbut masjid.

Namun, dia bersama marbut lainnya diberi hak kelola atas lahan sawah masing-masing seluas 5.000 meter persegi oleh Yayasan Islam Bima.

Lahan tersebut bisa dikelola sendiri oleh para marbut dan juga bisa disewakan ke orang lain yang ingin bertani.

Hasil dari pengelolaan atau penyewaan lahan itu nantinya bisa langsung diambil oleh para marbut untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Baca juga: Kisah Tamin, Marbut Masjid Al-Jabr yang Dulunya Pemain Gaple, Tobat Gara-gara Ingat Kematian

Menurut dia, dengan luas sekitar 5.000 meter persegi, marbut bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp 6 juta per tahun jika lahan disewakan ke orang lain.

Apabila dikelola sendiri, penghasilannya bisa saja lebih dari itu. 

Hanya saja di satu sisi, hal itu akan menyita waktu dan berisiko mengganggu tugas sebagai marbut.

Apalagi lokasi lahan dengan tempat tinggalnya cukup jauh karena sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Bima.

"Hasilnya tidak seberapa, karena lahan itu kita sewakan ke orang lain paling tinggi berani disewa petani itu Rp 6 juta per tahun," ungkapnya.

Baca juga: Pria Ini Jalan Kaki 2 Km untuk Salat di Masjid Agung Demak, Banjir Tak Jadi Masalah: Panggilan Hati

Selain menerima pendapatan tahunan sebesar Rp 6 juta dari hasil sewa lahan, setiap hari Jumat marbut yang ada juga menerima bagian dari hasil kotak amal yang terkumpul.

Nilainya bervariasi, ada yang Rp 20.000 dan terkadang sampai Rp 50.000 per orang.

Ilustrasi uang penghasilan jadi marbut masjid.
Ilustrasi uang penghasilan jadi marbut masjid. (Pxhere/Mohamad Trilaksono)

"Paling tinggi kita dapat itu Rp 50.000. Hanya dari ini saja pendapatan kita, di luar itu tidak ada lagi," ujarnya.

Menurutnya, upah yang diterima sebagai marbut tidak seberapa dan belum mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Menjual Daging Ayam

Untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya, Hamzah mengaku menjual daging ayam di Pasar Raya Ama Hami setiap shalat Subuh.

Usaha tersebut digeluti setelah menyadari tenaganya tak lagi kuat untuk menjadi buruh di sebuah toko di Kota Bima.

Baca juga: Tarawih di Masjid, Wanita Tiba-tiba Diberi Undangan, Begitu Dibuka Ternyata Surat Cinta dari Pak RT

Meski pendapatan berjualan tak seberapa, namun baginya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian dan tabungan untuk hari tuanya.

"Alhamdulillah, hasil tidak banyak tapi cukup untuk kebutuhan setiap hari keluarga di rumah, jadi tidak begitu bergantung hasil jadi marbut ini," kata Hamzah.

Menurutnya menjadi marbut adalah bagian dari pengabdian. 

Bukan untuk mencari materi, tugas itu dilaksanakannya demi beribadah kepada Sang Pencipta.

***

(TribunTrends/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Tags:
Masjid Sultan BimamarbutsawahHamzah
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved