ANAK Kiai Jombang sudah Ditangkap, Bagaimana Kondisi Ponpes Shiddiqiyah? Sepi Ditinggalkan Santri?
Anak kiai Jombang telah ditangkap polisi. Lantas bagaimana kondisi terkini Ponpes Shiddiqyah? Ada kabar bahwa ponpes sepi ditinggal para santri.
Editor: Suli Hanna
TRIBUNTRENDS.COM - Bagaimana kondisi Ponpes Shiddiqiyyah Ploso setelah ramai kasus penangkapan anak Kiai Jombang?
Mas Bechi jadi sorotan akhir-akhir ini terkait kasus pelecehan yang dituduhkan padanya.
Sedikit banyak, hal ini juga berpengaruh pada Ponpes sang ayah.
Sempat dikabarkan Pesantren Shiddiqiyah Ploso ditinggalkan santrinya setelah banyak dari mereka memilih keluar dan dijemput para wali santri akibat kasus ini ramai dan jadi isu nasional.
Disebutkan juga Pesantren Shiddiqiyah Ploso tak akan mendapat bantuan operasional setelah izin operasionalnya dicabut kementerian agama.
Benarkah hal itu?
Ketua DPP Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) Joko Herwanto menegaskan, aktivitas pembelajaran di Ponpes Shiddiqiyyah, di Ploso, Jombang, Jatim, masih berlangsung kondusif.
Ia menampik adanya isu pemulangan sepihak dari pihak orangtua atau wali santri yang memondokkan anaknya di pesantren yang berdiri di tanah seluas sekitar lima hektare itu.
Baca juga: SULITNYA Menemukan Anak Kiai Jombang yang Ngumpet di Pondok, Polisi Ungkap Banyak Tempat Tersembunyi

"Semua masih berjalan dengan normal. Tidak ada perkembangan-perkembangan yang merisaukan. Karena memang sampai hari ini, surat resminya belum kami terima. Sehingga kita masih menunggu itu semua," ujar Joko, yang juga perwakilan keluarga MSAT, saat dikonfirmasi TribunJatim.com, Minggu (10/7/2022).
Kepada pada wali santri ataupun santri-santri yang masih berada di dalam ponpes. Joko menegaskan, pihaknya juga tidak memberikan instruksi khusus yang aneh-aneh seperti menolak keluar menjadi bagian dari ponpes.
"Tidak ada. Semua berjalan normal. Kebetulan beberapa hari ini, masih diliburkan karena iya biar kondusif, dari wali santri juga informasi mau unas. Cuma mengikuti perkembangan. Dan sampai hari ini belum kami Terima surat keputusan resmi dari Kemenag," jelasnya.
Mengapa demikian. Joko menjelaskan, pihaknya secara kelembagaan belum menerima surat penghentian ataupun pencabutan izin operasional ponpes, sebagaimana yang sudah disampaikan pihak Kemenag RI, sejak Kamis (7/7/2022).
Hingga Minggu (10/7/2022), pihaknya belum menerima surat resmi penghentian atau pencabutan operasional ponpes oleh Kemenag RI.
"Sampai dengan hari ini kami juga belum menerima surat keputusan resmi (datangnya surat). Kami belum menerima. Kita lihat perkembangannya nanti ya," katanya.
Manakala nantinya, memang surat pencabutan atau penghentian operasional ponpes tersebut, benar-benar tiba di meja pengurus secara resmi.
Baca juga: DIKEPUNG 15 Jam, Anak Kiai Jombang Akhirnya Serahkan Diri, Mas Bechi Keluar dari Tempat Perembunyian
Joko menambahkan, pihaknya tetap akan berupaya berkomunikasi dengan pihak Kementerian Agama dalam hal ini, Menteri Agama RI yakni Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.
Dan berharap, pihak Kemenag RI untuk mengkaji ulang keputusan tersebut. Apakah berdampak positif atau justru sebaliknya.
Bagi Joko, kurang tepat, jikalau memang keputusan pencabutan tersebut, disebabkan adanya kasus yang menjerat putra sang pemilik pondok.
Ia mengharapkan kebijaksanaan pihak Kemenag RI untuk tidak mengaitkan antara perkara hukum yang menyeret nama salah seorang pengurus lembaga pesantren, dengan kelembagaan aktivitas operasional ponpes.
"Ya upaya-upaya untuk komunikasi, dukungan-dukungan, juga sudah mengalir, bahwa tidak serta merta persoalan hukum yang menyangkut salah satu pengurus, tidak sampai lembaganya ini ikut jadi korban," harapnya.
"Dan kami berkeyakinan Pak Menteri Agama Gus Yaqut akan mengkaji ulang dan akan mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya," pungkasnya.
Sebelumnya, diberitakan Tribunnews.com, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, berlokasi di Jalan Raya Losari, Ploso, Jombang, Jatim.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI, Waryono, mengungkapkan, jika nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat," kata Waryono melalui keterangan tertulis, Kamis (7/7/2022).
Tindakan tegas ini diambil karena seorang pemimpinnya yang berinisial MSAT merupakan DPO kepolisian dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri.
Pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.
Waryono menerangkan, pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama.
"Kemenag mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut," pungkas Waryono.
Keputusan tersebut, ternyata juga dilatarbelakangi oleh desakan Kabareskrim Polri Agus Andrianto kepada Kemenag RI untuk mencabut izin Ponpes Shiddiqiyah Jombang, Jatim buntut kasus dugaan pencabulan oleh MSAT.
Diketahui, MSAT merupakan anak dari kiai ternama yang juga pimpinan pondok pesantren tersebut.
"Kementerian Agama memberi sanksi pembekuan izin pondok pesantren dan lain-lain," kata Agus saat dihubungi awak media di Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Kemenag Jatim Akan Hentikan Pencairan Bantuan Operasional

Sebelumnya, kondisi Pesantren Shiddiqiyah Ploso setelah penangkapan anak kiai Jombang diungkapkan
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul Anam.
Dijelaskan Mohammad As'adul Anam, jumlah santri di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Ploso terus mengalami fluktuasi per tiap tingkatan.
Hal ini terjadi karena sebagian santri memilih pulang setelah ramai kasus ini, meski sebagian lainnya memilih tetap tinggal.
"Ada orang tua atau wali murid mengambil anaknya pindah pondok lain," ungkapnya.
Saat ini pihaknya sedang memetakan para santri yang ingin melanjutkan pendidikan ke tempat lain.
"Kami berkomunikasi dengan wali santri mau mengarahkan atau melanjutkan kemana. Apakah mondok lagi di daerah lain, atau menimba ilmu di sekolah pada umumnya," ujarnya ketika ditemui di Kanwil Kemenag Jatim, Jumat (8/7/2022).
"Kami tetap memperhatikan hak hak para santri. Ini merupakan tanggung jawab kami agar mereka segera mendapatkan hak mendapatkan pendidikan," tuntasnya.
Selain mencabut izin operasional, Kemenag juga menghentikan sementara bantuan operasional pondok pesantren yang dicairkan rutin setiap satu semester.
Mengenai besaran nilai bantuan dana operasional pondok pesantren, As'adul Anam menyebut setara dengan bantuan BOS yang ditangani oleh pusat. Dari wilayah setempat hanya bersifat mengajukan.
"Untuk nominalnya sendiri diturunkan langsung atau ditangani oleh pusat. Jumlahnya tidak sampai miliaran. Dicairkan setiap 6 bulan," jelasnya.
Mohammad As'adul Anam, memastikan di tempat ini hanya menyelenggarakan Pendidikan Kesetaraan Pada Pondok Pesantren Salafiyah atau PKPPS.
"Disana tidak ada sekolah atau madrasah, yang ada pendidikan kesetaraan ponpes, dengan tingkatan Ula, Wustho, dan Ulya," terangnya.
Menurutnya, ada beberapa hal penting sebelum mendirikan pesantren. Pertama terkait lima poin seperti Kyai, Santri, Kitab Kuning, tempat beribadah,dan asrama untuk santri menginap. Poin tersebut terpenuhi oleh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah.
"Tak ketinggalan asas kebangsaan dan asas kemaslahatan. Asas kemaslahatan ini tidak terwujud, terjadi berlawanan dengan kenyataan. Sehingga, Kemenag RI mencabut izin operasional pesantren termasuk PKPS," katanya.
Dalam waktu dekat perwakilan Kemenag Jatim akan mengunjungi pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Desa Losari Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang.
Hal ini bertujuan untuk menanyakan keberlangsungan atau keberlanjutan pondok pesantren pasca penangkapan Mas Bechi.
"Kami akan meminta penjelasan dari Pak Kyai ini seperti apa, akan kami tanyakan. Memang, untuk pendidikan kesetaraan pondok pesantren ditutup, namun pembinaan agama tidak hanya itu saja. Banyak kegiatan rutin disana seperti pengajian," katanya, ketika ditemui di Kanwil Kemenag Jatim, Jumat (8/7/2022).
Menurutnya, walau izin operasional sudah dicabut, tidak menutup kemungkinan tempat tersebut akan dibuka lagi.
Tentunya melewati pengujian selama beberapa guna memastikan stakeholder disana sudah memahami azas kemaslahatan pesantren.
"Tetap kami pantau perkembangan kondisi terkini. Untuk pendidikan di PKPPS dilakukan lewat pengawasan Pendidikan Agama Islam pada sekolah pengawas," tegasnya.
Masih kata As'adul Anam, pihaknya bekerja sama dengan RMI karena hampir 90 persen pondok di Jatim milik NU. Tujuannya menciptakan pesantren nil kekerasan, baik itu fisik psikologi verbal dan non verbal.
"Kami memiliki partner, ada RMI, penyuluh dan pengawas. Jadi untuk lembaga pendidikan yang menyelenggarakan PKPPS. Dijalankan oleh pengawas pendidikan agama islam pada sekolah rutin," imbuhnya.
Disinggung soal korban, kata dia, semalam pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak terkait melakukan pendampingan atas kasus tersebut.
"Total korban, informasi yang kami terima Satu korban. Kepastian santri atau bukan masih belum ada statement yang jelas. Yang ditangkap kemarin apakah itu santri atau orang yang mengaji masih belum tahu," ungkapnya.
"Karena yang ditangkap itu usianya sudah dewasa.
"Ya nanti, saya antar ke sana. (Ke Polda) Iya. (Kapan) habis setelah selesai acara ini acara pelantikan. Iya nanti. (Mas Bechi) iya nanti," ujar MM dihadapan AKBP Moh Nurhidayat berseragam dinas luar polisi berompi warna hitam itu.
Proses upaya penangkapan paksa terhadap MSAT dilakukan oleh pasukan dari jajaran Ditreskrimum Polda Jatim sejak pukul 07.30 WIB, Kamis (7/7/2022).
alau ada santri, Polisi tidak serta merta, untuk menahan anak-anak. Hak hak anak atas pendidikan akan kami perhatikan," tuntasnya.
Sang Kyai Tidak Ditindak

Di bagian lain, penyidik Polda Jatim tidak akan menindak Kiai Muchamad Muchtar Mu'thi, ayah Mas Bechi sekaligus pimpinan Pesantren
Hal ini ditegasan Kabod Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto saat menjawab pertanyaan wartawan dalam rilis yang digelar di Mapolda Jatim, Jumat (8/7/2022).
"Selama ini kami berkomunikasi baik dengan beliau. Alhamdulillah berkat beliau tersangka bisa kita amankan sampai sekarang," katanya.
Sebelumnya, saat insiden pengepungan oleh petugas polisi, Kiai Muchamad Muchtar Mu'thi sempat berjanji akan menyerahkan sendiri Mas Bechi.
"Ya nanti, saya antar ke sana. (Ke Polda) Iya. (Kapan) habis setelah selesai acara ini acara pelantikan. Iya nanti. (Mas Bechi) iya nanti," ujar MM dihadapan AKBP Moh Nurhidayat berseragam dinas luar polisi berompi warna hitam itu.
Hal serupa dilakukan Kiai saat polisi mendatangi pesantrennya pada Minggu (3/7/2022).
AKBP Muh Nurhidayat, bertemu dan bertatap muka langsung dengan MM selaku petinggi dari ponpes yang berlokasi di Ploso, Jombang tersebut.
Dalam video berdurasi 1 menit 55 detik yang beredar di medsos itu, MM menyampaikan kepada AKBP Moh Nurhidayat yang duduk bersila dengan sikap tawadu', bahwa kasus yang menyeret nama anaknya itu, tak ubahnya sebatas fitnah yang terjadi di dalam keluarganya.
Penegasan itu, disampaikan berulang kali dengan nada suara yang terdengar pelan dan mantab. Bahkan, MM juga menghendaki pihak kepolisian segera kembali ke tempat atau markasnya masing-masing.
"Demi untuk keselamatan kita bersama, demi untuk kejayaan Indonesia Raya. Masalah ini, masalah keluarga. Untuk keselamatan kita bersama, untuk kebaikan kita bersama, untuk kejayaan Indonesia Raya, masalah fitnah ini fitnah ini masalah keluarga, masalah keluarga," ungkap MM, melalui microphone pengeras suara.
"Untuk itu, kembalilah ke tempat masing-masing, jangan memaksakan diri, mengambil anak saya yang kena fitnah ini, semua itu adalah fitnah, Allahuakbar cukup itu saja," pungkasnya.
(Surya.co.id/ Luhur Pambudi)
Artikel ini diolah dari Surya.co.id yang berjudul KONDISI TERBARU Pesantren Shiddiqiyah setelah Anak Kiai Jombang Ditangkap, Bantah Ditinggal Santri.